Sejarah Ondel-Ondel dan Perubahan Wajahnya dari Mistis ke Modern

Jejak Barongan sendiri tercatat sejak abad ke-16, lanjut Martin, kala Batavia masih dikuasai VOC

|
TribunTangerang.com - Wartakota Network/Ikhwana Mutuah Mico
ONDEL-ONDEL - Penggiat budaya Betawi dari pemilik sanggar Rifki Albani, Martin Maulia, (TribunTangerang.com - Wartakota Network/Ikhwana Mutuah Mico). 

Laporan Wartawan TribunTangerang.com, Ikhwana Mutuah Mico

TRIBUNTANGERANG.COM, PONDOK AREN - Siapa yang tak kenal Ondel-Ondel? Boneka raksasa berwajah merah dan putih ini sudah lama menjadi ikon Jakarta. Tapi tahukah anda, bahwa nama aslinya dulu bukan Ondel-Ondel, melainkan "Barongan"?

Menurut penggiat budaya Betawi dari pemilik sanggar Rifki Albani, Martin Maulia, Barongan berasal dari kata "berbarengan", karena dulunya boneka ini selalu tampil secara beriringan laki-laki dan perempuan. 

Keberadaannya bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari tradisi tolak bala masyarakat Betawi.

"Barongan itu dulu fungsinya untuk mengusir roh jahat dan penyakit,” ujarnya, sembari menunjukkan potongan kepala Ondel-Ondel kuno yang diwariskan oleh warga kepada dirinya, saat ditemui TribunTangerang.com, Pondok Aren, Tangsel, Sabtu (4/10/2025).

Jejak Barongan sendiri tercatat sejak abad ke-16, lanjut Martin, kala Batavia masih dikuasai VOC. Dalam catatan peninggalan Belanda, sempat terlihat boneka raksasa yang dibawa warga kampung dalam arak-arakan. Dari sanalah awal mula tradisi ini tercatat dalam sejarah.

Namun, istilah "Ondel-Ondel" sendiri baru populer setelah musisi Betawi legendaris Almarhum Benyamin Sueb menciptakan lagu berjudul sama.

Gerakan boneka "ondel-ondel" ketika menari, menjadi ciri khas yang terus diingat masyarakat hingga kini.

Martin mengungkapkan transformasi besar terjadi pada era Gubernur Ali Sadikin, ketika Ondel-Ondel mulai diresmikan sebagai bagian dari adat Betawi. Wajah yang semula menyeramkan, mulai diperhalus untuk menghapus stigma horor.

"Banyak orang takut sama wajah Ondel-Ondel zaman dulu. Makanya saya ubah, supaya ramah anak-anak,” ungkap sang seniman pembaharu Ondel-Ondel, yang juga pelopor pembuatan kepala dari bahan fiberglass.

Tak hanya soal tampilan, Ondel-Ondel kini tampil di mana-mana, bahkan pernah menari di dalam akuarium Sea World, kolaborasi antara seni tradisi dan media hiburan modern menjadi bukti bahwa budaya tidak sekadar dilestarikan, tapi harus dikembangkan sesuai zaman.

Namun, seiring popularitasnya, Martin mengatakan ondel-ondel menghadapi tantangan besar. Di satu sisi, ia menjadi salah satu dari 8 ikon resmi budaya Betawi berdasarkan Pelgub DKI No. 11 Tahun 2017. 

Di sisi lain, citranya tercoreng karena banyak digunakan untuk ngamen liar, bahkan melibatkan anak-anak dan kelompok rentan.

"Masalahnya bukan hanya citra. Banyak pemain ondel-ondel jalanan yang terindikasi memakai narkotika dan mabuk lem. Bahkan ada yang terlibat pencurian," keluh sang seniman.

Hal ini memicu protes berbagai pihak, hingga 2020, diadakan rapat resmi antara Dinas Kebudayaan, DPRD, dan Satpol PP jakarta. Hasilnya, Ondel-Ondel tetap boleh tampil keliling, namun dengan syarat ketat harus berpasangan, berpakaian seragam, dan menggunakan alat musik tradisional secara live, bukan rekaman.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved