Dewas KPK Belum Temukan Bukti Dugaan Pelanggaran Etik yang Dilakukan Wakil Ketua KPK

Dewan Pengawas KPK tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK.

Editor: Ign Prayoga
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatarongan Panggabean (tengah) saat pemaparan hasil kinerja KPK selama 2021 di Kantor Dewas KPK C1, Jakarta Selatan, Selasa (18/1/2022). 

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG -- Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerjunkan tim ke Medan, Sumatera Utara, untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran etik.

Pelanggaran etik tersebut diduga dilakukan oleh Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar.

Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, pihaknya tengah melakukan penyelidikan terkait dengan pengaduan tersebut.

Pengerahan tim ke Medan dilakukan guna mengungkap bukti dari pengaduan itu.

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan, beberapa waktu lalu Dewas KPK kembali menerima aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar.

"Memang ada satu laporan lagi tentang beliau (Lili Pintauli Siregar--Red) yang disampaikan oleh.... ya kami terima juga lah dan itu sedang kami lakukan penyelidikan," kata Tumpak saat konferensi pers di Kantor C1 Dewas KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (18/1/2022).

"Kami sudah berangkat ke Medan dan lain sebagainya, kami belum juga menemukan bukti tentang adanya perbuatan itu," kata Tumpak.

Tumpak tidak menjelaskan secara detail pengaduan dan pihak yang melayangkan aduan terhadap Lili Pintauli Siregar.

Baca juga: Penusuk Anggota TNI di Penjaringan Kini Jadi Buronan Polisi, Ini Ciri-ciri Tersangka

Terpenting kata dia, jika nantinya tim sudah menemukan titik terang terkait bukti tersebut, Dewas KPK akan menyampaikannya secara resmi. "Nanti pada saatnya tentu akan kami sampaikan," katanya.

Beberapa bulan lalu, Dewas KPK telah menyatakan Lili Pintauli bersalah melanggar kode etik karena menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak berperkara.

Mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.

Dewas menyatakan Lili terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK menekan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai Muhamad Syahrial.

Baca juga: 5 Kelas di SMPN 2 Kosambi Rusak dan Tidak ada Meja Kursi, Jangan Paksakan Daya Tampung Siswa

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewan Pengawas KPK menindaklanjuti laporan mantan penyidik KPK, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata, terkait dugaan pelanggaran kode etik Lili Pintauli Siregar.

"Atas laporan tersebut, ICW memandang Dewan Pengawas harus menggelar persidangan dan mengagendakan pemanggilan terhadap Lili," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Sabtu (23/10/2021).

Dugaan pelanggaran etik yang dimaksud adalah pertemuan antara Lili dengan kandidat bupati Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Menurut Kurnia, jika dugaan itu benar, maka Lili Pintauli tersebut melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pasal 4 ayat (2) huruf a, Pasal 4 ayat (2) huruf b, Pasal 7 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020.

"ICW dan masyarakat tentu tidak berharap ketika nantinya perbuatan Lili terbukti melanggar kode etik, Dewan Pengawas hanya menjatuhkan sanksi berupa pemotongan gaji," katanya.

Baca juga: Drama Korea Show Window: The Queens House Kembali Pecahkan Rekor Rating Drama Channel A

Kurnia menilai, hukuman yang pantas dijatuhkan terhadap Lili adalah sanksi berat dengan jenis hukuman rekomendasi agar ia mengundurkan sebagai Komisioner KPK.

"Bagi ICW, KPK sudah keropos dan runtuh akibat perilaku dari komisionernya sendiri," kata dia.

Sebelumnya, Dewas KPK mengaku telah menerima laporan terkait dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua Lili Pintauli Siregar.

Akan tetapi, anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyebut, aduan yang diberikan Novel Baswedan dan Rizka Anungnata masih sumir.

Hal tersebut membuat Dewan Pengawas KPK tidak akan menindaklanjuti laporan itu.

"Semua laporan pengaduan dugaan pelanggaran etik yang masih sumir, tentu tidak akan ditindaklanjuti oleh Dewas," kata Haris saat dikonfirmasi, Jumat (22/10/2021).

Haris mengatakan, dalam laporan Novel dan Rizka, tidak dijelaskan perbuatan Lili Pintauli Siregar yang mengarah pada dugaan pelanggaran etik.

Setiap laporan pengaduan dugaan pelanggaran etik oleh insan KPK, lanjut Haris, harus menjelaskan fakta perbuatannya, kapan dilakukan, siapa saksinya, dan bukti-bukti awalnya.

Baca juga: Oki Setiana Dewi Pastikan Ria Ricis dan Teuku Ryan Tidak Menunda Punya Momongan

"Jika diadukan bahwa LPS (Lili Pintauli Siregar) berkomunikasi dengan kontestan Pilkada 2020 di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), ya harus jelas apa isi komunikasi yang diduga melanggar etik tersebut," urai Haris.

Novel dan Rizka melaporkan Lili atas dugaan pelanggaran kode etik karena telah berkomunikasi dengan kontestan Kabupaten Labuhanbatu Utara, Darno.

“LPS sebagai terlapor selain terlibat dalam pengurusan perkara Tanjungbalai, juga terlibat dalam beberapa perkara lainnya, yaitu terkait dengan perkara Labuhanbatu Utara yang saat itu juga kami tangani selaku penyidiknya,” kata Novel dan Rizka dalam suratnya, Kamis (21/10/2021).

Darno diduga meminta Lili mempercepat penahanan Bupati Labura Khairuddin Syah, yang saat itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Khairuddin, dalam pernyataannya, pernah mengaku bahwa ia memiliki bukti-bukti pertemuan antara Lili dan Darno.

Dalam sidang etik Dewas KPK sebelumnya, pelapor telah diminta melengkapi bukti-bukti yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran Lili dalam perkara Labura.

Saksi menyerahkan beberapa bukti pendukung kepada Sekretariat Dewas dan telah mendapatkan tanda terima pada 12 Agustus 2021.

Namun dalam Putusan Dewas Nomor 5/Dewas/Etik/07/2021 tertarihk 30 Agustus 2021, pelapor melihat tidak ada fakta pemeriksaan klarifikasi atau fakta persidangan etik perihal Lili dalam di perkara Labura.

Karenanya, pelapor menyampaikan pengaduan ini kepada Dewas Pengawas KPK.

“Selanjutnya kami mempercayakan kepada Dewas KPK untuk proses-proses selanjutnya demi kepentingan keberlangsungan dan keberlanjutan Komisi Pemberantasan Korupsi, integritas organisasi KPK, dan Gerakan Pemberantasan Korupsi,” kata Novel Baswedan. (*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved