PT Pertamina Patra Niaga Bantah Oplos Pertalite Jadi Pertamax, Kejagung Tunjuk Lokasi Pengoplosan

PT Pertamina Patra Niaga tetap keuekuh tidak melakukan pengoplosan seperti yang dituduhkan oleh Kejagung

Editor: Joseph Wesly
(KOMPAS.com/YOHANA ARTHA ULY)
OPLOS PERTALITE- Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan saat soft launching Pertamax Green 95 di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (24/7/2023). Meski dibantah, Kejagung memastikan ada aksi pengoplosan yang dilakukan PT Pertamina Patra Niagara. (KOMPAS.com/YOHANA ARTHA ULY) 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Meski Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menerangkan modus korupsi yang dilakukan oleh petinggi PT Pertamina Patra Niaga tak membuat PT Pertamina Patra Niaga mengakui adanya aksi pengoplosan.

PT Pertamina Patra Niaga tetap keuekuh tidak melakukan pengoplosan seperti yang dituduhkan oleh Kejagung.

Petinggi PT Pertamina Patra Niaga menegaskan tiidak ada praktik pengoplosan Pertamax dengan Pertalite dalam proses pengadaan dan distribusi BBM.

Kalau pun ada penambahan zat adiktif, sekedar untuk membedakan produk dan memberikan warga untuk pertamax.

Hal itu dikatakan Pelaksana Tugas Harian (Plh) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra.

Eaga menegaskan bahwa tidak ada praktik pengoplosan Pertamax dengan Pertalite dalam proses pengadaan dan distribusi BBM. 

“Dengan tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan, izin kami memberikan penjelasan terkait isu yang berkembang di masyarakat, khususnya soal kualitas BBM RON 90 dan RON 92,” kata Ega dalam rapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu. 

Kejagung Tetap Bantah

Namun, penjelasan itu dibantah oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung membantah pernyataan PT Pertamina Patra Niaga yang mengeklaim bahwa tak ada pengoplosan atau blending Pertamax dengan Pertalite. 

"Tetapi penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 (Pertalite) atau di bawahnya 88 di-blending dengan 92 (Pertamax). Jadi RON dengan RON sebagaimana yang sampaikan tadi," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar di Kantor Kejagung, Rabu (26/2/2025).

Abdul Qohar menegaskan pihaknya bekerja dengan alat bukti. Dugaan pengoplosan itu pun ditemukan berdasarkan keterangan saksi yang diperiksa penyidik.

"Jadi hasil penyidikan, tadi saya sampaikan itu. RON 90 atau di bawahnya itu tadi fakta yang ada, dari keterangan saksi RON 88 di-blending dengan 92. Dan dipasarkan seharga 92," katanya.

Untuk memperkuat alat bukti yang dimiliki, Kejagung pun akan meminta ahli untuk meneliti temuan-temuan tersebut.

“Nanti ahli yang meneliti. Tapi fakta-fakta alat bukti yang ada seperti itu. Keterangan saksi menyatakan seperti itu," ujar Qohar.

Ungkap Lokasi Pengoplosan

Kejagung mengungkap lokasi pengoplosan Pertamax dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. 

Pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan mencampur minyak yang kualitasnya lebih rendah dilakukan di terminal dan perusahaan milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR).

MKAR merupakan anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yang rumah dan kantornya sempat digeledah oleh Kejagung.

Dilansir dari Kompas.com (27/5/2025), pengoplosan Pertamax terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki bersama-sama oleh Kerry dan tersangka Gading Ramadhan Joedo.

Hal ini terungkap saat Kejagung menjelaskan peran dua tersangka baru, yaitu Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

Maya Kusmaya memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 90.

Itu dilakukan untuk menghasilkan RON 92 (Pertamax) yang kemudian dijual dengan harga RON 92.

Selain itu, Kerry Ardianto disebutkan juga menerima keuntungan setelah Maya dan Edward menyetujui mark up atau penggelembungan harga kontrak pengiriman yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.

Dikutip dari laman Kompas.com (26/2/2025), berikut nama-nama tersangka kasus dugaan korupsi minyak mentah yang telah ditetapkan oleh Kejagung:

Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga

Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional

Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

Yoki Firnandi (YF) selaku pejabat di PT Pertamina International Shipping

Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa

Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Gading

Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga

Edward Corne (EC) selaku VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  

Prabowo Turun Tangan

Presiden RI Prabowo Subianto angkat bicara soal kasus korupsi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite yang dioplos menjadi Pertamax.

Prabowo mengatakan, jika kasus korupsi tersebut sedang dalam proses penanganan. 

"Lagi diurus itu semua ya. Lagi diurus semua, oke?" kata Prabowo usai meluncurkan bank emas atau bullion bank  di The Gade Tower, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025).

Selanjutnya Prabowo pun memastikan, pemerintah berkomitmen untuk menuntaskan permasalahan seperti korupsi yang merugikan keuangan negara, dan kepentingan masyarakat.

"Kami akan bersihkan, kami akan tegakkan. Kami akan membela kepentingan rakyat," jelasnya. 

Dirut PT Pertamina Patra Niaga Ditangkap

Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) ditetapkan Kejaksaan Agung jadi tersangka.

Bersama tujuh pelaku  lainnya, dia ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Kejagung menyebut Rivai Siahaan memiliki trik khusus untuk melakukan korupsi yang cukup rapi.

Caranya, Rivai Siahaan membeli Pertalite namun kemudian pertalite tersebut dioplos menjadi pertamax.

Namun dalam pembukuan Rivai Sinaga Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.

Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” menjadi Pertamax.

Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” menjadi Pertamax. 

“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).

“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.

Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Berikut peran ketujuh tersangka dalam perkara ini: Riva Siahaan bersama SDS, dan AP memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.

Sementara itu, tersangka DM dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.

Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (Ron 92).

Padahal sebenarnya, hanya membeli Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah. Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92.

Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan. Selanjutnya, pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping yang dilakukan Yoki selaku Dirut PT Pertamina International Shipping.

Dalam hal ini negara mengeluarkan fee sebesar 13 hingga 15 persen secara melawan hukum, sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

”Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” tulis keterangan tersebut.

”Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun,” imbuh keterangan Kejagung.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved