Baku Tembak di Rumah Jenderal
Anggap Sebagai Firasat, Orangtua Korban Baku Tembak Merinding saat Ziarah ke Makam Keluarga
Samuel Hutabarat, ayah Brigadir Yosua, tak menyangka putranya meninggal dunia dalam baku tembak di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo
Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNTANGERANG.COM, JAMBI -- Baku tembak antara dua polisi terjadi di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo. Baku tembak ini menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat, anggota Polri asal Jambi.
Samuel Hutabarat, ayahanda Brigadir Yosua, tak menyangka jika putranya akan meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan. Samuel menuturkan firasat tak enak yang dialaminya ia rasakan saat berziarah ke makam keluarga di Padang Sidimpuan, Sumatera Utara, akhir pekan lalu.
"Saat saya ziarah saya merasa merinding. Tapi saya anggap itu hal biasa, tapi setelah masuk mobil merinding lagi. Pertanda apa ini," katanya dalam bahasa Batak Toba dilansir dari Tribun jambi.
Saat jenazah Yosua tiba di bandara Jambi pada Sabtu (9/7/2022), Samuel belum tiba di Jambi. Pihak keluarga menyatakan pada tubuh Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat ada empat luka tembak dan luka sayatan di wajah.
Baca juga: Polri Ungkap Kronologi Baku Tembak di Rumah Kadiv Propam, Diduga Korban Lebih Dulu Cabut Senjata
Mabes Polri menyatakan, baku tembak terjadi antara Brigadir Yosua dan Bharada E. Musababnya, Yosua melakukan pelecehan dan menodongkan senjata api ke istri Irjen Ferdy Sambo.
Dikutip dari Tribunnews, Kepala Biro Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan Brigpol Yosua ditembak lantaran diduga melakukan pelecehan seksual dan menodongkan pistol kepada istri Irjen Ferdy Sambo.
"Yang jelas gini, benar melakukan pelecehan dan menodongkan pistol ke kepala istri Kadiv Propam, itu benar," kata Ramadhan, Senin (11/7/2022).
Tindakan Yosua membuat istri Ferdy Sambo berteriak hingga didengar Bharada E.
Bharada E kemudian mendatangi asal teriakan dan menghardik Yosua.
Hardikan Bharada E direspons oleh Brigadir Y dengan melepaskan tembakan ke arah Bharada E.
Hingga terjadi baku tembak antara Bharada E dan Brigadir Yosua.
Pada saat kejadian, Ferdy Sambo tidak berada di kediaman. Dia sedang melakukan tes PCR.
"Jadi waktu kejadian penembakan tersebut Pak Sambo, tidak ada di rumah karena sedang PCR test," ujar Ramadhan.
Ferdy Sambo baru mengetahui peristiwa penembakan itu ketika ditelepon istrinya. "Setelah kejadian, Ibu Sambo menelepon Pak Kadiv Propam kemudian datang," kata Ramadhan.
"Pak Kadiv Propam kemudian menelepon Polres Jaksel dan Polres Jaksel melakukan olah TKP di rumah beliau," jelas Ramadhan.
Penembakan yang dilakukan Bharada E sehingga menewaskan Brigadir Yosua adalah bentuk perlindungan terhadap istri dari Ferdy Sambo.
Selain melindungi istri atasannya itu, penembakan itu juga bentuk perlindungan terhadap dirinya.
"Karena posisinya ya siapapun yang mendapat ancaman seperti itu pasti akan melakukan pembelaan gitu, jadi bukannya melakukan perbuatan karena motif lain, motifnya adalah membela diri dan membela ibu (istri Ferdy Sambo)," kata Ramadhan.
Ramadhan mengungkapkan, Brigadir Yosua mengeluarkan tujuh kali tembakan sedangkan Bharada E melesatkan lima tembakan.
Namun, meski Bharada E menembakan lima peluru, Ramadhan mengungkapkan luka tembakan yang berada di tubuh Brigadir Yosua berjumlah tujuh luka.
"Walaupun lima tembakan ada satu tembakan yang mengenai tangan kemudian tembus ke badan, jadi kalau dibilang ada tujuh lubang tapi lima tembakan itu ada satu tembakan yang mengenai dua bagian tubuh termasuk luka sayatan itu," ujar Ramadhan.
Hanya saja, Bharada E justru tidak menderita luka apapun dalam insiden itu.
Sementara itu, Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait insiden yang tewaskan ajudan Ferdy Sambo ini.
Dikutip dari Tribunnews, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menganggap kasus ini harus diselidiki secara transparan.
Lantaran, menurutnya, kasus penembakan ini ada motif lain.
"Hal ini untuk mengungkap apakah meninggalnya korban penembakan terkait adanya ancaman bahaya terhadap Kadivpropam Irjen Ferdy Sambo atau adanya motif lain," ujarnya Senin (11/7/2022).
Sugeng juga meminta Kapolri menonaktifkan Ferdy Sambo sebagai Kadivpropam untuk kepentingan penyelidikan.
"Irjen Ferdy Sambo adalah saksi kunci peristiwa yang menewaskan ajudannya tersebut. Hal tersebut agar diperoleh kejelasan motif dari pelaku membunuh sesama anggota Polri," jelas Sugeng.
Sugeng juga menganggap tewasnya Brigadir Yosua belum jelas statusnya apakah sebagai korban atau pihak yang menimbulkan bahaya.
"Locus delicti terjadi di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Karena itu agar tidak terjadi distorsi penyelidikan maka harus dilakukan oleh Tim Pencari Fakta yang dibentuk atas perintah Kapolri bukan oleh Propam," tegasnya.
Sehingga, menurut Sugeng, pengungkapan kasus ini menjadi lebih terang benderang.
Sugeng menganggap hal yang dikatakannya perlu dilakukan lantaran peristiwa penembakan ini begitu langka dan terjadi di sekitar perwira tinggi Polri.
Selain itu, Sugeng juga merasa aneh atas adanya luka sayatan yang ditemukan di tubuh Brigadir Yosua selain tembakan. (*)
Sumber: Tribunnews.com