Nestapa Para Porter Ditengah Sepinya Kondisi Pasar Tanah Abang

Ditengah kondisi sepinya Pasar Tanah Abang, kini para Porter ikut serta terdampak mereka bahkan lebih banyak menganggur dari pada bekerja.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Joko Supriyanto
wartakotalive.com
Potret porter Pasar Tanah Abang yang kehilangan banyak pengguna jasa.  

TRIBUNTANGERANG.COM - Memakai baju porter berwarna hijau, Mardi (60) hanya bisa jongkok di pojok eskalator yang berada di lobi Blok A, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, sembari menunggu pengunjung yang menginginkan jasanya.

Sorot matanya yang tak sebening dulu serta tubuhnya yang mulai ringkih, membuatnya sesekali mengambil jeda untuk sekadar meluruskan kaki.

Bukan hal yang mudah bagi Mardi menunggu pengunjung memakai jasanya. Pasalnya meski dia sudah datang sejak subuh ke Pasar Tanah Abang, namun hingga matahari sudah mencapai puncaknya, dia belum mendapatkan uang sepeser pun. 

Jangankan untuk membeli satu botol air mineral, kerap kali ia harus hidup menggelandang dan berpindah tempat dari satu teras ke teras lainnya demi bisa beristirahat.

Pasalnya, Mardi kerap tak membawa uang sepeser pun dari berjualan jasa porter di Pasar Tanah Abang.

Dia bahkan sudah 1,5 bulan tak pulang ke rumahnya di Karawang, Jawa Barat, lantaran tak memiliki ongkos.

Sesulit itu baginya kini mendapatkan satu tas jinjing pengunjung yang bisa dibantu bawa olehnya.

Tidak lain hal itu karena Pasar Tanah Abang yang sepi pembeli tiap harinya.

"Sudah 15 tahun, emang kondisinya lagi begini, mau gimana lagi? Jadi enggak bisa dipastiin kadang dapat, kadang enggak. Satu hari kerja, empat hari nganggur," ujar Mardi saat ditemui Warta Kota di Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (28/9/2023).

Mardi sendiri bingung harus berbuat apa. Hendak pulang pun, tak ada uang yang dibawanya.

Jangankan uang, untuk makan sehari-hari pun, ia perlu mengais makanan dari satu tempat makan ke tempat lainnya.

Tak jarang, ia makan berdua dengan kawannya yang sedia membagi makanannya.

"Tinggal di Karawang. (Di sini) tidur di mana aja, kadang-kadang di pinggir restoran. Pulang juga kan habis di ongkos," ujar Mardi dengan senyum getirnya.

Malang nasib Mardi, pria lanjut usia itu kini tak dapat lagi mengantongi uang di atas Rp 100 ribu tiap harinya, berbeda dengan 15 tahun lalu saat Tanah Abang tumpah ruah dengan pembeli.

Kini, dapat Rp 10.000 pun, Mardi sudah bisa mengucap syukur, lantaran ia kerap tak mendapatkan satu pun pengguna jasa.

"Enggak bisa dipastiin (penghasilannya) dulu waktu sebelum korona, ya paling Rp 100 ribu, Rp 60 ribu," kata dia.

"Sekarang saya udah dari pukul 06.00 WIB di sini, belum dapat, belum ada yang makai jasa kami. Kan kami jual jasa, kalau ada yang minta dikerjakan, kalau enggak ada ya enggak maksa," imbuhnya.

Getir yang sama juga dirasakan oleh Tedy (45), pria yang sudah 20 tahun menjadi porter itu kerap kali gigit jari lantaran mendapat pengunjung yang menggunakan jasanya.

Pasalnya menurut Tedy, pengunjung Pasar Tanah Abang makin hari makin menurun jumlahnya.

Walhasil, jarang ada yang menggunakan jasanya.

"Kalau dulu dulu sebelum korona sama ada online, sehari bisa sampai Rp 500 ribu, sekarang mah ibarat Rp 500 ribu, buat penglaris, buat makan pukul 13.00 - 14.00 WIB baru dapat," kata Tedy saat ditemui di lobi Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis.

"Itupun enggak pasti, kadang-kadang dapat duit Rp 50 ribu, Rp 60 ribu. Sekarang mah ya gitu lah sedihnya minta ampun," imbuhnya. 

Pria asal Serang, Banten itu merasa, kesulitan mulai dirasakan kala pandemi Covid-19, sehingga banyak platform online yang mulai bertebaran.

Walhasil, minat beli masyarakat menjadi rendah dan hal itu memengaruhi pendapatannya.

"Kesulitannya ya begitu, kami kan biasanya tiap sebelum-sebelum korona sama ada online, alhamdulillah tu bagus kerja, udah gitu sejak ada online, sehabis korona jadi total sepi," ungkap Tedy.

"Dari daerah belanja juga enggak ada, ada sih ada cuma datang ke sininya kebanyakan online. Kan online mah cuma di rumah, nunggu barang datang," imbuh dia.

Padahal dahulu, dia hampir kewalahan melayani pengguna jasa yang minta tolong diangkut barangnya.

Dia berharap, pemerintah dapat menormalkan kembali Pasar Tanah Abang seperti dahulu.

"Pemerintah juga harus memerhatikan orang-orang yang kecil seperti kami, enggak ada gaji, penghasilan minim, kadang ada kadang enggak," tuturnya.

Dia menyampaikan, bakal bertahan untuk sementara waktu lantaran tak punya pekerjaan lain.

Apalagi, Tedy merasa sudah tidak lagi muda, sehingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan baru.

Sementara itu, dari pantauan Warta Kota di lokasi, nampak porter-porter bersiaga di tangga-tangga dan pinggir eskalator.

Tidak ada pengunjung yang menepuk pundak mereka untuk meminta bantuan jasa.

Alih-alih begitu, tawaran demi tawaran yang dimohonkan mereka kepada pengunjung pasar diabaikan begitu saja.

Tak jarang, mereka hanya duduk-duduk di tangga sembari mengobrol bersama porter lainnya. 

Berharap dapat melegakan penat dan mengusir rasa bosan. 

Akan tetapi, pemandangan yang terlihat kini hanyalah porter yang menjamur di bagian lobi Blok A Pasar Tanah Abang.

Mereka menunggu datangnya rezeki dari tangan pembeli yang meminta jasanya. (m40)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved