Breaking News: Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Batalkan SHGB dan SHM di Area Pagar Laut Tangerang

Nusron Wahid akhirnya membatalkan sertifikat tanah di kawasan pagar laut, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten

Editor: Joseph Wesly
TribunTangerang/Gilbert Sem Sandro
Penampakan bambu yang sebelumnnya tertancap di laut dan disebut pagar laut di atas kapal TNI AL di Pantai Tanjung Pasir, Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (22/1/2025). 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Sertifikat Hak Guna Bangunan dan Surat Hak Milik yang berada di area pagar laut tangerang dibatalkan.

Pembatalan sertifikat itu dlakukan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid.

Nusron Wahid akhirnya membatalkan sertifikat tanah di kawasan pagar laut, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten. 

SHGB dan SHM itu dibatalkan karena dari hasil penelusuran Kementerian ATR/BPN, ditemukan sejumlah sertifikat yang berada di luar garis pantai. 

Adanya SHGB dan SHM itu viral setelah beberapa pihak merespons adanya sertifkat di atas laut di Kabupaten Tangerang.

Fakta itu terungkap berawal dari nelayan yang protes adanya pagar laut di wilayah mereka di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten. 

Setelah viral, pagar laut dibongkar TNI AL dan KKP. Setelahnya ternyata ada sertifkat di lahan yang dipagar bambu tersebut.

Setelah dirunut, SHGB dan SHM itu terbit di tahun 2023 atau era pemerintahan Jokowi.

Kala itu Hadi Tjahjanto mempimpin Kementerian ATR/BPN.

Merespon hal itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid melakukan pembatalan sertifikat.

"Secara faktual pada kondisi saat ini terdapat sertifikat yang berada di bawah laut. Setelah kami teliti dan cocokkan dengan data spasial, peta garis pantai, serta dokumen lainnya, ditemukan bahwa beberapa sertifikat berada di luar garis pantai," kata Nusron usai meninjau pencabutan pagar laut di Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Rabu (22/01/2025). 

Nusron mengungkapkan, terdapat 280 sertifikat ditemukan di kawasan pagar laut yang berada di Desa Kohod. Sertifikat tersebut terdiri dari 263 Hak Guna Bangunan (HGB) dan 17 Sertifikat Hak Milik (SHM).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, pencabutan sertifikat hak atas tanah dapat dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN tanpa perintah pengadilan jika terjadi cacat administrasi dan belum mencapai usia lima tahun sejak diterbitkan.

"Karena sebagian besar sertifikat ini terbit pada tahun 2022–2023, maka syarat cukup untuk pembatalan terpenuhi," lanjutnya.

Tidak boleh jadi properti privat

Nusron juga menegaskan, dari hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, tidak boleh ada area yang menjadi privat properti.

"Oleh karena itu, ini tidak bisa disertifikasi, dan kami memandang sertifikat tersebut yang di luar (garis pantai) adalah cacat prosedur dan cacat material," ungkap Nusron dalam konferensi pres di Tangerang, Rabu (22/1/2025).

Dengan demikian, menurut Nusron, karena letaknya berada di luar garis pantai, SHGB dan SHM itu secara otomatis dicabut dan dibatalkan status hak atas tanahnya.

Lebih lanjut, Kementerian ATR/BPN saat ini juga melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap petugas juru ukur dan petugas di Kantor Pertanahan (Kantah) Tangerang yang menandatangani atau mengesahkan sertifikat tanah tersebut sebagai langkah penegakan hukum yang berlaku.

"Hari ini kita sudah panggil kepada petugas itu oleh aparatur pengawas internal pemerintah terkait pemeriksaan kode etik," tegas Nusron.

  • Adapun para pihak yang terlibat penerbitan SHGB dan SHM di Laut Tangerang, yakni: Juru Ukur Kantor Pertanahan (Kantah) Tangerang 
  • Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) Kepala Seksi Pengukuran dan Survei Kantah Tangerang
  • Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kantah Tangerang
  • Kepala Kantah Tangerang

Nusron meminta maaf dengan adanya permasalahan ini dan berkomitmen menyelesaikannya secara tuntas serta terang benerang.

"Kami akan menuntaskan masalah ini seterang-terangnya, setransparan-transparannya, tidak ada yang kami tutupi. Karena memang fungsi dari aplikasi BHUMI adalah untuk transparansi, siapapun bisa mengakses, dan ini bukti kalau kita siap dikritik, dan siap dikoreksi oleh siapapun masyarakat, kalau memang ada kesalahan akan kita koreksi," tutupnya.

Viral soal adanya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut.

Adanya SHGB dan SHM di area pagar laut diakui oleh Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid.

Nusron Wahid mengatakan pagar laut yang membentang di perairan Tangerang itu memiliki sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) yang terbit pada tahun 2023.

Diketahui Kementerian ATR/BPN kala itu dipimpin oleh Hadi Tjahjanto. Hal itu sesuai dengan temuan-temuan masyarakat yang diperoleh melalui aplikasi BHUMI ATR/BPN dan hasilnya diunggah di media sosial. Jumlahnya terdapat 263 bidang dalam bentuk SHGB.

Rinciannya atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, dan atas nama perorangan sebanyak 9 bidang.

Selain SHGB, terdapat pula SHM yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang dengan jumlah 17 bidang.

Kemudian, Nusron anak buahnya, Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Dirjen SPPR) untuk melakukan koordinasi dan mengecek bersama Badan Informasi Geospasial (BIG) pada Senin (20/1/2025).

Tujuannya untuk memeriksa lokasi dari sertifikat tanah-sertifikat tanah di garis pantai Desa Kohod tersebut berada di dalam garis pantai (daratan) atau berada di luar garis pantai (laut).

Pasalnya, di dalam pengajuan sertifikat tanah tersebut, terdapat dokumen-dokumen yang terbit tahun 1982.

Sehingga, pihaknya perlu memeriksa batas garis pantai tahun 1982, 1983, 1984, 1985, 2024, hingga sekarang.

"Untuk mengecek keberadaan apakah lokasi yang dimaksud dalam peta bidang tanah yang tertuang dalam SHGB maupun SHM tersebut berada di dalam garis pantai atau di luar garis pantai. Dan kami minta besok (Selasa) sudah ada hasil, karena itu masalah tidak terlalu sulit untuk dilihat, jadi garis pantainya mana," tutur Nusron.

Respons Hadi Tjahjanto

Merespon temuan itu, eks Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hadi Tjahjanto buka suara.

Dia mengaku tidak mengetahui soal Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) terkait pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.

 Hadi mengungkapkan, dirinya justru baru mengetahui soal SHGB dan SHM itu terbit pada 2023, setelah polemik soal pagar laut tersebut mencuat.

“Saya baru mengetahui berita ini dan mengikuti perkembangannya melalui media,” ujar Hadi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/1/2025).

Meski begitu, Hadi tidak berkomentar banyak mengenai polemik pagar laut di wilayah perairan Kabupaten Tangerang itu, maupun soal penerbitan dokumen sertifikat atas aset tersebut.

Dia justru meminta semua pihak menghormati langkah Kementerian ATR/BPN yang sedang berupaya mengklarifikasi soal keabsahan dokumen tersebut. 

“Saya pikir kita harus menghormati langkah-langkah yg sedang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN dalam rangka memberikan klarifikasi,” kata Hadi.

Berdasarkan informasi yang didapatkan Hadi, Kementerian ATR/BPN saat ini sedang menelusuri kesesuaian prosedur dalam penerbitan sertifikat tersebut ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.

“Salah satunya kalo tidak salah, akan melakukan penelitian ke Kantor Pertanahan setempat apakah prosedur penerbitan hak yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan sudah sesuai dengan ketentuan atau tidak,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, penemuan pagar laut ini bermula dari laporan yang diterima Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten pada 14 Agustus 2024. Pagar laut ini menjadi sorotan karena diketahui tidak memiliki izin.

Muannas Alaidid Bantah Ada SHGB dan SHM

Pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Pesisir Kabupaten Tangerang, menimbulkan polemik baru usai munculnya Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimiliki perusahaan swasta maupun perorangan.

Menanggapi hal tersebut, Konsultan Hukum PIK-2 Muannas Alaidid menegaskan klaim laut yang disertifikatkan tidaklah benar.
Muannas menilai, yang terjadi adalah alih fungsi lahan tambak atau sawah milik warga yang terabrasi.

Meski demikian, batas-batasnya masih jelas kemudian dialihkan sesuai prosedur hukum.

“Pernyataan Menteri ATR/BPN kemarin sangat jelas. Tidak ada laut yang disertifikatkan. Yang ada adalah lahan tambak atau sawah yang terabrasi, namun batasnya tetap dapat diketahui dan tercatat dalam dokumen resmi, lalu dialihkan menjadi HGB dan SHM,” kata Muannas kepada wartawan, Selasa (21/1/2025).

Berdasarkan hasil kordinasi dengan Lembaga Geospasial Menteri ATR/BPN sebelumnya, telah memerintahkan Dirjen SPPN untuk melakukan koordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (GIB) untuk memeriksa garis pantai Desa Kohod.

Pemeriksaan itu kata Muannas, bertujuan untuk memastikan apakah HGB dan SHM berada di dalam atau di luar garis pantai, berdasarkan perubahan garis pantai, sejak 1982 hingga 2024.

Muannas mengaku, dalam pengecekan melalui Google Earth menunjukkan kavling HGB dan SHM yang berada di sekitar pagar bambu bukan laut, melainkan lahan warga yang terabrasi.

"Masalah ini muncul karena ada yang salah memahami bahwa pagar laut sepanjang 30 km tersebut adalah bagian dari SHGB milik pengembang, padahal sebagian di antaranya adalah SHM milik warga,” tuturnya.

Muannas mengatakan, seluruh dokumen yang diterbitkan melalui proses yang legal, sesuai prosedur penertiban HGB dsn SHM.

Lahan yang semula berupa tambak atau sawah milik warga lanjut Muannas, dialihkan menjadi SHGB milik PT setelah melalui pembelian resmi, pembayaran pajak, serta dilengkapi Surat Keputusan (SK) Izin Lokasi dan PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang).

“SHGB yang ada diterbitkan sesuai proses dan prosedur. Semula lahan tersebut SHM milik warga, dibeli secara resmi oleh PT, dibalik nama, dan pajaknya dibayar. Semua dokumen lengkap,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Muannas juga menyoroti adanya narasi yang keliru mengenai pagar laut sepanjang 30 kilometer tersebut.

“Isu ini mirip dengan narasi terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikaitkan secara keliru dengan PIK 2. Sama seperti itu, klaim bahwa seluruh pagar laut sepanjang 30 km adalah bagian dari HGB PIK juga tidak benar,” kata Muannas.

“Keterangan BPN sudah jelas, tidak semua pagar laut ini terkait HGB PIK. Ada SHM warga lainnya yang terlibat,” tambahnya. 

Ombudsman akan Minta Penjelasan ATR/BPN

Kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Pesisir Kabupaten Tangerang, ternyata menimbulkan polemik baru.

Yang mana, terdapat Hak Guna Bangunan (HGB) hingga Sertifikat Hak Milik (SHM), dari perusahaan swasta maupun perorangan.

Hal itu pun menjadi perhatian publik, lantaran adanya HGB hingga SHM tersebut telah menabrak hak konstitusi terkait laut.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten, Fadli Afriadi menuturkan, jika sampai ada penerbitan di HGB di kawasan itu, maka perairan yang dipasangi pagar laut, telah dianggap sebagai daratan.

Fadli menilai, hal tersebut berbanding terbalik dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VII/2010 menyangkut ketentuan mengenai pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3).

“Yang jelas satu, kalau kebetulan mahkamah konstitusi sebenarnya di laut itu tidak berlaku rezim hak, artinya tidak boleh ada kepemilikan. Jadi kalau bentuknya ini ada Hak Guna bangunan, tentu perlu diselidiki lebih lanjut kok bisa keluarnya itu adalah dalam bentuk hak,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (21/1/2025).

Atas hal tersebut, Fadli mengatakan pihaknya akan memanggil perwakilan dari kantor wilayah (Kanwil) ATR/BPN, untuk mengetahui Informasi lebih lanjut soal HGB dan SHM tersebut.

“Jadi kami akan secepatnya mengundang ke Kanwil ATR/BPN kita perlukan informasi yang lebih jelas nih terkait antara keberadaan kabar HGB tersebut dengan pagar laut yang ada,” kata dia.

Lebih lanjut Fadil menegaskan akan memanggil pihak-pihak yang terlibat baik Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tangerang hingga Provinsi Banten. 

“Ya kami (akan panggil). (Tapi) akan fokus pihak terkait (terlebih dahulu). Nanti akan kita panggil (dari Pemda ) untuk memastikan lagi, bagaimana bisa ada HGB di sana,” ungkapnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved