Banjar Lahar Dingin di Sumbar
Uli Mengais-ngais Lumpur Sembari Menangis Mencari Jasad sang Adik yang Belum Ditemukan
Sedihnya lagi, sang adik Halimah Tusyadiah masih hilang tanpa jejak. Bahkan jenazahnya juga belum ditemukan.
TRIBUN TANGERANG.COMN. PADANG- Hati Uli hancur lebur mendengar rumahnya di Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, hilang tak berbekas dihantam banjir lahar dingin.
Sedihnya lagi, sang adik Halimah Tusyadiah masih hilang tanpa jejak. Bahkan jenazahnya juga belum ditemukan.
Kesedihan makin memuncak ketika dia megenang sang ibu yang sepekan lalu meninggal dunia di rumahnya pada hari Kamis (9/5/2024) pekan lalu yang saat ini tidak lagi berbekas.
Adik bungsu Uli, Izul, mendampinginya di tengah kesedihan. Ia memeluk kakaknya yang tampak lemas dan tak berdaya.
Bersama-sama, mereka menyusuri ke bagian belakang rumah, ke dekat lokasi keponakan mereka yang ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Mereka ingin memastikan keberadaan adiknya yang belum kunjung ditemukan.
Dengan tangan gemetar, Uli mengais-ngais lumpur, mencoba mencari jasad adiknya.
"Kakak saya dari Medan, baru saja sampai. Padahal kemaren beliau juga dari sini, karena ibu meninggal hari Kamis lalu," kata Izul kepada Tribunpekanbaru.com.
Masyarakat di sekitar lokasi bencana tampak sibuk membersihkan ruas jalan yang sebelumnya penuh dengan lumpur, batu, kayu, dan pohon-pohon tumbang.
Sejumlah alat berat juga telah tiba di lokasi untuk membantu proses pencarian korban hilang dan pembersihan area bencana.
Warga Sungai Puar Kumpulkan Sisa Puing-Puing Rumah
Sudah tiga hari sejak banjir bandang menghancurkan rumah Jhoni Wismar di Galuang, Kecamatan Sungai Puar, Agam, Sumbar pada Selasa (14/5/2024), Jhoni bersama saudaranya masih sibuk mengumpulkan puing-puing yang tersisa.
Pagi itu, Jhoni dan saudaranya memisahkan trali besi dari kusen jendela berwarna krem yang berlumuran lumpur.
Mereka menggunakan palu, linggis, dan kapak untuk membuka trali dan membawanya ke rumah saudaranya.
Kusen dan trali jendela ini hanyut hampir 50 meter dari rumah Jhoni yang kini hanya tersisa pondasi batu.
"Jendelanya ketemu di sini, jadi saya kumpulkan saja. Soalnya rumah sudah tidak ada lagi," ujar Jhoni.
Baca juga: 5 Cerita Pilu Korban Banjir Lahar Dingin di Sumatera Barat yang Menewaskan Puluhan Orang
Sehari sebelumnya, Jhoni juga menemukan sejumlah meja berjarak 5 kilometer dari rumahnya.
Sedangkan peralatan elektronik seperti kulkas, TV, mesin cuci, dan lainnya masih belum diketahui keberadaannya.
Puing-puing rumah semi permanen berukuran 8 x 12 meter itu telah hilang tak berbekas, hanyut terbawa air bah yang setinggi lima meter lebih, bersama batang beringin dan sampah.
"Airnya sudah seperti tsunami Aceh saja, sangat tinggi dan menakutkan," ungkap Jhoni.
Beruntung, Jhoni dan keluarganya tidak berada di rumah saat kejadian. Mereka menginap di rumah saudara karena akhir pekan.
Namun, begitu mendengar kabar banjir di pagi hari, Jhoni langsung bergegas ke lokasi dan mendapati rumahnya hanya menyisakan pondasi.
"Kerugiannya entah berapa banyaknya, tidak bisa saya perkirakan lagi," ujar Jhoni dengan tatapan nanar.
Jhoni masih belum tahu harus bagaimana dengan situasi ini. Ia hanya bisa tinggal di rumah saudara sementara waktu.
Baca juga: Trauma, Warga Panik Berhamburan saat Hujan Turun di Kabupaten Agam, Takut Jadi Korban Lahar Dingin
"Pengungsian tidak ada. Warga yang rumahnya habis hanya bisa menyelamatkan diri masing-masing," terangnya.
Setelah berjam-jam memisahkan trali dan jendela, Jhoni kembali ke rumah saudaranya tanpa melihat kembali kondisi rumahnya.
Satu Korban Banjir Bandang di Sungai Puar Belum Ditemukan
Tim SAR belum menemukan satu korban banjir bandang yang menerjang wilayah Galuang, Sungai Puar, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada Sabtu (11/5/2024).
Dandru Basarnas Galuang, Riko Pradinata, menerangkan masih ada satu korban lagi yang masih dicari.
"Jadi masih ada satu korban lagi yang dalam pencarian kami," ujarnya.
Satu korban yang belum ditemukan ini bernama Sahar usia 60 tahun - 65 tahun, ia hanyut terbawa banjir bandang.
Tim SAR mencatat ada sebanyak 10 korban jiwa akibat banjir bandang yang mendera wilayah Galuang, Sungai Puar, Agam.
Namun, baru sembilan korban yang berhasil dievakuasi, termasuk 1 korban yang baru ditemukan sekira pukul 10.15 WIB, Selasa (14/5/2024)
Sebelumnya diberitakan, setelah ditemukannya satu jenazah korban banjir bandang di Galuang, Sungai Puar, Agam,Sumatera Barat, masih tersisa satu pencarian korban lagi, Selasa (14/5/2024).
Dandru Basarnas Galuang Riko Pradinata, mengatakan setelah penemuan satu jenazah ini, masih akan dilakukan pencarian satu jenazah lagi.
Pencarian hari ini kata Riko, akan difokuskan sekitaran lokasi rumah korban.
"Kita akan coba sisir sekitaran rumah korban, mengingat penemuan jenazah sebelumnya masih di sekitar rumahnya," ujar Riko.
Bencana banjir bandang yang terjadi, Sabtu (11/5/2024) lalu menyisakan duka mendalam terutama bagi warga terdampak.
Terutama di dua daerah yang terdampak parah yakni Tanah Datar dan Agam.
Bukan hanya kehilangan harta benda, korban mengalami dampak gangguan mental dan cacat tubuh, hingga kehilangan nyawa.
Sederet Cerita Pilu Korban Banjir Bandang Lahar Dingin Agam dan Tanah Datar Sumatera Barat:
1. Karmila Kehilangan Ibu dan Keponakan, Anak Trauma
Karmila harus kehilangan ibu dan keponakannya saat banjir lahar dingin terjadi di Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, Sabtu (11/5/2024) malam.
Saat banjir lahar dingin Gunung Marapi itu terjadi, Karmila sedang berada dirumahnya yang berada beberapa meter dari rumah ibunya.
Rumah ibunya terletak di dekat aliran sungai yang menjadi lokasi banjir lahar dingin.
"Saat banjir terjadi, ibu saya sedang berada dirumahnya yang berada di depan musala bersama adik saya."
"Sementara itu anak dan keponakan saya sedang rapat bersama pengurus di dalam musala," katanya, Minggu (12/5/2024).
Kemudian, kata Karmila, sekira pukul 20.00 WIB, aliran air semakin membesar hingga meluap ke jalan.
"Saat mulai besar itu, anak dan keponakan saya langsung pulang, tapi ke rumah ibu saya."
"Tak lama setelah itu air semakin membesar dan membawa material yang cukup banyak berupa kayu dan batu yang ukurannya melebihi orang dewasa menghantam rumah ibu saya," ungkapnya.
"Karena takut, anak saya menelepon sambil menangis dan menanyakan situasi rumah ibu saya yang berdentum terus menerus karena dihantam air dan material kayu dan batu," lanjutnya.
Karena banjir yang besar dan deras, Karmila ataupun keluarga lainnya tidak bisa ke luar rumah untuk menjemput anaknya.
Setelah beberapa lama, banjir mulai surut, Karmila pun mencoba mencari informasi terkait keadaan keluarganya. Namun nahas, ternyata rumah dan keluarganya tersapu oleh banjir.
"Adik sama anak saya berhasil dibantu diselamatkan oleh warga, tapi ibu dan keponakan saya tidak berhasil terselamatkan dan terbawa banjir," ujarnya.
"Sekira pukul 01.00 WIB jasad ibu saya ditemukan oleh tim gabungan, sementara itu keponakan saya ditemukan sekira pukul 08.00 WIB paginya," sambungnya.
Kini, adik dan anaknya tengah menjalani perawatan di puskesmas karena mengalami luka-luka.
"Anak saya sangat trauma, tadi dari rumah sakit sudah dibawa pulang. Tapi di posko ia selalu mengigau saat istirahat dengan memanggil nama keponakan saya, jadi ia dibawa lagi ke puskesmas untuk perawatan," ujarnya.
"Jenazah ibu dan keponakan saya juga sudah langsung disemayamkan pagi tadi," sambungnya.
Ia berharap agar bencana banjir tidak kembali terjadi dan pemerintah segera cepat tanggap terkait antisipasi dan tindak lanjut penanganan dan pencegahan banjir.
2. Nispawati Selamat Berkat Karung Pasir yang Dipasang Depan Rumah
Nispawati (45), selamat di tengah arus deras banjir lahar dingin Gunung Marapi Sumbar.
Ia mengungkapkan momen mencekam saat air tiba-tiba menerjang rumahnya di Nagari Bukik Batabuah.
Banjir lahar dingin Gunung Marapi Sumbar telah mulai deras sejak waktu Magrib.
"Pas ketika saya selesai salat Magrib di rumah, air sudah mulai deras. Sudah ada juga warga yang memperingatkan agar berhati-hati," ujarnya, Minggu (12/5/2024).
Tidak berselang lama, banjir semakin deras dan mulai meluap hingga ke jalan sehingga ia bersama keluarga terpaksa bertahan di dalam rumah.
"Kami tidak bisa keluar, kami terpaksa berdiam diri di rumah sambil melihat-lihat keluar apakah air akan masuk atau menerjang rumah kami," katanya.
Nasib berpihak pada Nispawati. Ia dan keluarga selamat karena sudah mengantisipasi sebelum banjir datang.
"Untungnya karung pasir yang kami pasang sebelumnya di depan rumah menghalangi air dan material lainnya masuk ke dalam rumah, karena sebelumnya rumah saya juga terdampak banjir bandang sebelumnya," lanjutnya.
Menurut Nispawati, air mulai surut sekira pukul 01.00 WIB. Ia bersama keluarga diminta mengungsi oleh tim gabungan yang berjaga.
"Sekitar jam satu air sudah surut, mungkin karena jembatan sudah tersumbat aliran mengalir ke area persawahan baru jalan bisa dilalui dan saya baru pergi mengungsi karena disuruh," ujarnya.
Ia berharap agar bencana banjir lahar dingin tidak terjadi lagi dan meminta pemerintah untuk segera mengatasi permasalahan banjir lahar dingin tersebut.
3. Rumah Jhoni Wismar Tinggal Pondasi, Sebut Dahsyatnya Banjir Bandang seperti Tsunami Aceh
"Airnya sudah seperti tsunami Aceh saja, sangat tinggi dan menakutkan," ujar Jhoni Wismar menceritakan ngerinya banjir bandang yang menghantam Galuang, Kecamatan Sungai Pua, Agam, Sumbar, Sabtu (11/5/2024) malam.
Beruntung pada malam itu, Jhoni sedang tidak berada di rumah bersama keluarga.
Ia menginap di rumah saudara karena akhir pekan.
Tapi, mendengar banjir sejak pagi ia sudah datang ke lokasi melihat rumahnya, rumah yang kiranya hanya menyisakan pondasi saja.
Selasa (14/5/2024) pagi, Jhoni bersama saudaranya sibuk memisahkan trali besi dari Kunsen jendela berwarna cream bergelimang lumpur.
Palu, linggis dan kapak bergantian ia gunakan untuk membuka trali tersebut dan memisahkannya untuk dibawa ke rumah saudaranya.
Kunsen pintu jendela dan tralinya ini hanyut hampir 50 meter dari rumah Jhoni yang sekarang hanya tersisa pondasi batu saja.
"Jendelanya ketemu di sini, jadi saya kumpulkan saja. Soalnya rumah sudah tidak ada lagi," ujarnya.
Kemarin ia juga menemukan sejumlah meja berjarak 5 Kilo dari rumahnya.
Sedangkan peralatan elektronik seperti kulkas, Tv, mesin cuci dan lainnya tidak tahu ada dimana.
Puing rumah semi permanen berukuran 8 X 12 meter sudah tidak terlihat lagi dimana rimbanya.
Semua itu hanyut terbawa oleh air yang hampir setinggi lima meter lebih, bersama batang beringin dan sampah.
"Kerugian entah berapa banyaknya tidak bisa saya perkirakan lagi," ujarnya dengan tatap mata nanar.
Jhoni tidak mengerti harus bagaimana dengan dampak banjir ini, sementara ia hanya bisa tinggal di rumah saudara.
"Pengungsian tidak ada, warga yang rumahnya habis cuma menyelamatkan diri masing-masing," terangnya.
Setelah berjam-jam memisahkan trali dan jendela, Jhoni kembali ke rumah saudaranya, ia tidak melihat lagi kondisi rumahnya.
4. Pasrahnya Antan saat Banjir Bandang, Peluk Anak sambil Berdzikir hingga Sholat Hajat
Warga Galuang, Kecamatan Sungai Pua, Agam, Sumatera Barat, menyaksikan langsung dahsyatnya banjir bandang yang menerjang daerah itu, Sabtu (11/5/2024) malam.
Air besar tiba-tiba datang ditandai dengan bunyi guruh yang sangat keras dan berkelanjutan, membawa pohon, batu dan sampah hingga menghanyutkan tujuh unit rumah.
"Rumah yang hanyut itu berada di belakang rumah saya, waktu bunyi guruh saya naik ke lantai dua dan melihatnya langsung," ujar seorang warga, Antan.
Antan menyaksikan rumah itu hancur digulung banjir yang airnya sangat besar seperti melihat tsunami Aceh.
Lalu ia bersama lima anaknya saling berangkulan dan berdzikir melihat semua kejadian itu berlangsung.
Bahkan Antan langsung melaksanakan sholat hajat malam itu, pasrah jika memang air itu turut menghantam rumahnya.
Beruntung, banjir besar itu tidak menghampiri rumah Antan.
Beberapa jam setelah itu volume air berkurang dan ia keluar rumah.
"Di jalan, puing-puing rumah bagian belakang itu sudah menggunung tidak bergerak bersama pohon dan batu," terangnya.
Ia lihat ke bagian belakang tempat rumah hanyut, hanya satu rumah yang tersisa dalam kondisi setengah, sedangkan yang lain sudah rata.
Pada malam itu, seorang penghuni rumah ditemukan hanyut ratusan meter, dalam kondisi luka parah dan dirawat di rumah sakit saat ini.
Keesokan harinya delapan orang lagi ditemukan dalam kondisi meninggal dunia dan hari ini (Selasa-red) satu orang.
Saat ditanyai dimana posisi korban yang rumahnya hanyut, Antan mengaku tidak tahu pasti.
Kebanyakan korban menurutnya menyelamatkan diri masing-masing ke rumah saudaranya.
"Kadang pagi mereka datang, melihat dan mencari barang yang bisa diselamatkan, siang sudah tidak di sini lagi," jelasnya.
Para korban juga mengalami trauma ketika kembali melihat rumah mereka yang sisa pondasi tersebut.
5. Ibu Digendong Sanak Saudara, Tubuhnya Dipopoh, Desnimurti Bersyukur Diberi Kesempatan Hidup
Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Suara air yang keras tiba-tiba membangunkan Desnimurti yang tengah terlelap.
Mengejutkannya lagi, air sudah memasuki rumahnya dengan kedalaman setinggi pinggang orang dewasa.
Tubuh Desnimurti bergetar, rasa khawatir menyelimuti.
“Saya di rumah berdua dengan ibu yang sudah tua, kami tidak tau apa yang harus dilakukan badan tiba-tiba bergetar karena panik,” jelas Desnimurti saat ditemui di Jorong Tigo Batua, Nagari Parambahan, Kecamatan Limo Kaum, Tanah Datar, Selasa (14/5/2024).
Beruntung, kata Desnimurti, ada sanak saudara yang datang menolong bernama Riko.
Riko langsung menggendong ibu Desnimurti sedangkan dirinya dipopoh menuju jalan keluar.
“Tak mempedulikan barang yang lain kami berhasil selamat dan masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan,” katanya.
Setiba di luar, Desnimurti melihat air dan lumpur dimana-mana.
Wajah warga lainnya yang selamat dipenuhi lumpur bahkan terdengar teriakan minta tolong.
Ia bersyukur tetap selamat karena sudah dua kali bencana menerpanya.
Sebelumnya dia juga pernah merasakan tsunami Aceh dan sekarang banjir bandang.
“Tak ada harta yang tertinggal, rumah sudah dipenuhi lumpur, perabotan tak terlihat lagi ntah dimana,” terangnya.
Sementara waktu, Desnimurti mengungsi ke rumah saudara lain yang tak terdampak.
Rumahnya masih dibersihkan oleh warga secara bersama-sama dan berharap ada perabot yang masih bisa terpakai.
6. Ibu Mertua, Ponakan, dan Cucu Liza Hilang
Liza, lama berada di perantauan. Kini, ia pulang kampung bersama suaminya melihat ibu mertua dan ponakan.
Kepulangannya ke kampung halaman di Jorong Dusun Tuo, Nagari Limo Kaum, Kecamatan Limo Kaum, Tanah Datar, bersamaan dengan terjadinya banjir bandang di daerah itu.
Tangis Liza tak terbendung ketika ia mendapati rumah mertuanya yang terletak tepat di depan Masjid Al Ikhlas sudah bobrok.
Puing bangunan kotor dipenuhi lumpur, banyak orang yang bekerja membersihkan material banjir bandang itu.
Ia sempat berharap rumah mertuanya tak terdampak parah. Namun, semua hanya tinggal harapan.
“Seketika tiba semua tampak seperti danau kecil,” ujar Liza.
Kemudian Liza bersama suaminya berusaha mencari keberadaan ibu mertuanya setelah air surut.
“Air mulai surut tapi kami tak bisa masuk ke dalam rumah karna sudah penuh sekali dengan tanah,” ucapnya.
Dikatakan Liza, saat terjadi banjir bandang di dalam rumah mertuanya itu juga terdapat ponakan dan cucunya.
Ibu mertuanya bernama Ummi Raisa (101) serta ada empat orang lain yakni Tia, Nazwa, Lativa dan Gavin.
“Sampai sekarang mereka belum ditemukan, entah masih tertimbun di rumah atau banjir membawa mereka ke tempat lain,” ungkapnya dengan air mata berlinang.
Ia mengatakan proses evakuasi masih terus dilakukan berbagai macam puing sudah dibersihkan satu persatu namun belum ada tanda dari mereka.
“Saya cuma berharap mereka cepat kembali dan bertemu kami lagi,” pungkasnya.
7. Riswan Tidak Sangka Banjir Datang, Semua Tiba-Tiba dan Berlangsung Cepat
Banjir bandang yang datang secara tiba-tiba membuat warga Nagari Koto Tuo, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pasrah.
Mereka tidak menyangka banjir akan datang sehingga tidak ada persiapan sama sekali.
"Semua berlangsung sangat cepat, bunyi batu bergesekan dan suara air bergemuruh."
"Akhirnya rumah, kendaraan, warung dan sekolah hilang," ujar Riswan mengenang malam mengerikan saat banjir besar itu terjadi.
Menurut Riswan, banjir terjadi sekira pukul 22.15 WIB, Sabtu (11/5/2024).
Kedatangan banjir tidak pernah terbayangkan oleh warga setempat.
Sebab, sejak lahar dingin gunung Marapi mengganas, daerah tempat mereka tinggal memang tidak pernah terdampak.
Bahkan, beberapa warga tidak ingat betul kapan terakhir banjir serupa ini terjadi.
Beberapa dari warga menyebut tahun 2010, tapi tidak semuanya sepakat itu disebut banjir besar.
Melihat banjir yang terjadi kali ini, masyarakat menganggapnya galodo, karena kedatangannya yang tidak disangka dan sangat besar.
Riswan menyebut banjir ini membawa kayu setinggi 2 meter hingga 8 meter dan bebatuan yang sangat besar, sekira ukuran mobil dan motor.
"Airnya juga sangat amat besar, sehingga banyak bangunan hilang tak tersisa terdampak banjir ini," ujarnya ditemui, masih menggunakan sepatu boot dan bercucuran keringat.
Ia mengungkapkan satu sekolah nyaris tak tersisa di IV Koto Agam.
Rumah makan, warung dan rumah warga juga hilang entah kemana puingnya.
Semua itu terjadi dalam waktu singkat, kondisi warga juga pasrah, karena memang tidak ada yang memprediksi galodo bisa terjadi malam itu.
"Kendaraan yang terparkir di luar rumah, turut disapu oleh banjir besar ini," ujarnya.
Menurutnya, kalau menaksir kerugian, mungkin bisa mencapai miliaran rupiah untuk nagari Koto Tuo saja.
Sekarang masyarakat setempat bersama BPBD, SAR, TNI dan Polri hanya bisa bahu membahu membersikan material banjir dan menyemangati masing-masing.
8. Martis Belum Terima Bantuan, Pemerintah Lihat-Lihat Jauh Saja
Banjir bandang menerjang Nagari Koto Tuo, Kecamatan IV Koto, Agam, Sumatera Barat, Sabtu (11/5/2024) lalu.
Martis warga setempat, mengatakan banjir datang tiba-tiba sekira pukul 22.15 WIB.
Banjir diawali dengan bunyi bebatuan dan pohon yang keras menyisir sungai di Nagari Koto Tuo.
Kemudian air langsung mengalir deras dan amat keruh.
Warga setempat tanpa persiapan apapun hanya bisa pasrah menunggu galodo itu mendatangi rumah mereka masing-masing.
"Airnya sangat besar, sehingga meluas kemana-mana," ujar Martis.
Air dan batu hampir sebesar mobil dan motor menerobos dinding-dinding rumah warga.
Warung Hanyut, Mobil Terhantam Batu
Di rumah Martis, air menghanyutkan kedai harian semi permanennya dan mobil merek X-Pander.
Kedai itu hanyut beserta isinya yang tidak terlihat lagi puing-puingnya.
"Entahlah, puing bangunannya saja tidak ketemu lagi," ujarnya.
Beruntung fisik mobilnya masih terlihat meski sudah hampir setengah penyok, menahan batu besar yang terbawa banjir.
Nasib mujur rumahnya masih berdiri, meski kaca-kaca pecah dan bagian dalamnya dipenuhi lumpur.
Sekarang ia dan keluarga hanya menyisakan pakaian di badan dan basah terendam banjir. Stok makanan sudah hampir habis.
"Pemerintah sempat ke sini, lihat-lihat jauh saja. Bantuan belum ada," terangnya.
Namun BPBD, TNI dan Polri sudah banyak datang untuk membantu pembersihan material banjir.
Ia bersama warga lainnya berharap adanya tindakan tegas dari pemerintah terkait bencana ini, semisal bantuan makanan, pakaian dan serta keringanan pembangunan infrastruktur.
(Arif Ramanda Kurnia/Fajar Alfaridho Herman/Rahmat Panji/Tribunpekanbaru.com/Alexander)
Artikel ini telah tayang di TribunPadang.com
Data Terkini Korban Banjir Lahar Dingin Marapi: 61 Orang Meninggal, Potensi Bencana Masih Ada |
![]() |
---|
Data Terkini Jumlah Korban Lahar Dingin Gunung Marapi: 58 Orang Meninggal |
![]() |
---|
5 Cerita Pilu Korban Banjir Lahar Dingin di Sumatera Barat yang Menewaskan Puluhan Orang |
![]() |
---|
Trauma, Warga Panik Berhamburan saat Hujan Turun di Kabupaten Agam, Takut Jadi Korban Lahar Dingin |
![]() |
---|
Update Terbaru Jumlah Korban Meninggal Dunia Banjir Lahir Dingin di Sumbar Selasa 14 Mei 2024 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.