BKSAP DPR RI

Bramantyo Suwondo: Perlu Transisi Mulus Menuju Dunia Baru AI Agar Tidak Jadi Bencana Sosial-Ekonomi

Bramantyo Suwondo menekankan, perlunya smooth transition menuju dunia baru dengan AI, agar tidak berubah menjadi bencana sosial-ekonomi.

Editor: Mochammad Dipa
dok. BKSAP DPR RI
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Bramantyo Suwondo (kedua kiri) bersama anggota BKSAP DPR RI melakukan foto bersama saat kunjungan kerja ke Telkom University dalam rangka memperdalam gagasan tata kelola kecerdasan artifisial (AI) di Indonesia, Kamis (30/11/2025) lalu. 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Telkom University dalam rangka memperdalam gagasan tata kelola kecerdasan artifisial (AI) di Indonesia, Kamis (30/10/2025) lalu.

Kunjungan ini menegaskan pentingnya mendorong inovasi AI yang aman, etis, dan berdampak bagi masyarakat, dengan menjembatani hasil riset kampus dan kebutuhan regulasi nasional.

Dalam forum diskusi, Wakil Ketua BKSAP DPR RI Bramantyo Suwondo, M.IR., menekankan bahwa arah kebijakan AI harus mampu memadukan kemajuan teknologi dengan perlindungan terhadap masyarakat agar transformasi digital tidak menciptakan masalah sosial baru.

“Yang menjadi kunci saat ini adalah bagaimana mengatur agar AI terus berkembang, tetapi eksesnya terhadap masyarakat dapat dikurangi. Kita membutuhkan smooth transition menuju dunia baru dengan AI, agar tidak berubah menjadi bencana sosial-ekonomi,” ujar Bramantyo.

Bramantyo menjelaskan bahwa BKSAP memiliki mandat diplomasi parlemen dengan cakupan isu global yang luas, termasuk AI sebagai salah satu prioritas strategis.

Ia juga menyoroti perhatian dunia, termasuk dalam kerangka OECD, bahwa AI memengaruhi ekosistem pendidikan dan industri serta menuntut penguatan kemampuan berpikir kritis dan adaptif bagi generasi muda.

Dari pihak perguruan tinggi, Rektor Telkom University, Prof. Dr. Adiwijaya, menyampaikan bahwa AI menjadi salah satu fokus riset unggulan kampus selain keamanan siber dan komputasi kuantum.

Menurutnya, AI kini bukan sekadar alat teknologi, melainkan instrumen geopolitik dan geoekonomi yang menuntut kesiapan nasional.

“Teknologinya berkembang pesat kita tidak boleh terburu-buru, namun juga tidak boleh tertinggal. Prinsip kami adalah harmonizing empathy and professionalism for human enlightenment,” jelasnya.

Sebagai bentuk kesiapan menghadapi disrupsi digital, Telkom University menerapkan strategi penguatan fondasi kognitif bagi mahasiswa, seperti membaca buku cetak, menulis, dan storytelling, termasuk pembatasan penggunaan AI bagi mahasiswa tahun pertama.

Diskusi juga menggali pemanfaatan AI dalam proses penyusunan kebijakan publik.

AI dinilai berpotensi membantu analisis kebijakan melalui data crawling untuk mendeteksi tumpang tindih atau pertentangan antar-regulasi, sehingga memperkuat koherensi kebijakan nasional.

Anggota Komite AI Telkom University, Dr. Tomhert Suprapto Siadari, menegaskan pentingnya penyusunan peta jalan dan pedoman etika AI yang berorientasi pada harmonisasi lintas regulasi.

“Inovasi sudah banyak; yang mendesak adalah respons terhadap dampaknya. Regulasi dan etika harus berlari secepat inovasi. Kami mendorong pemerintah mempercepat rule-making agar kepastian hadir,” ujarnya.

Menindaklanjuti masukan akademik tersebut, Bramantyo menegaskan perlunya arah kebijakan nasional yang jelas, berbasis kebutuhan nyata, dan responsif terhadap perubahan global.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved