Eks Pegawai KPK
Sebanyak 44 Orang Terima Tawaran, 12 Eks Pegawai KPK Tolak Jadi ASN Polri, dan Satu Orang Meninggal
Indonesia Memanggil 57 Institute ungkap daftar nama mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak menerima tawaran menjadi ASN Polri.
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Ketua Indonesia Memanggil 57 Institute ( IM 57+), Praswad , mengatakan ada 12 orang eks pegawai KPK yang tak menerima tawaran menjadi ASN Polri.
Di sisi lain, seorang eks pegawai KPK bernama Nanang Priyono telah dinyatakan meninggal dunia.
"Iya, betul. Itu daftar nama teman-teman yang nggak ambil ASN ya," kata Praswad saat dikonfirmasi, Selasa (7/12/2021).
Dalam data yang diterima Tribunnews.com, ada 12 eks pegawai KPK yang tidak menerima tawaran menjadi ASN Polri.
Di antara eks pegawai KPK yang tolak menjadi ASN Polri, yaitu adalah Lakso Anindito dan Rasamala Aritonang.
Lalu, Benydictus Siumlala Martin Sumarno, Tri Artining Putri, Rieswin Rachwell, dan Ita Khoiriah.
Baca juga: Novel Baswedan Enggan Merespons Aturan Mengenai Pengangkatan 57 Mantan Pegawai KPK Menjadi ASN Polri
Baca juga: Sebanyak 57 Eks Pegawai KPK Bakal Diundang Sosialisasi Pengangkatan Jadi ASN Polri Senin (6/12/2021)
Baca juga: Laporan PPATK Terkait Transaksi Mencurigakan Penanganan Pandemi Covid-19, KPK Turun Tangan
Berikutnya, Christie Afriani, Damas Widyatmoko, Wisnu Raditya Ferdian, Rahmat Reza Masri, Arien Winiasih, dan Agtaria.
"Jadi hanya 44 orang yang ambil (tawaran jadi ASN)," tukasnya.
Sebagai informasi, sebanyak 44 orang eks pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bersedia menjadi ASN Polri akan melaksanakan seleksi kompetensi di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Selasa (7/12/2021).
Sementara itu, eks pegawai KPK yang menolak menjadi ASN Polri kini berjumlah 12 orang.
BERITA VIDEO: us Pengangkut Siswa SPN Polda Jambi Ditabrak Truk, 1 Siswa Dikabarkan Tewas
Sementara itu, eks Kepala Bagian Pelayanan Kepegawaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nanang Priyono dinyatakan telah meninggal dunia.
Sebelumnya, Polri menerbitkan aturan mengenai pengangkatan 57 eks pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN Polri.
Hal itu tertuang di dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 15 Tahun 2021.
Adapun aturan itu diterbitkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 29 November 2021.
Isinya berkaitan tentang pengangkatan khusus 57 eks Pegawai KPK menjadi pegawai ASN di lingkungan Polri.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. Menurutnya, aturan itu kini telah tercatat di lembar negara oleh Kemenkumham.
"Betul, sudah keluar Perpol dan sudah tercatat dalam lembar negara oleh Kemenkumham," kata Dedi saat dikonfirmasi, Jumat (3/12/2021).
Dedi menerangkan pengangkatan Novel Baswedan cs kini hanya tinggal menunggu proses sosialisasi bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Proses selanjutnya akan dilaksanakan sosialisasi dan bersama BKN untuk proses kepegawaiannya. Nunggu sosialisasi dan kepegawaian bersama BKN untuk NIP alias Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipilnya," tukas Dedi.
Hapus Budaya Suap dan Korupsi
Setelah dibuka langsung oleh Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Prof. Dr. Suyitno, M.Ag bersama Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumi dan Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Prof. Dr. H. Wawan Wahyuddin, M.Pd, Selasa (6/12) agenda Diklatpimnas II yang digelar di Ledian Hotel, Serang, langsung diisi kegiatan berbagai kajian dalam rangka mencetak pemimpin masa depan yang berasal dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
Hadir sebagai pembicara yakni Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron yang menggembeleng para peserta guna membentuk karakter pemimpin masa depan yang terhindar dari praktik suap dan korupsi.
Hal ini sebagaimana tema yang diusung “Rebranding Kepemimpinan Mahasiswa PTKI: Penguatan Literasi Keagamaan, Moderasi, dan Teknologi di Era Supremasi Digital”.
Nurul Ghufron, mengungkapkan praktik suap menjadi kasus terbanyak yang ditangani lembaga antirasuah saat ini.
Praktik suap ini, dikatakan Ghufron, terjadi di semua lini birokrasi pemerintahan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat. Bahkan praktik ini menjamur ke semua kepentingan.
"Ini menunjukkan dunia ketatanegaraan kita saat ini dipenuhi suap dan suap. Mau menjadi kepala daerah, harus ngasih suap. Jadi Gubernur, ngasih amplop, mau minta perizinan buka usaha juga harus ngasih suap," ujar Ghufron ketika mengisi pembekalan Diklatpimnas II Kementerian Agama, Selasa (7/12/2021).
Ditegaskan Ghufron, perilaku koruptif secara nyata meruntuhkan tujuan negara untuk mengupayakan kadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk mengikis budaya korupsi, maka dibutuhkan integritas dalam diri individu terutama yang memegang kekuasaan.
"Adanya korupsi ini karena ada niat dan kesempatan, selain itu karena pejabat kita kekurangan integritas," tegas Ghufron.
Ghufron menyatakan, hampir di semua jabatan publik kurang memiliki SDM yang berintegritas tinggi.
Itu terlihat dari cara mereka mendapatkan posisi yang berorientasi pada keuntungan.
"Ketika seseorang itu membeli sebuah jabatan, ketika dia duduk, dia akan berupaya mengembalikan modal. Dan itu hampir terjadi di semua jabatan publik. Jabatan publik kita diisi orang yang rata-rata ketika duduk tidak memiliki integritas. Maka jangan berharap akan muncul integritas," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Diklatpimnas akan berlangsung seminggu, 6-12 Desember 2021.
Adapun narasumber terkonfirmasi pada diklat ini diantaranya adalah Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pacasila (BPIP) Yudian Wahyudi, Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, dan Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah.