Struktur Patriarki Dianggap Mempersulit Perempuan untuk Terjun ke Politik
Gelar Pelantikan dan Rapat Kerja, KPPI Dorong Pencapaian Target Perempuan ke Parlemen
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Sampai saat ini, representasi perempuan di DPR RI masih sekitar 20,9 persen.
Diah Pitaloka selaku Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI) mengatakan, perlu kerja keras baik KPPRI maupun KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia) agar mampu meningkatkan representasi perempuan dengan kuota minimal 30 persen di DPR RI.
Hal ini agar mampu merepresentasikan kepentingan politik perempuan.
“Menuju pemilu 2024, agenda-agenda untuk ke sana sudah mulai dilakukan. Pembentukan KPU dan Bawaslu yang memberikan kuota terhadap anggota perempuan diharapkan juga meningkatkan partisipasi pemilu perempuan nantinya lebih tinggi,” ungkap Diah dalam Pelantikan Dewan Pengurus Pusat Periode 2021-2026 belum lama ini.
Baca juga: Wahidin Halim Sebut Pemberhentian Sekda Banten Jangan Jadikan Komoditas Politik
Dia mengungkapkan bahwa KPPRI bekerja melalui parlemen dan memperjuangkan legislasi untuk perempuan.
Sementara bagi KPPI diharapkan mampu bergerak dari akar rumput sehingga kekuatan perempuan terkonsolidasi menjadi kekuatan politik perempuan dalam bidang pendidikan, ekonomi hingga sosial sehingga dan mampu menyuarakan keadilan gender bagi perempuan.
“Perempuan jangan hanya memenuhi kuota saja, tetapi juga harus berkontribusi dari bawah sehingga mampu menjadi satu kekuatan," kata Diah.
"KPPI harus menjadi wadah dan tempat konsolidasi mengangkat isu-isu perempuan dan kaum rentan. Isu perempuan harus jadi isu sentral dari banyak narasi di pemilu kita nantinya,” pungkasnya.
Baca juga: Pengamat Komunikasi Politik Perkirakan Perolehan Suara PDIP di Jawa Barat akan Merosot
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati yang dalam sambutannya diwakili oleh Lenny Rosalin Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA RI mengatakan, perjuangan perempuan memiliki hak dalam politik merupakan sejarah panjang bahkan sebelum Indonesia merdeka.
"Dimulai dari Kongres Perempuan ketiga dan keempat hingga akhirnya saat Indonesia merdeka, pada UUD 1945 pertama kali disebutkan bahwa semua warga negara berkedudukan sama di depan hukum,” tegasnya.
Lenny juga menambahkan bahwa berbicara tentang perempuan tidak akan pernah terlepas dari isu gender hal ini juga termasuk di dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) pada tujuan kelima yakni keseteraan gender.
Selain itu, tambah Lenny, UN Women juga mengungkapkan bahwa kepemimpinan perempuan meningkatkan kemampuan ekonomi serta ketahanan negara.
Baca juga: Kini Jadi Ketum PSI, Curhat Istri Giring Ganesha: Takut Suami Berpolitik, Momen Paling Deg-degan
“Struktur patriarki masih menempatkan perempuan di bawah laki-laki, contohnya perlu izin suami saat akan mencalonkan pemilu hingga lingkungan domestik perempuan yang kadang masih mempersulit perempuan untuk terjun ke politik, untuk itu sangat penting membiasakan masyarakat untuk merasakan dan melibatkan perempuan sehingga dalam setiap momen pengambilan keputusan, kuantitas dan kualitas perlu diitingkatkan pada representasi perempuan,” ujarnya.
Namun, menurut I Gusti Ayu, saat ini perempuan sudah mulai berani bicara, sudah masuk BPDes, dimana selama ini tidak pernah ada perempuan di sana.
"Peningkatan perempuan di desa, mulai dari tingkat akar rumput harus terus didorong sehingga terwujud kualitas dan kuantitas perempuan di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
“Kita harus bangga dengan itu, kita harus mampu terus berpolitik yang beradab dengan terus menjunjung tinggi persatuan dan perdamaian demi bangsa dan negara,” tegas Ketua Presidium KPPI tahun 2021-2022, Kanti W. (*)
