TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten terus melakukan upaya penanganan stunting melalui Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS).
Tim lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melaksanakan penanganan persoalan gizi buruk melalui kewenangan masing-masing.
TPPS itu sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Banten, di Provinsi Banten terdapat 10.643 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang tersebar 8 kabupaten/kota.
Operasional posyandu tersebut didukung oleh 53.214 kader.
Kepala DPMD Provinsi Banten Enong Suhaeti mengatakan, pembinaan dan pelatihan penanganan stunting dilakukan kepada kader posyandu dan kader PKK.
Selain itu, pihaknya juga memfasilitasi sarana dan prasarana dalam pelayanan posyandu.
“Untuk insentif kader posyandu, bisa dialokasikan dari dana desa sehingga tergantung hasil musyawarah desa,” kata Enong Suhaeti, Kamis (10/3/2022).
Baca juga: Ade Fitrie Kirana Dukung Pencegahan Stunting karena Anak Masa Depan Indonesia
Baca juga: Pantau Tumbuh Kembang Anak Secara berkala untuk Cegah kesalahan Penanganan Stunting
Dia mengatakan, pihaknya akan terus menjalin dan melakukan koordinasi, sinergi, dan harmonisasi dengan Forum Kader Posyandu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Mengakomodir bantuan hibah Forum Kader Posyandu, serta pembinaan kepada kader posyandu dan kader PKK untuk menekan stunting.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Provinsi Banten, Siti Ma’ani Nina mengatakan, penekanan angka stunting menjadi program prioritas.
Serta mengarah kepada intervensi berbasis keluarga berisiko stunting dengan menekankan pada penyiapan kehidupan berkeluarga.
Pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan akses air minum dan sanitasi.
Dalam rangka percepatan berbasis keluarga dibentuk Tim Pendamping keluarga (TPK) terdiri dari unsur bidan, kader PMK dan kader IMP.
Baca juga: Cegah Stunting dan Obesitas Pemprov Banten Kampanyekan Pemenuhan Gizi
Baca juga: Sachrudin Ungkap Angka Stunting di Kota Tangerang Terendah di Provinsi Banten
Penurunan stunting menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan.
Khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan).
Akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan).
Kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi.
Keempat faktor tersebut memengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak, hal ini akan mencegah masalah kekurangan gizi.
Kunci percepatan penurunan angka stunting yakni intervensi penurunan stunting terintegrasi dengan pembagian peran dan tanggung jawab antara pemerintah pusat, pemerintah Provinsi, pemerintah kabupaten/kota sampai dengan pemerintahan desa.
Baca juga: Benyamin Ajak Warga Ambil Langkah Tepat untuk Melawan Stunting
Baca juga: Benyamin Davnie Beri Perhatian Khusus Stunting Anak 14 Persen di Kota Tangsel
Dia menjelaskan, ada perbedaan data antara SSGI dan e-PPGBM.
SSGI yakni Studi Status Gizi Indonesia berupa survei berskala nasional untuk mengetahui perkembangan status gizi balita (stunting, wasting, dan underweight) tingkat nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Sedangkan e-PPGBM merupakan Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat.
Berdasarkan SSGI Tahun 2021 prevalensi stunting Provinsi Banten pada tahun 2021 sebesar 24,5.
Sementara berdasarkan e-PPGBM prevalensi stunting Provinsi Banten pada tahun 2019 sebesar 15,43, tahun 2020 sebesar 10,38, dan pada tahun 2021 sebesar 7,4.
“Berdasarkan hasil penginputan e-PPGBM Persentase Stunting pada tahun 2019 sampai dengan tahun 2021 sudah ada penurunan."
"Tetapi tetap harus dilihat cakupan yang diukur berdasarkan sasaran yang ada dan sudah di bawah target 2021, 21.1 persen,” katanya.