Spanduk Luhut Capres 2026 Melanggar Perda, Satpol PP Lakukan Tindakan Ini

Spanduk dukungan kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, untuk jadi menjadi capres 2026, muncul di jalanan.

Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
Tribun Jakarta
Spanduk dukungan Luhut Binsar Pandjaitan menjadi Calon Presiden 2026 yang terbentang di Pulogadung, Senin (14/3/2022). 

TRIBUNTANGERANG.COM, PULOGADUNG -- Dukungan menjadi calon presiden 2026 kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, muncul dalam bentuk spanduk yang dipasang di jembatan penyeberangan orang di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.

Spanduk berwarna cokelat dan kuning itu memuat foto Luhut disertai kalimat dukungan untuk Luhut menjadi capres 2026. Pada bagian bawah spanduk tertera tulisan Aliansi Pendukung Luhut (APL).

Namun, spanduk berisi dukungan tersebut telah dicopot oleh pihak Satpol PP Jakarta Timur.

Kepala Satpol PP Jakarta Timur Budhy Novian menjelaskan, spanduk dukungan Luhut capres 2026 dicopot karena melanggar Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang penertiban umum.

Baca juga: Jokowi dan Pembalap MotoGP Bakal Riding Bareng, Penutupan Jalan Belum Ditentukan

"Sudah dicopot karena memang melanggar Perda 8 Tahun 2007," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Senin.

Budhy menjelaskan, pemasangan spanduk harus mendapat izin.

Pantauan Tribun Jakarta ada dua spanduk dukungan untuk Luhut di JPO depan Halte Ibnu Chaldun, Jalan Pemuda, Rawamangun.

Seorang warga, Yadi memperkirakan, spanduk itu baru dipasang karena hari sebelumnya belum ada.

"Sepertinya baru, karena kemarin saya lihat belum ada ini. Kalau yang masang siapa saya enggak tahu, tapi sepertinya bukan warga sini," kata Yadi, Sabtu (12/3/2022).

Baca juga: Perjanjian Pengendara Moge Maut dan Keluarga Korban, Dua Poin Terakhir Terkesan Arogan

Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengajak semua pembantu Jokowi tak berbeda pendapat dari Presiden, terkait isu penundaan Pemilu 2024.

Hasto mengatakan, big data seharusnya dipakai untuk persoalan yang mendesak. Yakni, persoalan kerakyatan, misalnya minyak goreng langka dan kenaikan harga kebutuhan pokok.

Hal itu dikatakan Hasto terkait pernyataan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengklaim punya big data pemilih Indonesia ingin Pemilu 2024 ditunda.

“Menurut saya Pak Luhut harus melakukan klarifikasi, beliau berbicara dalam kapasitas apa? Kalau berbicara politik, hukum, dan keamanan itu kan ranah Menkopolhukam," kata Hasto.

Baca juga: Presiden RI Joko Widodo Terima Tanah dan Air Banten dari Andika Hazrumy

"Kalau berbicara politik demokrasi, tatanan pemerintahan, itu Mendagri,” imbuhnya.

“Beliau harus mempertanggungjawabkan pernyataan itu secara akademis, agar ini tidak membelah, karena menjadi seorang pembantu Presiden itu harus fokus pada tugasnya, sesuai mandat yang diberikan," ujar dia.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved