Warga Satu Desa di Tangerang Terjerat Rentenir, Utang Rp 500 Ribu Jadi 40 Juta, Tanah Dirampas

Utang kecil menjadi beranak-pinak karena besarnya cicilan bunga yang harus dibayar para debitur kepada rentenir

Editor: Joseph Wesly
(Shutterstock)
TERJERAT RENTENIR- Seratusan hingga ribuan warga desa di Tangerang terjerat rentenir. Uang Rp 500 ribu jadi Rp 40 juta, tanah dirampas. (Shutterstock) 

TRIBUN TANGERANG.COM- Fenomena warga terjerat utang rentenir viral di Tangerang. Bukan satu orang, ada seratusan warga Tangerang yang terjerat rentenir.

Warga yang terjerat rentenir diambil harta bendanya karena tidak sanggup membayar utang.

Utang kecil menjadi beranak-pinak karena besarnya cicilan bunga yang harus dibayar para debitur kepada rentenir.

Setelah menunggak, para rentenir merampas benda milik dibur secara paksa. Mulai dari perabotan, alat elektronik, kendaraan bahkan tanah.

Fakta ini terkuak saat seratusan raga mengikuti pertemuang yang digelar kepala desa dengan anggota DPRD Kabupaten Tangerang, Chris Indra Wijaya.

Awalnya pihak desa hanya mengundang sebanyak 30 warga namun yang datang ternyata ratusan orang.

Satu di antara warga yang terjerat utang adalah A (80) tahun. A harus kehilangan tanahnya akibat tidak mampu membayar utang.

Baca juga: Kronologi Lahan Warga Kosambi Tangerang Dirampas Rentenir, Utang Rp 500 Ribu Menjadi Rp 40 Juta

Utang yang awalnya sebesar Rp 500 ribu mendadak menjadi Rp 40 juta setalah bertahun-tahun menunggak.

A awalnya meminjam uang untuk perobatan sang anak.

D, warga Kampung Rawa Lumpang, mengatakan fenomena ratusan warga yang terjerat utang kepada rentenir di desanya sudah berlangsung belasan tahun.

"Banyak banget warga yang terjerat utang ke rentenir, di Desa Selembaran Jati saja ada ratusan, belum di desa lain," kata D kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (16/3/2025).

D sendiri memiliki dua kerabat yang terjerat utang kepada rentenir, dengan masing-masing berutang Rp 500.000 kepada salah seorang rentenir yang biasa menawarkan jasa pinjaman uang ke kampungnya.

Utang kedua kerabatnya itu kini telah membengkak berkali-kali lipat, bahkan hingga Rp 40 juta karena menunggak sehingga bunganya naik.

Baca juga: Kisah Manula Asal Kosambi Tangerang Lahannya Dirampas Rentenir, Utang Rp 500 Ribu Jadi Rp 40 Juta

"Karena tunggakannya besar, akhirnya barang-barang disita. Saudara saya harus kehilangan lahan tanah 40 meter karena sertifikatnya diambil oleh rentenir," ungkap D. 

Hal serupa juga terjadi kepada warga lain di Selembaran Jati.

Menurut D, banyak warga yang kehilangan barang-barang berharga seperti televisi dan motor yang dirampas oleh rentenir sebagai jaminan.

"Barang-barang berharga di rumah diambil. Itu kalau sampai tidak bisa bayar utang. Betul itu, saya tidak mengada-ngada karena korbannya cerita langsung," ujar D.

D mendapatkan cerita tersebut saat para warga yang menjadi korban jeratan utang rentenir dikumpulkan di kantor desa Selembaran Jati beberapa waktu lalu.

Saat itu, tengah digelar mediasi terkait permasalahan warga yang terjerat utang dan rentenir. Mediasi dihadiri oleh kepala desa, camat, hingga anggota DPRD Kabupaten Tangerang. "

Kemarin diundang para korban, diminta 30 orang, tetapi yang datang ratusan. Mereka semua mengaku jadi korban rentenir," kata dia dikutip dari di Kompas.com

Utang Rp 400 Ribu Jadi 40 Juta

Seorang Manula di Desa Selembaran Jati, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, kehilangan lahannya.

Lahan milik A (80) itu raib karena dirampas rentenir. Rentenir merampas tanahmya karena A tidak mampu membayar utang.

Hutang A yang semula Rp 500 ribu beranak-pinak hingga menembus angka Rp 40 juta.

Akibat tidak mampu membayar utangnya tersebut, rentenir tempatnya meminjam mengambil tanahnya dan kini membangun kotrakan di atas lahan tersebut.

Kisah viral karena utang yang awalnya cuma Rp 500 ribu berkembang menjadi Rp 40 Juta.

Banyak netizen yang tidak habis pikir dengan ulah sang rentenir yang mewajibkan debiturnya membayar bungan yang sangat besar.

Bunga tersebut akhirnya menjerat dibitur sehingga terpaksa menyerahkan lahannya.

Kronologi Perampasan Tanah

Peristiwa itu bermula saat S, anak dari A terpaksa meminjam uang Rp 500.000 pada 2016 lalu untuk biaya berobat A yang tengah sakit.

Uang itu dipinjam kepada seorang rentenir berinsial MR.

"Pinjaman Rp 500.000, bunganya Rp 100.000 per minggu, jadi tiap minggu S bayar bunganya saja, sementara pokoknya tetap, sampai satu waktu tidak punya uang untuk bayar dan bunga ditambahkan ke pokok utang, akhirnya nilai utang dan bunganya terus bertambah," kata D, kerabat dari keluarga A kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (16/3/2025).

Hingga kemudian, pada tahun 2020, rentenir MR mengkonfirmasi ke S bahwa utang beserta bunganya telah membengkak menjadi Rp 20.000.000.

MR kemudian meminta kepada S untuk menyerahkan sertifikat lahan seluas 100 meter milik keluarga yang terdapat di samping rumahnya sebagai jaminan utang tersebut.

Saat punya uang, suami S sempat berupaya untuk menebus sertifikat tanah itu melalui rentenir lain berinsial R tetapi ternyata sertifikat sudah berada di tangan CE yang merupakan bos MR dan R sehingga tidak bisa diambil.

Padahal. R sudah diberi uang Rp 3.000.000 untuk mengambil sertifikat tersebut.

"Lebih parahnya lagi CE kemudian datang ke rumah dan bilang tanahnya akan diambil 40 meter, sertifikatnya akan dipecah," Kata dia.

CE beralasan sebidang lahan itu akan diambil karena utang S membengkak jadi Rp 40.000.000. Utang itu diakumulasikan dari utang S dan utang rentenir MR yang juga punya utang ke CE.

"Aneh banget kan, utang si MR malah dilimpahkan juga ke S," ujarnya.

Adapun uang Rp 3.000.000 sebelumnya diberikan ke R, dipakai oleh CE untuk biaya pecah sertifikat Rp 2.500.000.

Kini, bidang lahan seluas 40 meter sudah dimiliki oleh CE dan dibangun kontrakan di atasnya.

D mengaku geram dengan kasus itu yang menurutnya merupakan perampasan. Dia sudah mencoba berbagai upaya untuk mengembalikan hak lahan milik kerabatnya.

"Kemarin Alhamdulillah ada dari desa, camat dan anggota dewan datang, dikumpulkan para korban lain juga totalnya ada ratusan," kata D.

Ia berharap kasus ini dilirik oleh pemerintah kabupaten, bahkan pemerintah pusat karena dianggap meresahkan.

Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Tangerang yang datang ke lokasi, Chris Indra Wijaya mengatakan, akan mencari solusi terbaik dari permasalahan ini.

Menurutnya, kasus ini juga sudah dinformasikan ke Bupati dan Wakil Bupati Tangerang.

"Pemerintah kabupaten, baik desa, kecamatan, dan bupati harus hadir dalam menangani ini, ini sudah harus menjadi perhatian karena melibatkan ratusan bahkan ribuan warga terjerat rentenir," kata Chris.

Selain itu, Chris mendengar banyak warga yang mendapat intimidasi dan perampasan barang saat tidak membayar utang tersebut.

Lebih lanjut, Chris mengaku sudah berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk upaya hukum bagi para warga yang menjadi korban

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved