Tanya Ustaz
Kenapa Manusia Masih Melakukan Kemaksiatan Saat Ramadan, Padahal Setan Dibelenggu?
Menurut Kiai Mahbub setan tak "luwes" menggoda manusia saat bulan Ramadan layaknya pada bulan-bulan lain.
Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Joko Supriyanto
TRIBUNTANGERANG.COM - Dalam sebuah hadits, setan-setan dibelenggu selama bulan Ramadan.
Sehingga selama bulan ini, manusia dapat fokus melakukan berbagai kegiatan ibadah untuk mendapat pahala yang besar.
Namun, mengapa ada manusia yang masih melakukan kemaksiatan?
Berikut ini penjelasan dari tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH Mahbub Maafi menjawab pertanyaan itu.
Menurut Kiai Mahbub, redaksi setan-setan dibelenggu (bahasa Arab: shuffidatusy syayathin) sesuai dengan bunyi hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.
Berikut bunyi haditsnya:
"Ketika masuk bulan Ramadan, maka setan-setan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup."
Kiai Mahbub mengatakan, ada perbedaan pemaknaan dari para ulama terkait hadits tersebut.
Pertama, setan tak "luwes" menggoda manusia saat bulan Ramadan layaknya pada bulan-bulan lain.
"Pendapat pertama itu menyatakan ya apa adanya lah, diartikan secara lahiriah. Ya memang pada bulan puasa pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan dibelenggu," kata Kiai Mahbub, kepada Wartakotalive.com, saat ditemui di kediamannya, Sabtu (9/3/2024).
"Sehingga intensitas setan di dalam menggoda atau memberikan bisikan-bisikan kepada hamba-hamba Allah itu berkurang. Berkurangnya itu menunjukkan bahwa shuffidatusy syayathin, setan itu dibelenggu," sambung Kiai Mahbub yang juga Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU itu.
Makna lainnya adalah manusia yang melakukan amalan-amalan selama Ramadan dengan harapan dapat mendatangkan kebaikan dan pahala dari Allah SWT terbukalah pintu surga baginya.
"Sementara ada pandangan kedua yang sedikit berbeda dari pandangan pertama. Jadi maksudnya pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, begitu juga dengan setan dibelenggu itu ada pandangan yang menyatakan bahwa pintu surga dibuka itu dengan apa? Dengan Allah membukanya dengan amalan-amalan yang memiliki pahala yang besar," tutur dia.
"Seperti kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadan, Qiyamul Lail, Tadarus Al-Qur'an, Salat Tarawih, itu merupakan amalan-amalan yang memiliki pahala yang sangat besar sehingga amalan-amalan tersebut mampu memudahkan pelakunya masuk ke dalam surga. Itu dibuka pintu surga," sambungnya.
Begitu juga dengan ditutupnya pintu neraka, Allah menjaga manusia untuk tidak maksiat.
"Itulah makna ditutupnya pintu neraka. Otomatis di dalam konteks ini ketika hamba-hamba Allah itu rajin ibadahnya, rajin melakukan amalan-amalan baik, yang diperintahkan seperti puasa Ramadan, tadarus, salat tarawih. Kan otomatis ini hamba tersebut meninggalkan, menjauhi hal-hal yang dilarang. Ini artinya apa? Bisikan setan, gangguan setan, itu menjadi berkurang," kata Kiai Mahbub.
"Inilah makna yang dimaksud dengan shuffidatusy syayathin, setan itu dibelenggu. Ini menarik menurut saya. Jadi pengertiannya bisa saja bukan menjadi pengertian yang hakiki. Meskipun ada pandangan yang menyatakan pengertian hakiki. Tapi kan kemudian ditanya 'lho nyatanya masih ada orang yang itu (maksiat)'. Nah itu juga menjadi sesuatu yang menurut saya perlu ada penjelasan lebih lanjut," lanjut dia.
Kiai Mahbub kemudian menjawab pertanyaan netizen bernama Shinta Khoirunnisa yang bekerja sebagai guru di wilayah Tangerang.
Pertanyaannya adalah apakah boleh momen saat buka bersama (bukber) jadi ajang buat menunjukkan pencapaian atau flexing alias pamer harta?
Kiai Mahbub lantas mengingatkan untuk tidak berperilaku sombong serta angkuh, sebagaimana dalam Surat Luqman ayat 18.
"Yang pertama, yang harus kita ketahui bahwa memamerkan harta, mau di bulan puasa ataupun tidak, adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan. Allah SWT di dalam Al-Qur'an itu sudah sangat jelas, 'Dan janganlah kamu memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi suka membanggakan diri'," ucapnya.
"Ayat ini sering dijadikan sebagai rujukan atau sebagai dalil larangan kita sebagai umat islam untuk berbuat kesombongan, termasuk juga berbuat pamer, memamerkan harta. Jadi tidak boleh, mau di bulan puasa maupun tidak di bulan puasa," lanjut dia.
Menurut Kiai Mahbub, menunjukkan pencapaian atau flexing alias pamer harta dapat mengurangi atau menghilangkan pahala puasa.
"Pertanyaan selanjutnya sebenarnya adalah ketika seseorang pamer di bulan puasa, apakah itu akan mengurangi pahala puasa? Ada 1 hal yang masuk dalam konteks ini, yaitu di dalam sebuah kitab dikatakan ketika seseorang yang melakukan larangan atau kemaksiatan pada saat berpuasa apakah pahala puasanya berkurang atau tidak. Jadi pendapat yang kami pilih adalah pendapat yang mengataakan bahwa pahala puasanya itu bisa berkurang," katanya.
"Dan saya tidak melihat dalam hal ini ada perbedaan di antara para ulama, dengan kata lain ketika seseorang pada saat bulan puasa itu pamer, pamer saja dilarang. Karena itu di dalam konteks ini tindakan pamer tersebut dapat mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut," sambung Kiai Mahbub. (m31)
Bolehkah Tidak Berpuasa Karena Bekerja? Berikut Penjelasan Ustaz Munasik Nasar |
![]() |
---|
Apakah Orang Tua Renta dan Pikun Wajib Berpuasa? Ini Penjelasannya |
![]() |
---|
Apa Hukumnya dengan Sengaja Membatalkan Puasa Ramadan |
![]() |
---|
Apa Saja yang Bisa Menghapus Pahala Puasa Ramadan? Berikut Penjelasannya |
![]() |
---|
Apa Hukumnya Ghibah Saat Ramadan, Batalkah Puasa Kita? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.