Anggota DPRD Indramayu Baru Tahu Ada Warga Patrol yang 15 Tahun Menderita Penyakit Langka
Seorang wanita warga Indramayu, Jawa Barat, menderita penyakit langka. Dia berusia 15 tahun dan bobotnya hanya 10 kg.
Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNTANGERANG.COM, INDRAMAYU - Seorang perempuan warga Indramayu, Jawa Barat, menderita penyakit langka. Wanita tersebut adalah Lissa Amelia Safitri (15), putri bungsu pasangan Nurakhmat-Turinih.
Lissa yang kini berusia 15 tahun, bobot tubuhnya hanya 10 kg. Lissa sulit menggerakkan anggota tubuhnya. Dia bergerak jika dibantu ayah atau ibunya.
Kondisi ini berawal ketika Lissa berusia 18 bulan. Lissa sakit berkepanjangan hingga pertumbuhannya tidak normal.
Nurakhmat dan Turinih tidak tahu persis penyakit yang diderita putrinya. Faktanya, selama bertahun-tahun pertumbuhan Lissa terganggu hingga kini di usia 15 tahun, Lissa hanya berbobot 10 kg.
Nurakhmat dan keluarganya tinggal di Desa Sukahaji, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu.
Desa Sukajadi terletak di kawasan pantura. Letaknya sekitar 45 km di sebelah barat pusat pemerintahan Kabupaten Indramayu.
Aparat desa setempat mengetahui kondisi Lissa. Pihak puskesmas sudah beberapa kali datang untuk mengecek kesehatan Lissa.
Sedangkan DPRD Kabupaten Indramayu yang merupakan sekumpulan wakil rakyat, baru tahu kondisi yang dialami Lissa.
Dihubungi melalui telepon, anggota DPRD Indramayu, M Alam Sukmajaya, mengaku baru tahu keadaan Lissa dari laporan masyarakat.
Alam mengaku sangat prihatin atas kondisi Lissa. Dia bilang akan secepatnya menjenguk Lissa.
Baca juga: Indonesia Kekurangan Dokter Gigi

Penyakit langka dialami Lissa Amelia Safitri (15), putri bungsu pasangan Nurakhmat-Turinih warga Desa Sukahaji, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu.
Lissa bergerak lewat bantuan Nurakhmat (53) dan Turinih (47) yang bergantian menggendongnya
"Sekarang kondisinya seperti ini. Enggak bisa apa-apa," ujar Nurakhmat saat ditemui Tribun, Selasa (8/11/2022).
Kemuraman terlihat di wajah Nurakhmat. Sambil memegang botol susu, Nurakhmat menggendong Lissa.
Nurakhmat mengaku tak tahu pasti apa yang sesungguhnya yang terjadi pada putrinya.
Kondisi itu terjadi sejak Lissa berusia 18 bulan. Saat itu, Lissa mengalami sakit berkepanjangan.
Sekalipun sudah dibawa berobat ke berbagai tempat, Lissa tak membaik. Sejak itu, pertumbuhan badan Lissa terganggu.
Nurakhmat dan Turinih tak lelah berikhtiar.
Demi kesembuhan Lissa, ujar Nurakhmat, mereka mendatangi banyak rumah sakit di Indramayu, Cirebon, Bandung, dan Bekasi.
Mereka tak peduli meski untuk itu harus kehilangan berbagai barang berharga. Mobil pun mereka jual untuk membiayai pengobatan Lissa.
Namun kondisi Lissa justru semakin memburuk hingga kekurangan gizi karena sulit makan.
"Kalau makan cuma masuk susu dan bubur saja. Kalau dulu bahkan benar-benar cuma masuk bubur saja," ujar Nurakhmat.
Keadaan mulai berubah dalam dua tahun terakhir. Karena sudah tak memiliki harta yang bisa dijual, Nurakhmat berhenti membawa Lissa ke rumah sakit.
"Sekarang sudah tidak punya apa-apa lagi," ujar Nurakhmat.
Hingga menginjak usia 15 tahun, Lissa belum bisa bicara. Dia hanya bisa menangis. Itu pun lirih, hampir tak terdengar.
Nurakhmat mengaku rela melakukan apa saja demi bisa melihat Lissa pulih dan tumbuh seperti anak-anak lainnya.
Setidaknya, kata Nurakhmat, dia bisa melanjutkan pengobatan putrinya agar kondisinya tak terus memburuk.
"Kalau saja kulit dan daging saya bisa saya jual, pasti sudah saya jual untuk biaya pengobatan Lissa," ujarnya.
"Mohon tolong anak kami. Kami hanya berharap anak kami bisa sembuh," ujar Nurakhmat.
Aparat desa setempat mengetahui kondisi Lissa dan sudah mengambil tindakan. "Kami berkoordinasi dengan puskesmas untuk melakukan pelayanan dokter masuk rumah ke kediaman Pak Nurakhmat," ujar Suratno, petugas Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) Desa Sukahaji yang menjenguk Lissa pada Selasa siang.
Pihak puskesmas sudah beberapa kali datang untuk mengecek perkembangan kesehatan Lissa.
Puskesos, ungkap Suratno, juga terus mengupayakan pemenuhan kebutuhan Lissa, termasuk untuk pengobatan lanjutan.
Salah satunya adalah dengan mengupayakan agar Lissa bisa secepatnya terdaftar dalam BPJS Kesehatan.
Suratno menjelaskan, selama ini orangtua Lissa selalu menggunakan jalur mandiri karena mereka tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.
"Kami juga akan secepatnya mengupayakan keluarga ini masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS. Insya Allah tanggal 25 November dibuka pendaftaran DTKS, insya Allah pasti bakal kami upayakan agar terdaftar," ujar Suratno seraya menyebut bahwa para relawan dari Jabar Bergerak dan Dompet Dhuafa juga sudah datang melihat langsung kondisi Lissa.
Sumber: TribunCirebon.com