Alasan MK Larang Penggunaan Foto AI untuk Kampanye

Penggunaan foto yang dipoles AI dianggap MK akan merusak kemampuan pemilih dalam membuat keputusan yang berkualitas.

Editor: Joseph Wesly
Dok Mahkamah Konstitusi
Ketua MK Suhartoyo. 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Dianggap tidak sesuai dengan kenyataan dapat menyebabkan distorsi di kalangan pemilih, Mahkamah Konstitusi (MK) melarang penggunaan foto atau gambar kandidat peserta pemilu yang menggunakan teknologi artificial intelligence (AI).

Penggunaan foto yang dipoles AI dianggap MK akan merusak kemampuan pemilih dalam membuat keputusan yang berkualitas.

Citra diri yang atau dimanipulasi berlebihan tidak hanya merugikan pemilih secara individu, tetapi juga mengancam kualitas demokrasi secara keseluruhan.

Larangan ini ditetapkan setelah MK menyatakan bahwa Pasal 1 angka 35 dan Pasal 274 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.

Putusan ini, yang tercantum dalam nomor 166/PUU-XXI/2023, dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, pada Kamis (2/1/2025).

Suhartoyo menjelaskan bahwa pasal yang berkaitan dengan citra diri dalam kampanye pemilu hanya berlaku jika dimaknai sebagai "foto/gambar tentang dirinya yang original dan terbaru serta tanpa direkayasa/dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial". 

Siapa pemohon gugatan ini? Permohonan ini diajukan oleh seorang advokat bernama Gugum Ridho Putra. 

Selain mengajukan isu terkait citra diri, gugatan ini juga mencakup pasal-pasal lain seperti Pasal 280 ayat 2 tentang tim kampanye, Pasal 281 ayat 1 tentang partisipasi presiden dalam kampanye, serta Pasal 286 ayat 1 dan 2 mengenai politik uang, dan Pasal 299 ayat 1 tentang hak presiden dalam kampanye. 

Namun, permohonan untuk pasal-pasal lain tersebut tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

Apa alasan MK larang foto AI dalam kampanye? MK menjelaskan alasan di balik keputusan ini dalam salinan putusannya.

Mereka menilai bahwa penggunaan foto atau gambar AI yang tidak sesuai dengan kenyataan dapat menyebabkan distorsi di kalangan pemilih.

Hal ini telah terbukti secara nyata dalam pemilihan umum sebelumnya.

"Sebagaimana telah dipertimbangkan pada pertimbangan hukum sebelumnya, di mana secara faktual terdapat peserta pemilu menjalankan praktik menampilkan foto/gambar yang tidak sesuai dengan keadaan/kondisi yang faktual dan tidak sesuai dengan yang sebenarnya serta berpotensi memengaruhi calon pemilih untuk tidak memilih sesuai pilihannya," tulis MK.

Fakta hukum menunjukkan bahwa Pasal 1 Angka 35 UU 7/2017 tidak memiliki kepastian hukum akibat praktik penyuntingan foto kandidat dengan AI.

MK juga menyatakan bahwa praktik ini bertentangan dengan asas pemilu yang bebas, jujur, dan adil.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved