Sudah Diduga, MKMK Tak Bisa Koreksi Putusan Mahkamah Konstitusi soal Batas Usia Capres Cawapres

MKMK menyimpulkan bahwa mereka tak bisa mengoreksi putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi.

|
Editor: Ign Prayoga
Kompas.com
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat. 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menyelesaikan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik pada hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Dugaan pelanggaran etik terjadi pada persidangan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Putusan MKMK dibacakan pada Selasa (7/11/2023) sore.

MKMK menyimpulkan bahwa mereka tak bisa mengoreksi putusan kontroversial MK berkaitan dengan syarat usia minimal capres-cawapres.

Hal itu terungkap dalam kesimpulan putusan etik pertama yang dibacakan MKMK untuk 9 hakim konstitusi secara kolektif, terkait isu pembiaran konflik kepentingan dan kebocoran rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

"Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," dikutip dari dokumen yang ditampilkan dalam sidang pembacaan putusan, Selasa (7/11/2023).

"Pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi."

MKMK membacakan putusan ini sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.

Sebelumnya diberitakan, UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa putusan tidak sah jika melibatkan hakim yang terlibat konflik kepentingan.

Perkara itu harus disidang ulang tanpa hakim tersebut.

Pijakan hukum ini sebelumnya digunakan salah satu pelapor, Denny Indrayana.

Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai adik ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju putusan nomor 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Padahal, dalam perkara nomor 90 itu, pemohon bernama Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000 mengakui dirinya adalah pengagum Wali Kota Solo yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming.

Almas berharap, Gibran bisa maju pada Pilpres 2024 walaupun usianya belum memenuhi ketentuan minimum 40 tahun.

Total, MK telah menerima secara resmi 21 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Putusan MKMK yang tidak akan mengubah putusan Mahkamah Konstitusi, bukan hal yang mengejutkan.

Sebelum MKMK membacakan putusan, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin sudah memaparkan alasan putusan MKMK tidak akan mengubah putusan Mahkamah Konstitusi.

Ujang menyatakan, sekalipun Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menilai Hakim Konstitusi melanggar etik, hal itu tidak akan menggugurkan putusan MK tentang usia capres-cawapres.

"Kalau keputusan MKMK misalkan terjadi pelanggaran etik. Tetapi kan tidak memutuskan apa-apa, tidak bisa membatalkan putusan MK yang sudah memutuskan bahwa Gibran sudah bisa menjadi cawapres," kata Ujang dihubungi Tribunnews.com.

Ujang menyatakan, pembatalan gugatan usia capres-cawapres merupakan kewenangan MK.

"Yang bisa memutuskan bahwa pembatalan keputusan terkait batas usia capres cawapres adalah MK sendiri, bukan MKMK," katanya.

"MKMK tidak bisa membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi," imbuhnya.

MKMK bukanlah lembaga banding yang bisa membatalkan putusan pengadilan di bawahnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com  

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved