KPK

Perjalanan Kasus Gus Muhdlor: Hilang saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Kini Berakhir di Sel KPK

Gus Muhdlor sempat hilang tanpa jejak saat di-OTT KPK namun berhasil kabur. Kini Gus Mudhlor tidak lagi bisa kabur setelah ditetapkan menjadi

Editor: Joseph Wesly
Kompas.com/Andhi Dwi
Bupati Sidoarjo, Gus Muhlor. 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Sempat lolos dari sergapan OTT Komisi Pemberantasan Korusi, Bupati Sidoarjo, Jawa Timur, Ahmad Muhdlor Ali (AMA) alias Gus Muhdlor akhirnya mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Gus Muhdlor sempat hilang tanpa jejak saat di-OTT KPK namun berhasil kabur. Kini Gus Mudhlor tidak lagi bisa kabur setelah ditetapkan menjadi tersangka korupsi.

Sebelum ditetapkan jadi tersangka, Gus Mudhlor juga sempat mangkir dua kali dari pemanggilan KPK. Gus Muhdlor akhirnya datang di kali ketiga pemanggilan dan akhirnya resmi ditahan.

Gus Muhdlor itahan setelah menjalani pemeriksaan selama tujuh jam sebagai tersangka dugaan korupsi pemotongan dana insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.

Gus Muhdlor baru datang ke KPK dalam statusnya sebagai tersangka setelah penyidik memanggilnya tiga kali. Penanganan kasus Muhdlor sampai menjadi sorotan karena berlangsung lama. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengungkapkan, Gus Muhdlor akan ditahan penyidik selama 20 hari pertama, mulai Selasa (7/5/2024) kemarin hingga 26 Mei 2024 mendatang.

"Untuk kebutuhan penyidikan, Tim Penyidik menahan tersangka AMA," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa. Hilang saat OTT, lalu dukung Prabowo Kasus Gus Muhdlor menjadi sorotan karena ia lolos dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 25-26 Januari 2024 lalu.

Saat itu tim penyelidik dan penyidik KPK berhasil menangkap belasan orang, termasuk Siska, kakak ipar Gus Muhdlor bernama Robith Fuadi dan asisten pribadi bernama Aswin Reza Sumantri.

Namun, Gus Muhdlor lolos dan menghilang. “Pada hari H kami sesungguhnya kami juga langsung secara simultan melakukan proses, berupaya menemukan yang bersangkutan di hari-hari dari Kamis sampai Jumat tersebut,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (29/1/2024) lalu.

Dalam perjalanannya, ekspose atau gelar perkara hasil OTT itu berlangsung alot. Sejumlah pihak di KPK disebut ingin menyerahkan kasus Gus Muhdlor ke aparat penegak hukum lain karena barang bukti dalam OTT itu dinilai kecil.

Akhirnya, dalam waktu 1 x 24 jam KPK hanya menetapkan Siska sebagai tersangka. “Jadi bahwa ekspose alot, rata-rata alot, termasuk yang ini begitu,” kata Ghufron. Beberapa hari setelah menghilang, Gus Muhdlor semakin menjadi sorotan karena ia mengubah dukungan politiknya.

Sebelum OTT, Gus Muhdlor merupakan pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Berasal dari keluarga pesantren, Gus Muhdlor memang tercatat sebagai kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengusung pasangan nomor urut 1 itu. Namun, pada Kamis, 1 Februari 2024 Gus Muhdlor muncul dalam acara deklarasi dukungan ke pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Deklarasi digelar di pesantren keluarganya, Bumi Shlawat, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo. Dalam deklarasi itu ia memuji-muji kinerja Presiden Joko Widodo dan menyebut Prabowo menjadi penerusnya.

"Kalau Pak Jokowi sudah berhasil maka otomatis harus dilanjutkan pembangunannya, yang bisa melanjutkan, yang merepresentasikan. Yang menggambarkan Jokowi hari ini adalah Pak Prabowo," kata dia.

KPK Akui OTT Tidak Sempurna

Kasus korupsi di Sidoarjo itu pun berlarut-larut karena KPK lama sekali tidak kunjung menetapkan Gus Muhdlor sebagai tersangka.

Meski kasus itu dibongkar melalui OTT pada 25-26 Januari 2024, Gus Muhdlor baru menyandang status tersangka pada 16 April 2024. Hal ini membuat sejumlah pihak mencurigai pihak internal KPK.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, kasus Gus Muhdlor terkesan lambat karena OTT yang tidak sempurna. Idealnya, dalam OTT tim penyelidik dan penyidik menangkap semua pejabat dan pelaku utama. Namun, Gus Muhdlor lolos dari OTT tersebut.

“Kenapa ini kan OTT kok lambat? perlu kami jelaskan bahwa, tadi juga sudah dijelaskan sebetulnya oleh beliau (Wakil Ketua KPK) bahwa OTT ini tidak sempurna OTT ini,” kata Asep dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Selasa.

Dalam OTT itu, penyidik hanya bisa menjerat satu orang sebagai tersangka yakni Siska Wati. Kondisi ini membuat KPK harus menerapkan strategi penyidikan dari luar yang berjalan perlahan ke pelaku utama di tengah seperti orang memakan bubur.

“Jadi kita mengumpulkan dari luar dulu baru sampai dalam,” kata Asep. Nikmati uang potongan insentif lewat sopir Terkait kasus ini, Tanak mengungkapkan, KPK telah mengantongi barang bukti yang cukup bahwa Gus Muhdlor turut menikmati uang hasil korupsi sehinga ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut KPK, sebagai bupati, Gus Muhdlor memiliki wewenang menerbitkan Keputusan Bupati yang mengatur pencairan dana insentif pajak pegawai BPPD untuk 4 triwulan pada tahun anggaran 2023.

Dalam perjalanannya, uang insentif itu dipotong oleh Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo, Siska Wati yang juga menjabat sebagai bendahara. Pemotongan itu dilakukan atas perintah Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono.

Dari jumlah insentif yang seharusnya diterima aparatur sipil negara (ASN) BPPD Sidoarjo, sebanyak 10 hingga 30 persennya dipotong oleh Siska.

“Kemudian (uang potongan) digunakan untuk kebutuhan Ari dan lebih dominan peruntukan uangnya bagi Ahmad Muhdlor,” tutur Tanak.

Dalam menjalankan aksi itu, Ari juga berhati-hati. Ia memerintahkan Siska menyerahkan uang secara tunai dikoordinasikan oleh setiap bendahara pada tiga bidang pajak daerah dan sekretariat yang ditunjuk.

KPK menyebut, Ari aktif berkoordinasi dan komunikasi mengenai penyerahan uang ke Gus Muhdlor. “Melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan bupati,” kata Tanak.

Di antara perantara uang korupsi itu adalah sopir Gus Muhlor. Penyerahan dilakukan oleh Siska atas perintah Ari. “Dalam bentuk uang tunai di antaranya diserahkan ke sopir Ahmad Muhdlor,” kata Tanak.

Karena perbuatannya, Gus Muhdlor disangka melanggar Pasal 12 huruf f Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved