Setelah Viral, Kini KPI Berhentikan 7 Pegawai yang Diduga Lakukan Pelecehan Seksual dan Perundungan

Padahal korban, MS sudah mengalami perundungan dan pelecehan seksual bertahun-tahun dan pernah melaporkannya.

Penulis: Muhamad Fajar Riyandanu | Editor: Mohamad Yusuf
cyberbullying.org
(Ilustrasi) kampanye stop perundungan (bulliying) 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberhentikan tujuh pegawai yang diduga menjadi pelaku pelecehan seksual dan perundungan terhadap sesama pegawai KPI berinisial MS.

Keputusan KPI untuk memberhentikan tujuh pegawai itu justru setelah peristiwa itu viral di media sosial.

Padahal korban, MS sudah mengalami perundungan dan pelecehan seksual bertahun-tahun dan pernah melaporkannya.

Baca juga: Bagaimana Nasib Peserta Tes SKD CPNS 2021 di Jawa-Madura-Bali yang Belum Vaksin? Ini Solusinya

Baca juga: VIRAL, Ojol Antar Pesanan Obat Naik Sepeda Sejauh 15 Km karena Tak Punya Motor, Begini Kisahnya

Baca juga: Lokasi Tes PCR di Tangerang Selatan yang Sudah Sesuai Harga Keputusan Pemerintah

Adapun pemberhentian ini bersifat sementara selama proses penyelidikan berlangsung. 

Komisioner Bidang Kelembagaan KPI, Irsal Ambia menyatakan, hal ini dilakukan guna memudahkan pihaknya dalam menjalani proses yang terjadi di internal kantornya itu. 

"KPI sudah melakukan investigasi internal dengan memintai keterangan dari terduga pelaku. Lalu kami sedang mendalami karena ini baru dua hari sejak mencuatnya kejadian itu," kata Irsal di kanto KPI Pusat, Jum'at (3/9/2021).

Lebih lanjut, kata Irsal, pihaknya masih membutuhkan waktu untuk mendalami informasi dari pihak internal guna mengungkap kejadian yang sebenarnya. 

Irsal menambahkan, hal ini dikarenakan kejadian pelecehan seksual dan perundungan itu terjadi pada beberapa tahun lalu.

"Jadi kami masih butuh waktu untuk melakukan pendalaman terhadap berbagai informasi terkait dengan kasus yang terjadi ini," katanya. 

Pada kesempatan tersebut, Irsal juga mengaku memberi pendampingan psikologis untuk MS selama menjalani proses kasus pelecehan seksual dan perundungan yang ia alami. 

Baca juga: Cara Lapor Online Jika Lolos Proses Verifikasi Tapi BLT BPJS Ketenagakerjaan Tak Kunjung Cair di BCA

Baca juga: BUTUH Bansos Kemensos? Begini Cara Mengajukannya, Siapkan KTP dan KK

Baca juga: Ini 3 Jenis Vaksin yang Bisa Digunakan untuk Anak Usia 12-17 Tahun, Berikut Penjelasan BPOM

"Maka kita minta untuk fokus dimasalah ini dulu. Karena ini akan berada di jalur hukum akan diminta keterangan dan lain lain," sebutnya. 

Irsal pun menjamin posisi MS tetap sebagai karyawan aktif KPI Pusat. Meski saat ini pihak KPI tengah meminta MS untuk fokus menjalani kasus yang membelitnya saat ini. 

"MS kami minta fokus ke situ dulu. Itu sebagian perlindungan kami kepada terduga korban juga," pungkas Isral.

Korban Trauma

Sebuah pesan dari seorang pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bikin heboh publik.

Pegawai KPI Pusat berinisial MS itu mengaku mengalami perundungan bertahun-tahun oleh beberapa rekan kerjanya.

Bahkan MS mengaku dirinya juga menjadi korban pelecehan oleh rekan kerja di KPI Pusat yang mencoret buah zakarnya menggunakan spidol.

Pengakuan MS itu disebar melalui aplikasi pesan WhatsApp pada Rabu (1/9/2021).

Baca juga: Bagaimana Nasib Peserta Tes SKD CPNS 2021 di Jawa-Madura-Bali yang Belum Vaksin? Ini Solusinya

Baca juga: VIRAL, Ojol Antar Pesanan Obat Naik Sepeda Sejauh 15 Km karena Tak Punya Motor, Begini Kisahnya

Baca juga: Lokasi Tes PCR di Tangerang Selatan yang Sudah Sesuai Harga Keputusan Pemerintah

"Yang Terhormat Presiden Joko Widodo, saya seorang Pria, berinisial MS, hanya ingin mencari nafkah di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI Pusat), saya hanya ingin bekerja dengan benar, menunaikan tugas dari pimpinan, lalu menerima gaji sebagai hak saya, dan membeli susu bagi anak semata wayang saya," tulis MS.

Sepanjang 2012-2014, MS mengaku selama 2 tahun di-bully dan dipaksa untuk membelikan makan bagi rekan kerja senior.

Mereka bersama sama mengintimidasi yang membuat dirinya tak berdaya.

Padahal kedudukannya setara dan bukan tugasnya untuk melayani rekan kerja.

Tapi mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh.

"Sejak awal saya kerja di KPI Pusat pada 2011, sudah tak terhitung berapa kali mereka melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan. Saya sendiri dan mereka banyak. Perendahan martabat saya dilakukan terus menerus dan berulang ulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan pelan," katanya.

"Tahun 2015, mereka beramai ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan saya dengan mencorat-coret buah zakar saya memakai spidol. Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi. Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat? Sindikat macam apa pelakunya?" tambahnya.

Bahkan, lanjut MS mereka mendokumentasikan kelaminnya dan membuat dirinya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu. 

Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mentalnya, menjadikannya stres dan merasa hina.

Dirinya mengaku trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah.

"Harus begini bangetkah dunia kerja di KPI? Di Jakarta? Kadang di tengah malam, saya teriak teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga. Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia," katanya.

Ia mengaku tidak tahu apakah para pria peleceh itu mendapat kepuasan seksual saat beramai ramai menelanjangi dan memegangi kemaluan dirinya.

MS mengaku kalah dan tak bisa melawan.

Ia pun bertahan di KPI demi gaji untuk istri, ibu, dan anaknya tercinta.

"Tahun 2016, karena stres berkepanjangan, saya jadi sering jatuh sakit. Keluarga saya sedih karena saya sering tiba tiba gebrak meja tanpa alasan dan berteriak tanpa sebab. Saat ingat pelecehan tersebut, emosi saya tak stabil, makin lama perut terasa sakit, badan saya mengalami penurunan fungsi tubuh, gangguan kesehatan," katanya.

Llau 8 Juli 2017, dirinya ke Rumah Sakit PELNI untuk Endoskopi.

Hasilnya ia mengalami Hipersekresi Cairan Lambung akibat trauma dan stres.

Pada 2017, saat acara Bimtek di Resort Prima Cipayung, Bogor, pada pukul 01.30 WIB, saat dirinya tidur, mereka melemparnya ke kolam renang.

Lalu bersama sama menertawai seolah penderitaan dirinya sebuah hiburan bagi mereka.

"Bukankah itu penganiayaan? Mengapa mereka begitu berkuasa menindas tanpa ada satupun yang membela saya. Apakah hanya karena saya karyawan rendahan sehingga para pelaku tak diberi sanksi? Dimana keadilan untuk saya?" katanya.

Lalu pada 11 Agustus 2017 dirinya mengadukan pelecehan dan penindasan tersebut ke Komnas HAM melalui email.

Pada 19 September 2017, Komnas HAM membalas email dan menyimpulkan apa yang dialami sebagai kejahatan atau tindak pidana.

Baca juga: Cara Lapor Online Jika Lolos Proses Verifikasi Tapi BLT BPJS Ketenagakerjaan Tak Kunjung Cair di BCA

Baca juga: BUTUH Bansos Kemensos? Begini Cara Mengajukannya, Siapkan KTP dan KK

Baca juga: Ini 3 Jenis Vaksin yang Bisa Digunakan untuk Anak Usia 12-17 Tahun, Berikut Penjelasan BPOM

Maka Komnas HAM menyarankan dirinya agar membuat laporan Kepolisian.

Karena tak betah dan sering sakit pada 2019 dirinya akhirnya pergi ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi.

Tapi petugas malah bilang, "Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan."

"Pak Kapolri, bukankah korban tindak pidana berhak lapor dan Kepolisian wajib memprosesnya?" katanya.

"Pak Jokowi, Pak Kapolri, Menkopolhukam, Gubernur Anies Baswesan, tolong saya. Sebagai warga negara Indonesia, bukankah saya berhak mendapat perlindungan hukum? Bukankah pria juga bisa jadi korban bully dan pelecehan?" katanya.

Tanggapan KPI Pusat

Sementara itu, Ketua KPI Pusat Agung Suprio menanggapi atas beredarnya pengakuan perundungan pegawainya itu.

"Menyikapi beredar informasi di tengah masyarakat terkait kasus dugaan pelecehan seksual  dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Maka, kami menyampaikan turut prihatin dan tidak menoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun," kata Agung dalam situs resmi KPI Pusat, Rabu (1/9/2021). 

Pihaknya kemudian akan melakukan langkah-langkah investigasi internal, dengan meminta penjelasan kepada kedua belah pihak. 

Selain itu mendukung aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. 

"Memberikan perlindungan, pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologi  terhadap korban. Serta menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying)  terhadap korban, sesuai hukum yang berlaku," katanya. (m29)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved