TPA Rawa Kucing Tangerang Kelebihan Beban,Pemda Disebut Perlu Prioritaskan Penanganan demi SDM Sehat

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing yang dikelola Pemkot Tangerang sudah mengalami kelebihan beban dan menimbulkan dampak lingkungan ke sekitar.

Editor: Mohamad Yusuf
Warta Kota/Nur Ichsan
TPA RAWA KUCING - Armada truk pengangkut sampah dan pemulung bergumul setiap hari di TPA Rawa Kucing, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Jumat (11/4/2014). TPA yang luasnya mencapai 34,8 hektar ini setiap hari menerima kiriman sampah sebanyak 1500 ton. 

Harapannya, biaya layanan pengolahan sampah ini kedepannya dapat ditutup dengan penarikan retribusi sampah dari masyarakat oleh Pemda.

Baca juga: Diapit 3 Jenderal, Gaya Menlu Retno Marsudi Bikin Salah Fokus, Pakai Sepatu Kanan-Kiri Beda Warna

Baca juga: TAK DISANGKA, Uang Ratusan Juta Terkumpul Ketika Penjual Gorengan Bongkar Tabungan dari Ember

Baca juga: Dampak Corona, Pemerintah Jepang Beri Setiap Anak hingga Usia 18 Tahun, Subsidi Uang Rp12,7 Juta

Keterlibatan dana investasi dan retribusi inilah yang membedakan pelaksanaan program PLTSa/PSEL dari program pelaksanaan proyek-proyek lainnya yang sudah jauh lebih dikenal dan dipahami banyak elemen pemerintah daerah.

“Banyak hal yg menyebabkan pembangunan PSEL tidak berjalan mulus bahkan dapat dikatakan mandek. Setiap daerah punya kendala dan masalah masing-masing," ucap Guntur, kepada wartawan.

"Namun demikian secara umum permasalahan tersebut terjadi sejak tahap persiapan, penyusunan pra feasibility study, penyiapan dokumen lelang dan penyusunan kontrak, proses lelang, negosiasi kontrak, penandatangan kontrak dan implementasi kontrak. Pada setiap tahapan tersebut mempunyai masalah sendiri-sendiri, “ tambahnya.

Disampaikan Guntur, ada pemda sudah punya visi yang baik dalam hal pengelolaan sampah, walaupun sebagian lagi masih belum. Bahkan, seringkali, banyak dalih dikeluarkan pemerintah daerah hingga masalah sampah diabaikan.

Padahal pengelolaan sampah yang mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan dapat diganjar dengan hukuman pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp100 juta sampai dengan Rp 5milyar oleh Undang Undang No. 18 Tahun 2018.

“Kalau PLTSa mandek, artinya masyarakat tidak mendapatkan pelayanan publik yang memadai, sampah yang tidak terkelola dapat berdampak pada kesehatan, perubahan iklim akibat gas rumah kaca, estetika, dan keasrian kota. Apalagi terus-menerus mandek, maka tentunya biaya/kerugian sosial akan terus meningkat tajam. ” tegas Guntur

Lebih lanjut, UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah tegas menyebutkan bahwa pelaksanaan Proyek Strategis Nasional merupakan sebuah kewajiban bagi kepala daerah yang ditugaskan.

Ada sanksi bagi kepada Kepala Daerah apabila tidak melaksanakan Proyek Strategis Nasional, termasuk pemberhentian dari sementara hingga permanen.

Untuk itu dalam upaya memenuhi aspek pelayanan publik, dalam hal bilamana kepala daerah berhalangan, maka kewajiban pelaksanaan Proyek Strategis Nasional akan dilaksanakan oleh Plt. Kepala Daerah yang menggantikan.

Sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya, proyek ITF Sunter tetap dijalankan oleh Plt Gubernur yang ditunjuk Kemandagri karena gubernurnya berhalangan.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved