Eks Pegawai KPK
Sebanyak 44 Orang Terima Tawaran, 12 Eks Pegawai KPK Tolak Jadi ASN Polri, dan Satu Orang Meninggal
Indonesia Memanggil 57 Institute ungkap daftar nama mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak menerima tawaran menjadi ASN Polri.
Isinya berkaitan tentang pengangkatan khusus 57 eks Pegawai KPK menjadi pegawai ASN di lingkungan Polri.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. Menurutnya, aturan itu kini telah tercatat di lembar negara oleh Kemenkumham.
"Betul, sudah keluar Perpol dan sudah tercatat dalam lembar negara oleh Kemenkumham," kata Dedi saat dikonfirmasi, Jumat (3/12/2021).
Dedi menerangkan pengangkatan Novel Baswedan cs kini hanya tinggal menunggu proses sosialisasi bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Proses selanjutnya akan dilaksanakan sosialisasi dan bersama BKN untuk proses kepegawaiannya. Nunggu sosialisasi dan kepegawaian bersama BKN untuk NIP alias Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipilnya," tukas Dedi.
Hapus Budaya Suap dan Korupsi
Setelah dibuka langsung oleh Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Prof. Dr. Suyitno, M.Ag bersama Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumi dan Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Prof. Dr. H. Wawan Wahyuddin, M.Pd, Selasa (6/12) agenda Diklatpimnas II yang digelar di Ledian Hotel, Serang, langsung diisi kegiatan berbagai kajian dalam rangka mencetak pemimpin masa depan yang berasal dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
Hadir sebagai pembicara yakni Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron yang menggembeleng para peserta guna membentuk karakter pemimpin masa depan yang terhindar dari praktik suap dan korupsi.
Hal ini sebagaimana tema yang diusung “Rebranding Kepemimpinan Mahasiswa PTKI: Penguatan Literasi Keagamaan, Moderasi, dan Teknologi di Era Supremasi Digital”.
Nurul Ghufron, mengungkapkan praktik suap menjadi kasus terbanyak yang ditangani lembaga antirasuah saat ini.
Praktik suap ini, dikatakan Ghufron, terjadi di semua lini birokrasi pemerintahan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat. Bahkan praktik ini menjamur ke semua kepentingan.
"Ini menunjukkan dunia ketatanegaraan kita saat ini dipenuhi suap dan suap. Mau menjadi kepala daerah, harus ngasih suap. Jadi Gubernur, ngasih amplop, mau minta perizinan buka usaha juga harus ngasih suap," ujar Ghufron ketika mengisi pembekalan Diklatpimnas II Kementerian Agama, Selasa (7/12/2021).
Ditegaskan Ghufron, perilaku koruptif secara nyata meruntuhkan tujuan negara untuk mengupayakan kadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk mengikis budaya korupsi, maka dibutuhkan integritas dalam diri individu terutama yang memegang kekuasaan.
"Adanya korupsi ini karena ada niat dan kesempatan, selain itu karena pejabat kita kekurangan integritas," tegas Ghufron.
Ghufron menyatakan, hampir di semua jabatan publik kurang memiliki SDM yang berintegritas tinggi.