TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan advokat Fredrich Yunadi terhadap mantan kliennya, mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).
Fredrich menggugat Setnov dan istrinya, Deisti Astriani, sebesar Rp 2 triliun.
Dalam putusan via e-court untuk nomor perkara 264/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL, majelis hakim PN Jakarta Selatan menolak seluruh gugatan yang dilayangkan Fredrich terhadap mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.
Baca juga: Tulis Surat Terbuka Lagi, Irjen Napoleon Bonaparte: Aku Bukan Koruptor!
"Petikan amar putusannya yaitu mengabulkan eksepsi para tergugat dalam kompensasi mengenai penggugat tidak mempunya hak untuk menggugat," kata Taufik Akbar, kuasa hukum Setya Novanto, Kamis (7/10/2021).
Dalam pokok perkara, hakim menyatakan gugatan Fredrich Niet Ontvantkelijke Verklaard atau putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.
"Dalam konvensi dan rekonvensi; menghukum penggugat dalam konvensi/ tergugat dalam rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang hingga saat ini sejumlah Rp 826.000," jelas Taufik.
Baca juga: Usul Densus 88 Dibubarkan, Fadli Zon Dinilai Tendensius dan Provokatif
Dikonfirmasi terpisah, Rudy Marjono, kuasa hukum Fredrich Yunadi, menyatakan bakal mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas putusan PN Jakarta Selatan ini.
Menurutnya, pertimbangan majelis hakim PN Jakarta Selatan hanya mempersoalkan hal yang berada di luar substansi perkara.
"Berdasarkan putusan via e-court gugatan Fredrich Yunadi dinyatakan tidak dapat diterima."
Baca juga: Agar Tak Terbentur Ramadan, PDIP Setuju Pemilu 2024 Digelar pada 21 Februari Seperti Usulan KPU
"Sehingga kami akan menindaklanjuti dengan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta."
"Menurut pendapat kami, pertimbangan hukum majelis hanya mempermasalahkan hal yang di luar substansi perkara," beber Rudy kepada Tribunnews.
Fredrich Yunadi menggugat Setya Novanto dan Deisti Astriani, lantaran dinilai wanprestasi dalam kesepakatan pembayaran fee sebagai pengacara dalam kasus KTP-el.
Baca juga: Minta 8 Orang Dalam Azis Syamsuddin Diusut, Mantan Jubir: Bekerjalah dengan Benar, Dewas KPK
Dari 14 legal action yang dikerjakan, Fredrich mengaku tidak dibayar sesuai porsi dalam kesepakatan.
Dalam petitumnya, Fredrich mengaku rugi materil dan imateriel yang nilainya mencapai Rp 2,2 triliun.
Harga Disepakati Secara Lisan
Fredrich Yunadi menggugat mantan kliennya, bekas Ketua DPR Setya Novanto beserta istri, Deisti Astriani, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca juga: Kompolnas: Dalam Waktu Dekat Ada Penunjukan Kabareskrim Baru
Gugatan yang diajukan Maret 2020 lalu itu terkait biaya jasa hukum alias fee pengacara Fredrich yang tak kunjung dilunasi Setya Novanto.
Dinukil dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel), Jumat (6/11/2020), perkara tersebut bernomor 264/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL tertanggal 20 Maret 2020.
Baca juga: Mahfud MD Bilang Rizieq Shihab Ingin Pulang Terhormat Meski Seharusnya Dideportasi karena Overstay
Fredrich meminta majelis hakim menetapkan tergugat I, yakni Setya Novanto dan tergugat II, Deisti Astriani, melakukan perbuatan wanprestasi karena tidak membayar seluruh biaya jasa kuasa hukum.
"Menerima dan mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya."
"Menyatakan sah secara hukum kesepakatan pembayaran biaya Jasa Kuasa Hukum antara PENGGUGAT dan TERGUGAT I dan TERGUGAT II," demikian sebagian isi gugatan yang dikutip Tribunnews.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Dapat Bintang Mahaputera, Mahfud MD: Tak Diberi Curiga, Dikasih Dibilang Mau Bungkam
Fredrich juga meminta majelis hakim menghukum Setya Novanto dan Deisti membayar segala kerugian kepada fredrich sebesar Rp2.250.000.000.000 dengan rincian sebagai berikut:
1. Kerugian Materiel:
-14 Legal Action (upaya hukum) x Rp2.000.000.000 per-Legal Action (tiap upaya hukum) = Rp28.000.000.000 – Rp1.000.000.000 yang sudah dibayar = Rp27.000.000.000;
Baca juga: Mahfud MD: Rizieq Shihab Bukan Khomeini, Pengikutnya Tidak Banyak
- 2 persen x Rp27.000.000.000 per bulan bilamana dihitung dengan nilai investasi suku bunga bank, terhitung sejak somasi disampaikan dan diterima Tergugat I pada bulan Oktober 2019 hingga putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap.
2. Kerugian Immaterial:
Total Rp2.256.125.000.000 dari perincian:
Baca juga: Jaksa Agung Divonis Bersalah oleh PTUN, Jamdatun: Kami akan Banding Keputusan yang Tidak Benar
- 1 bulan pidana kurungan = Rp62.500.000 x 90 bulan (total masa pidana kurungan PENGGUGAT) = Rp5.625.000.000;
- Uang tunai pembayaran denda sebesar Rp500.000.000
- Kehilangan pemasukan nafkah sebesar Rp25.000.000.000 perbulannya x 90 = Rp2.250.000.000.000
Baca juga: Jurus Baru Lawan Covid-19, Pemkab Bekasi Ajak Warga Terapkan 3W
Dan bilamana perlu dengan cara lelang terhadap harta kekayaan TERGUGAT I dan TERGUGAT II, baik yang diletakkan sita jaminan maupun harta kekayaan lainnya sesuai ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku:
1. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk tunduk mentaati dan patuh melaksanakan putusan ini;
2. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100.000.000 untuk setiap harinya, apabila TERGUGAT I dan TERGUAGAT II lalai memenuhi dan melaksanakan isi putusan ini;
Baca juga: Gatot Nurmantyo Dianugerahi Bintang Mahaputera, Deklarator KAMI: Cara Jinakkan Orang Beda Sikap
3. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (Conservatoir Beslag) yang telah diletakkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara ini terhadap:
- Sebidang tanah dan bangunan dengan luas 290m2, yang terletak di Perum Tanah Kebon Jeruk Kav. Blok A 1, berdasarkan Sertipikant Hak Guna Bangunan No. 381 Tahun 1987, Surat Ukur Nomor : 105/5442/1986, atas nama Pemegang - Hak RADEN SETYA NOVANTO / TERGUGAT I ;
- Sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Wijaya XIII, No. 19, RT 003/RW 003, Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12160.
Baca juga: Gedung dan Hotel di Jakarta Boleh Ajukan Proposal Gelar Resepsi Pernikahan, Wajib Protokol Covid-19
Dengan batas depan Jalan Wijaya XIII, samping kiri, Jl Panglima Polim II, belakang Jalan Wijaya XIV, atas nama Pemegang Hak RADEN SETYA NOVANTO/TERGUGAT I ;
4. Menyatakan putusan atas perkara a quo dapat dijalankan terlebih dahulu (uitverbaar bij vorrad) meskipun TERGUGAT I dan TERUGAT II, melakukan upaya hukum banding, kasasi , peninjauan kembali dan verzet;
5. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk membayar biaya-biaya yang timbul dalam perkara ini.
Baca juga: 3M Vaksin Paling Aman Tangkal Covid-19, Tak Ada Efek Sampingnya
Fredrich Yunadi divonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Ia terbukti merintangi penyidikan korupsi proyek KTP-el.
"Menyatakan terdakwa Fredrich Yunadi bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja merintangi penyidikan tersangka korupsi."
Baca juga: Hadapi Banjir, Pemkab Bekasi Bakal Lebarkan Sungai dan Bentuk Satgas Bebas Sampah Plastik
"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 7 tahun denda Rp500 juta atau diganti pidana kurungan 5 bulan," ucap Hakim Saifuddin Zuhri, Kamis (28/6/2018).
Majelis hakim menolak segala nota pembelaan atau pleidoi Fredrich dan tim kuasa hukum.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim juga mencantumkan hal yang memberatkan terhadap Fredrich Yunadi.
Baca juga: Mencoba Menyalip dari Kiri, Pemotor Tewas Terlindas Truk Trailer di Jalan Akses Marunda
Yakni, tidak berterus terang dan tidak mengakui perbuatannya, tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, serta kerap kali mencari-cari kesalahan saksi.
"Terdakwa juga menunjukan sikap dan tutur kata kurang sopan selama persidangan," kata hakim.
Sedangkan hal yang meringankan, Fredrich belum pernah dihukum dan masih memiliki tanggungan.
Baca juga: Marwan Batubara Minta Gatot Nurmantyo Tolak Bintang Mahaputera dari Jokowi
Fredrich sebelumnya dituntut oleh jaksa pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 600 juta.
Dalam dakwaan disebutkan, Fredrich Yunadi melakukan upaya perintangan, di antaranya memesan kamar inap Rumah Sakit Medika Permata Hijau, sebelum kecelakaan mobil Setya Novanto terjadi pada Kamis 16 November 2017.
Padahal, mantan Ketua DPR itu harus memenuhi panggilan penyidik KPK atas kasus korupsi KTP-el.
Baca juga: Dinobatkan Jadi Menteri Berkinerja Terbaik Versi Survei Indo Barometer, Prabowo Tak Nyaman
Selama di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Fredrich Yunadi juga bertindak tidak kooperatif dengan mengusir tim satuan tugas KPK.
Sikap berbeda diberikan Fredrich terhadap kumpulan orang diduga simpatisan Novanto. (Danang Triatmojo)