Larangan Jual Rokok Ketengan

Pro Kontra Larangan Jual Rokok Ketengan, Ini Kata Warga dan Komnas Pengendalian Tembakau

Rencana pemerintah menyetop penjualan rokok ketengan disambut pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Ign Agung Nugroho
Tribun Tangerang/Nuri Yatul Hikmah
Rencana pemerintah menyetop penjualan rokok ketengan disambut pro dan kontra di kalangan masyarakat. 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah menyetop penjualan rokok ketengan disambut pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Salah satu penjual rokok ketengan di wilayah Jakarta Pusat, Adi (22), mengaku keberatan dengan wacana tersebut.

Pasalnya, ia memastikan aturan itu akan membuat penghasilannya meredup lantaran keuntungan yang diperolehnya dari penjualan rokok bungkusan, jauh lebih sedikit dari rokok ketengan.

"Ya, keberatan sih. Kan kami untungnya dari rokok ketengan, kalau bungkusan jauh lebih sedikit," ujar Adi saat ditemui di warungnya, kawasan Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2023).

 

 

Adi menambahkan, belum sampai hal itu diterapkan, ia sudah merasakan kenaikan harga yang signifikan.

Pasalnya, harga rokok kini melambung tinggi hingga mencapai Rp 38.000 per-satu bungkusnya.

Sementara, modal yang ia keluarkan untuk menjual satu bungkus adalah Rp 33.000.

"Ya, sekarang rokok juga udah mahal banget, keberatan sih saya," kata dia.

Hal yang sama juga disampaikan Akbar (25), seorang perokok aktif selama 10 tahun. 

Akbar mengakui, dirinya memang tak bisa lepas dari rokok, sehingga ia merasa keberatan apabila harus selalu membeli rokok dalam satu bungkus.

"Gimana ya, kalau bagi saya sih kurang setuju, karena jadi sulit. Saya ngerokok udah lama soalnya, dari masih sekolah," ujar Akbar di Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat. 

Akbar berharap, pemerintah bisa memperbolehkan warung-warung kelontong untuk tetap menyediakan rokok ketengan.

Berbeda dengan Rumondang (23), perokok pasif ini mengaku setuju dengan rencana pemerintah yang hendak menghentikan penjualan rokok batangan. 

Pasalnya, ia kerap merasa terganggu dengan asap para perokok yang kerap berada di sekelilingnya.

"Bagus ya, biar orang-orang juga berkurang membeli rokok, juga mengurangi intensitas merokok," ujar Rumondang saat ditemui di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2023).

"Terganggu juga, karena kalau ada di tongkrongan, kami yang enggak merokok malah jadi geser," imbuhnya.

Rumondang berujar, meski tujuannya untuk mengentaskan kemiskinan, namun ia tak optimis upaya tersebut akan bisa berjalan efektif.

Pasalnya, jika rokok batangan dilarang, para perokok pasti tak akan habis akal.

Mereka bisa saja para tetap membeli rokok, namun dalam satu bungkus.

Sementara itu, Risky Kusuma selaku Kepala Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia, mengaku mendukung kebijakan pemerintah untuk melarang penjualan rokok ketengan

Menurutnya, kebijakan tersebut dapat membantu mengentaskan kemiskinan dan mencegah anak sekolah dari kecanduan.

"Kami mendukung kebijakan Presiden yang akan melarang rokok ketengan, kami berharap itu tidak hanya PHP, karena persoalan rokok yang dijual ketengan udah menjadi persoalan sosial ekonomi yang harus dijawab dengan kebijakan konkret," ujar Risky dalam konferensi pers daring bersama Komnas Pengendalian Tembakau, Jumat (3/2/2023).

Kendati begitu, ada beberapa catatan yang dibubuhkan Risky dalam pemaparannya.

Menurutnya, pemerintah harus melarang penjualan rokok secara ketengan termasuk adanya iklan, promosi, dan sponsor terkait rokok.

Selain itu, pembatasan rokok juga dianggap bisa mengurangi dampak buruk bagi kesehatan yang ditimbulkan dari merokok.

"Pemerintah mengembangkan upaya restriksi penjualan rokok seperti zonasi area bebas penjualan rokok sekitar lokasi sekolah," kata dia.

Risky juga menyarankan, ketika membeli rokok, harus ada prosedur pembeliannya, seperti harus menunjukkan KTP.

Hal itu menurutnya dapat membantu membatasi akses anak-anak yang membeli rokok.

Untuk informasi, sebelumnya Presiden Joko Widodo berencana melarang penjualan rokok batangan pada peraturan pemerintah yang akan disusun pada 2023.

Rencana itu termaktub dari salinan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.

Dalam beleid itu, pemerintah berencana menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Rancangan tersebut diketahui merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP)
nomor 109 tahun 2012. (m40)

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved