TB Hasanuddin: Tak Senang dengan Cina, Ada Kelompok Inginkan Indonesia Gabung Aukus, Jadi Aukusi

Alasannya, karena tak senang melihat Pemerintah RI lebih dekat dengan Cina atau Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Editor: Yaspen Martinus
gulfnews.com
Australia, Inggris, dan Amerika Serikat membentuk aliansi bernama Aukus. 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Australia, Inggris, dan Amerika Serikat membentuk aliansi bernama Aukus.

Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin mengaku pernah berdiskusi dengan pihak atau kelompok yang menginginkan Indonesia bergabung dengan Aukus.

Alasannya, karena tak senang melihat Pemerintah RI lebih dekat dengan Cina atau Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Baca juga: Masih Periksa Saksi Lain, Bareskrim Belum Jadikan Irjen Napoleon Tersangka Penganiaya M Kece

Hal itu ia sampaikan saat rapat kerja dengan Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, Rabu (22/9/2021).

"Akhir-akhir ini saya juga bicara dengan kelompok yang tidak suka kita dekat dengan Republik Rakyat Tiongkok."

"Mungkin sekarang bapak ibu lihat media sosial, pemerintahan ini adalah pemerintah komunis, dekat dengan Cina, apa-apa Cina, dan sebagainya, kelompok itu ada dan riil," ungkap Hasanuddin.

Baca juga: Bareskrim Tetapkan Irjen Napoleon Bonaparte Sebagai Tersangka Pencucian Uang Suap dari Djoko Tjandra

Kelompok tersebut, lanjut Hasanuddin, melihat perkembangan situasi yang terjadi di Laut Cina Selatan.

"Mereka mendesak supaya kita ikut masuk dalam Blok Amerika, yang notabene ikut masuk ke dalam Aukus, jadi AukusI begitu."

"Itu Australia, UK, US, dan I, ini sudah bergelinding, saya pernah diskusi," tuturnya.

Baca juga: PROFIL dan Jejak Kejahatan Ali Kalora, Gembong Teroris MIT Poso yang Ditembak Mati, Bunuh 17 Warga

Hasanuddin mengungkapkan, ada pula kelompok yang meminta Indonesia bersiap melawan Aukus.

Kelompok itu disebut Hasanuddin berasal dari teman sesama mantan prajurit TNI.

"Tapi juga ada teman-teman saya mantan prajurit, 'Komisi I harus kuat persenjataan, kita lawan'."

Baca juga: PIDATO Lengkap Jokowi di Sidang Majelis Umum PBB: Politisasi dan Diskriminasi Vaksin Masih Terjadi

"Yang dilawan yang mana? Saya yang penting jaga kedaulatan."

"Saya mohon dua sisi ini, bahkan di ruangan ini bisa jadi ada mulai panas," tuturnya.

Pakar Sarankan Merapat ke Cina

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai sebaiknya Pemerintah Indonesia merapat ke Cina, terkait rencana Australia membuat kapal selam nuklir bersama Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

Hal itu karena, kata dia, Indonesia tidak bisa menghadapi rencana tersebut sendirian.

Menurutnya, tindakan Australia, AS, dan Inggris tersebut berpotensi melanggar Non Proliferation Treaty (Perjanjian Nonproliferasi Nuklir) atau perjanjian antar-negara yang membatasi kepemilikan senjata nuklir.

Ia mengatakan, Korea Utara dan Iran telah mendapatkan sanksi berupa embargo terkait hal tersebut.

Dengan demikian, menurutnya Australia dan AS juga perlu mendapat sanksi serupa terkait hal tersebut.

Hal tersebut ia sampaikan dalam Gelora Talks bertajuk Perang Supremasi: Amerika Serikat VS Cina Akankah Meledak di Laut Cina Selatan? Di kanal YouTube geloraTV, Rabu (22/9/2021).

"Itu yang saya katakan sebaiknya kita agak merapat juga ke Cina untuk masalah ini."

"Karena kalau kita sendiri, Indonesia sendiri kita tidak mungkin," papar Hikmahanto

Hikmahanto mengatakan Indonesia perlu tegas mengenai masalah tersebut.

Hal itu karena Indonesia tidak menginginkan adanya senjata nuklir yang diintrodusir di wilayah Indonesia maupun di wilayah ASEAN.

Awalnya ia berharap Indonesia menggalang ASEAN untuk menghadapi rencana Australia tersebut.

Namun demikian, ternyata ASEAN, misalnya Filipina, mengambil posisi akan mendukung.

Hal itu karena Filipina punya masalah berkaitan dengan kedaulatan mereka yang tertindih dengan nine dash line Cina.

"Sekali lagi indonesia, kita harus mengambil sikap sepanjang misalnya kita anggap bawa AS dan Australia sekutunya, Inggris, salah."

"Ya kita harus keras, katakanlah kita akan berpihak ke Cina atau ke Prancis bahkan."

"Supaya mereka nanti berpikir ulang kalau misalnya Indonesia nanti sempat jatuh ke Cina, Amerika Serikat akan khawatir," ulasnya.

Dengan demikian, ia berharap Australia tidak meneruskan rencananya meskipun Australia mengatakan kapal selam nuklir yang rencananya dibangun tersebut tidak membawa senjata nuklir.

"Saya ingat kamikaze itu juga seperti itu, mereka sebenarnya pesawat udara, mereka jadikan alat untuk menyerang kapal-kapal induk waktu itu, setelah pesawat udaranya itu tidak punya amunisi ya."

"Jadi dia menggunakan pesawat itu sendiri untuk menyerang," paparnya.

Tiga Strategi

Australia berdasarkan Pakta Pertahanan Aukus akan membangun kapal selam bertenaga nuklir.

Meski hal tersebut merupakan kedaulatan Australia, rencana itu patut ditentang oleh Indonesia.

Hal itu disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitss Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana kepada Tribunnews, Selasa (21/9/2021).

"Indonesia yang memiliki politik luar negeri yang bebas aktif dapat berperan agar rencana Australia tersebut tidak dilanjutkan," ucap Hikmahanto.

Paling tidak, menurut dia, ada tiga hal yang bisa dilakukan oleh Indonesia.

Pertama, Indonesia meminta kepada ASEAN untuk mengadakan sidang khusus, yang intinya menentang rencana Australia. Hasil sidang ini kemudian disuarakan.

Kedua, Indonesia mendekati Cina, karena Cina sebagai pesaing AS menentang rencana Australia tersebut.

Indonesia dalam isu ini memilki garis kebijakan yang sama dengan Cina.

"Harapannya adalah AS akan khawatir bila Indonesia akan bersekutu dengan Cina."

"Ddan karenanya akan menghentikan rencana Australia membangun kapal selam bertenaga nuklir," ulasnya.

Langkah terakhir adalah Indonesia mendekati Prancis yang menentang keras rencana AS Inggris dan Australia tersebut.

"Indonesia dapat mendorong agar Prancis membawa isu ini dalam sidang Dewan Keamanan PBB," ucapnya.

Ia menjelaskan keberatan Indonesia terkait rencana membangun kapal selam bertenaga nuklir karena tiga alasan.

Pertama, rencana pembuatan kapal selam bertenaga nuklir berpotensi melanggar Non Proliferation Treaty (NPT).

NPT adalah perjanjian internasional yang melarang penyebaran pengetahuan nuklir dan nuklir dari negara yang memiliki, kepada yang tidak memiliki.

AS adalah negara pemilik nuklir dan pengetahuannya, sementara Australia bukan.

Kedua, rencana pembuatan kapal selam bertenaga nuklir oleh Australia berpotensi memunculkan perlombaan senjata di kawasan Indo Pasifik.

Cina tentu tidak akan berdiam diri dengan perkembangan geopolitik ini.

Terakhir, rencana pembuatan kapal selam bertenaga nuklir dapat mengancam perdamaian dan stabilitas keamanan di kawasan Indo Pasifik.

Bila terjadi perang terbuka dapat dipastikan penggunaan senjata nuklir di kawasan akan tidak dapat dihindari. (Chaerul Umam/Gita Irawan/Srihandriatmo Malau)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved