Tangerang Raya

Warga Kelurahan Setu Keluhkan Penerapan Sistem Satu Arah di Kota Tangerang Selatan

Dua spanduk penolakan warga terhadap penerapan sistem satu arah di Jalan  Viktor menuju Muncul, di Kota Tangerang Selatan.

Penulis: Rafzanjani Simanjorang | Editor: Intan UngalingDian
Tribun Tangerang/Rafzanjani Simanjorang
Spanduk bertuliskan penolakan penerapan jalan satu arah di Jalan Viktor menuju Munjul, Kota Tangerang Selatan, Sabtu (4/3/2023). 

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Ada dua spanduk penolakan warga terhadap penerapan sistem satu arah di Jalan  Viktor menuju Muncul, di Kota Tangerang Selatan, Sabtu (4/3/2023).

Penerapan sistem satu arah atau one way system  Dinas Perhubungan Kota Tangerang Selatan sejak Kamis (2/3/2023) lalu di sejumlah ruas jalan banyak dikeluhkan warga.

Jalan satu arah berlaku mulai setiap Senin hingga Jumat pukul 06-00 hingga pukul 09.00 WIB, dan pukul 16.00-18.00 WIB.

Ruas jalan yang memberlakukan one way system  yakni Simpang Buaran-Perempatan Viktor-Lampu Merah Muncul-Bundaran Tekno.

Dua perwakilan warga Setu yang ditemui oleh Tribuntangerang.com yakni Yuda dan Sandy menyatakan tidak setuju atas kebijakan pemerintah setempat.

"Sebenarnya saya keberatan ya. Khususnya yang untuk orang yang usahanya untuk melayani sarapan pagi jadi susah. Pelanggannya pada tidak ada," kata Yuda yang pedagang bubur ini, Sabtu (4/3/2023).

"Kan yang makan di sini orang-orang sekitar sini. Dengan penerapan one way, mereka tidak bisa makan ke sini. Kan mereka mesti mutar. Kalau orang jauh ya tidak singgah," katanya lagi.

Menurut Yuda, berdasarkan pengalaman penerapan sistem satu arah beberapa waktu lalu menjadi bukti bahwa pemilik usaha makan terkena imbasnya.

"Biasanya tiap hari kan habis. Waktu diterapkan (jalan satu arah), sampai siang belum juga habis, bahkan ada yang tersisa dan terbuang."

"Kalau bisa, ini dikaji benar-benar lah, jangan sampai aturan ini mengorbankan masyarakat sekitar ini," ucapnya.

Sedangkan Sandy melontarkan kritikan terhadap penerapan one way system yang tidak efektif mengurangi kemacetan.

Sistem satu arah dianggapnya hanya memindahkan kemacetan ke jalan lain.

"Mungkin waktu percobaan beberapa waktu lalu tampak berhasil. Tapi perlu dilihat juga, saat penerapan lalu itu, kondisi anak sekolah tengah libur. Sementara saat ini sekolah masuk," ucapnya.

Dia juga minta pemerintah memikirkan anak-anak warga yang sekolah tak jauh dari kelurahan Setu dan melintasi jalanan Muncul ke Arah Viktor.

"Masa harus memutar jauh ke Bundaran Tekno. Mohonlah ini dikaji lagi," kata Sandy.

Baca juga: Andri S Permana Desak Pemkot Tangerang Segera Stop Kebijakan Jalan Satu Arah di Daan Mogot

Baca juga: Sopir Angkot Rogoh Kocek Lebih dalam untuk Beli Bensin Imbas Penerapan One Way di Kota Tangsel

Lebih jauh dan mahal

Sebelumnya, sopir angkutan kota di Kota Tangerang Selatan juga memprotes kebijakan Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang menerapkan sistem satu arah.

Jalan satu arah itu diterapkan di Simpang Buaran, Viktor, Muncul, dan bundaran Tekno, Kota Tangerang Selatan, sejak Kamis (2/3/2023).

Sopir angkot terpaksa merogoh kocek dalam-dalam untuk membeli bensin tambahan karena perjalanan menjadi lebih jauh.

Misalnya, angkot trayek Ciputat-Muncul yang harus menempuh perjalanan lebih jauh dan melalui kemacetan.

"Pengaruhnya pada bensin dan penumpang. Bensin biasanya satu rit (perjalanan bolak-balik) hanya Rp 25.000 tetapi pada one way kena Rp 30.000 atau Rp 35.000," kata sopir angkot Ciputat-Munjul, Putra, Jumat (3/3/2023).

"Itu pun harus dilihat juga macet atau tidaknya. Semakin macet semakin habis bensin," katanya lagi.

Penumpang yang bisa diambil juga tidak banyak melalui rute tersebut.

Sopir harus menambah jarak lantaran dari Muncul terpaksa ke Bundaran Tekno, lalu masuk ke Jalan Buaran Viktor, lalu mengarah ke Pamulang atau Ciputat.

Sementara jalur biasa, dari Muncul bisa langsung ke Viktor.

 "Semoga ini bisa dikaji lagi lah, terutama dari segi kondisi angkutan umumnya, sehingga ada solusi yang bisa mengenakkan semuanya," kata Sopir.

Sopir angkot lainnya, Edi mengatakan, penerapan jalan satu arah membuat waktu semakin banyak terbuang. 

"Kalau biasanya bisa lima rit, dengan one way paling hanya tiga atau empat rit," ujarnya.

"Narik angkot itu juga kan untung-untungan. Pas normal saja palingan dapat Rp 60.000 per hari. Itu tiga rit. Kalau one way, beratlah dapat segitu," ujar Edi.

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved