PN Jakarta Utara Vonis Bos PT MEIS 10 Bulan Penjara, Terbukti Cemarkan Nama Baik

Putusan dibacakan dalam sidang yang digelar Kamis (30/10/2025) oleh majelis hakim yang diketuai Yusti Cinianus Radja.

|
Editor: Joko Supriyanto
istimwa
VONIS SIDANG - Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

TRIBUNTANGERANG.COM - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara yang dipimpin Hakim Ketua Yusti Cinianus Radja didampingi Hakim anggota Hafnizar dan Wijawiyata memvonis terdakwa bos PT MEIS Hendra Lie (72) selama 10 bulan penjara terkait kasus pencemaran nama baik.

Putusan dibacakan dalam sidang yang digelar Kamis (30/10/2025) oleh majelis hakim yang diketuai Yusti Cinianus Radja, dengan anggota Hafnizar dan Wijawiyata.

Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Majelis Hakim menghukum terdakwa lebih ringan dari tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Peter Low, Arga Febrianto dan Dawin Gaja agar menjatuhkan hukuman selama 1 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah terhadap terdakwa.

Majelis menjelaskan video podcast tersebut berisikan fitnah dan hoaks tentang pribadi korban, lalu kemudian diunggah ke publik dan dapat di akses oleh masyarakat luas, hal tersebut jelas merugikan Fredie Tan selaku korban. 

Dalam tayangan youtube yang sempat viral tersebut, saksi Rudi S Kamri berperan sebagai host, pengelola, sekaligus pemilik atau penanggungjawab akun youtube Kanal Anak Bangsa, sementara terdakwa sebagai narasumber podcast.

“Kedua terdakwa sepakat secara bersama-sama membuat dan merekam tayangan podcast youtube lalu mengunggah sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 20 November 2022 dan 8 Maret 2023, hingga tayangan itu dapat diakses publik dan menjadi viral”, kata majelis hakim.

Hakim mengatakan terdakwa secara terang-terangan telah menyerang kehormatan korban Fredie Tan yang merupakan seorang pengusaha yang merasa dicemarkan nama baiknya. 

Selain itu terdakwa melontarkan fitnah dan menyebar berita hoaks dalam podcast yang ditujukan kepada pribadi korban seperti menyebut korban sebagai pengusaha hitam, melakukan korupsi dan merugikan negara, bahkan korban Fredie Tan sudah pernah dicekal dan dijadikan tersangka.

Padahal menurut majelis pernyataan yang dilontarkan terdakwa melalui elektronik tersebut tidak dapat dibuktikan secara konkret. Hal ini terbukti ketika agenda persidangan tahap pembuktian oleh terdakwa, terdakwa gagal menunjukkan bukti-bukti yang mendukung ucapannya tersebut.

Menurut Majelis Hakim perbuatan terdakwa merupakan perbuatan yang dilarang sebagaimana diatur dalam UU ITE tentang tindak pidana turut serta melakukan perbuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik melalui media elektronik dan atau menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan lisan dan/atau fitnah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Sebelumnya dalam persidangan Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia Dr Flora Dianti mengatakan terkait pembuktian unsur unsur pelanggaran undang undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) harus membuktikan pasal 27 ayat 3 UU ITE. 

"Dalam pasal tersebut mengatur larangan menyebarkan konten elektronik yang bersifat penghinaan dan pencemaran nama baik seseorang. Unsur dengan sengaja tanpa hak mentransmisikan, mendistribusikan suatu informasi elektronik supaya dapat diakses orang banyak merupakan pidana dan harus dibuktikan sesuai fakta terhadap pasal 27 UU ITE yaitu dengan kehendak, sengaja dengan melawan hukum," ungkap Ahli.

Menurut dia podcast itu merupakan pasal delik aduan absolut, sehingga apabila dalam podcast itu ada yang dicemarkan nama baiknya dan ada yang merasa tidak nyaman dan dirugikan, maka ada kehormatan nama baik yang dicemarkan.

“Yang dapat menilai apakah ada pencemaran nama baik terhadap diri sendiri jika di unggah dalam konten, maka yang bisa menilai apakah dirinya telah dicemarkan atau tidak adalah korbannya sendiri. Konten itu tergantung penilaian harga diri seseorang yang merasa dicemarkan,” kata dia.

(Tribuntangerang.com/Tribunjakarta.com)

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved