Sejarah Jakarta
Sejarah Jakarta, Cengkareng yang sudah ada Sejak Hindia Belanda, Sempat masuk Wilayah Tangerang
Sejarah Jakarta, Kawasan Cengkareng yang sudah ada sejak Hindia Belanda yang awalnya dihuni orang-orang Ciampea
Penulis: Desy Selviany | Editor: Lilis Setyaningsih
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Cengkareng sering dikaitkan dengan lokasi Bandara Soekarno Hatta. Bahkan sebelum dinamai tokoh proklamator Soekarno Hatta, bandar internasional ini disebut Bandara Udara Cengkareng Jakarta.
Padahal secara administratif, Bandara Soekarno Hatta terletak di Benda Kota Tangerang, dan Kosambi Kabupaten Tangerang.
Cengkareng sendiri masuk wilayah Jakarta Barat.
Cengkareng salah satu kecamatan di ujung Barat Jakarta.
Kawasan Cengkareng juga memiliki sejarah Jakarta yang panjang sejak era penjajahan Hindia Belanda.
Diketahui pada Sejarah Cengkareng, awalnya masuk ke dalam wilayah Tangerang. Pada 28 Desember 1974, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1974, yang mengatur perubahan batas wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Antara lain memperluas wilayah dan mengambil beberapa desa yang terletak di perbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta, termasuk beberapa desa di wilayah Kabupaten Tangerang.
Desa-desa yang diserap menjadi bagian kecamatan Cengkareng antara lain Rawa Buaya dan Duri Kosambi.
Desa-desa tersebut masuk ke dalam kecamatan Cengkareng.
Tetapi, PP Nomor 60 Tahun 1990 mengatur pembentukan kecamatan baru di wilayah DKI Jakarta.
Akibatnya, bagian barat kecamatan Cengkareng dimekarkan menjadi kecamatan baru, yaitu Kecamatan Kalideres.
Baca juga: Sejarah Jakarta, Lebak Bulus dulu Lembah Berlumpur yang Dihuni Kura-kura, kini Mentereng dengan MRT
Namun dalam sejarah Cengkareng, asal usul nama ini sudah ada sejak era Hindia Belanda menduduki Batavia.
Perkampungan Cengkareng awalnya dihuni dan diberi nama oleh orang-orang Ciampea yang bermigrasi dari hulu sungai Tjisadane ke hilir sungai Tangerang.
Nama awalnya, ditulis oleh orang Eropa/Belanda dengan (coding) Tjankarang, lalu bergeser menjadi Tjankareng dan akhirnya ditulis menjadi Tjengkareng.
Padahal dari dulunya sudah disebut oleh orang-orang Tjiampea dengan lafal Tjengkareng.
Awalnya orang-orang Eropa atau Belanda mulai memasuki daerah aliran sungai Tangerang tahun 1674. Tentu saja belum ada pemukiman di area Cengkareng yang sekarang.
Sebab area tersebut masih wilayah rawa-rawa dan hutan-hutan lebat. Dari Batavia menuju daerah aliran sungai Tangerang masih melalui laut dengan pintu masuk (gate) di kampong Moeara (de Qual).
Muara sungai Tangerang ini saat itu masih berada di Teluknaga yang sekarang Kampung Muara adalah pelabuhan (tempat transaksi) para pedagang yang datang dari lautan dan para pedagangan yang datang dari pedalaman,
Kampung terdekat dari muara adalah kampung Babakan (di tengah kota Tangerang yang sekarang). Kampung Babakan adalah kampung yang terbilang kering sepanjang tahun.
Kemudian pedagang-pedagang Tjiampea diduga telah menjadikan sisi utara kanal Mookervaart sebagai homebase baru dalam perdagangan antara Batavia dengan simpul-simpul perdagangan di hulu sungai Tangerang/sungai Tjisadane.
Homebase itu kemudian dikenal dengan nama kampong Tjangkarang.
Dalam perkembangannya, sesuai lidah orang-orang Eropa/Belanda, nama Tjangkarang bergeser yang ditulis dengan Tjengkareng.
Baca juga: Sejarah Jakarta, Palmerah Hunian sejak Zaman Hindia Belanda, ada Jejak Vila di Polsek Palmerah
Land Tjengkareng berada di sisi utara kanal Mookervaart.
Kampung pertama yang terbentuk sebelum dijadikannya land adalah kampong Tjangkarang. Kampung ini sudah lama diokupasi oleh orang-orang Tjiampea untuk usaha pertanian seperti pertanian ladang dan pertanian sawah.
Kampung Tjangkarang ini awalnya dirintis oleh para pedagang-pedagang yang berasal dari Tjiampea yang melakukan transaksi dagang di Batavia.
Setelah munculnya kampong Tjangkarang secara perlahan bermunculan kampung-kampung baru di sekitar kampung Tjangkarang.
Pada paruh kedua abad 18, David Johan Smith, seorang pejabat tinggi VOC di Batavia menjadi pemilik tanah Cengkareng.
Dulunya terdapat rumah peristirahatan bertingkat dua bergaya Indis yang dikenal dengan istilah Landhuis Tjengkareng.
Sayangnya, rumah tersebut menjadi korban revolusi dan terbakar pada September 1945.
Kemudian di awal era pemerintahan Presiden Soeharto dicari wilayah yang cocok dibangun sebuah bandara untuk Ibu Kota Negara.
Sebab, Bandara Kemayoran dinilai sudah terlalu sempit dan tidak bisa lagi diperluas.
Pada akhir Maret 1975, telah disepakati untuk rencana pembangunan 3 landasan pacu, jalan aspal, 3 bangunan terminal internasional, 3 terminal domestik dan 1 terminal Haji di Bandara Soekarno-Hatta.
Pembangunan diawali dengan pembukaan lahan dan pengaturan perbatasan provinsi.
Baca juga: Sejarah Jakarta, Kampung Rawa Buaya yang Dulunya Dipercaya Sebagai Tempat Berkumpulnya Buaya
Bandara Internasional Soekarno-Hatta pertama kali dioperasikan pada tahun 1985 untuk menggantikan fungsi dari Bandara Kemayoran dan Bandara Halim Perdanakusuma.
Ketika pembangunan bandara untuk pengganti bandara Kemayoran, bandara ini disalahartikan dengan menyebut bandara Cengkareng.
Padahal secara administratif tempat dimana bandara Cengkareng justru dibangun di wilayah Tangerang, tepatnya di kecamatan Benda.
Sejarah Jakarta, TPU Tanah Kusir Dulunya Milik Seorang Kusir yang jadi Kaya Raya Gara-gara Kentut |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta, TPU Karet Bivak Dulunya Perkebunan Karet yang Kini ada 48 Ribu Makam |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta, Vila Andries Hartsinck di Polsek Palmerah jadi Awal Permukiman, Sarat Cerita Mistis |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta, Melihat Jejak Tradisi Minum Teh Warga Tionghoa di Pantjoran Tea House |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta, Lebak Bulus dulu Lembah Berlumpur yang Dihuni Kura-kura, kini Mentereng dengan MRT |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.