Akan tetapi satu tahun bisa sampai 5 kali, sebab timun suri ini sangat cepat kurang 2 bulan juga sudah bisa panen.
"Kan infonya timun suri ini bisa menjadi bahan baku sabun colek, nah itu bisa saja dikembangkan.Sekarang ini kita makan atau bisa kebeli baju atau barang ya pas mau puasa saja, diluar itu paling buat makan aja itu juga ya serabutan aja kerjanya," katanya.
Abah Iyom (55) petani timun suri Perum Karawang Baru juga mengeluhkan hal serupa.
Tidak adanya perhatian dari pemerintah daerah, padahal ada potensi besar timun suri di wilayah ini.
"Teu aya pisan (tidak ada sama sekali) bantuan tuh," katanya.
Dia sudah 6 tahun menjadi petani timun suri sekaligus penjul.
Usai dipetik, timun suri itu dikumpulkan dan dijula kepada para pedagang timun suri dipinggir-pinggir jalan.
"Engga ada bantuan pemasaran sosialiasi, ya kita di sini sedatangnya saja sama dari mulut ke mulut sampai mulai terkenal sekarang ini," katanya.
Diketahui, Perum Karawang Baru ini dulunya adalah lahan kebun karet milik PTPN dengan luas sekira 1.200 hektare.
Baca juga: Kota Tangsel Tetapkan Operasional Restoran dari Siang hari hingga Pukul 21.00 WIB
Akan tetapi karena bangkrut, sejak tahun 1993 dipugar menjadi milik empat perusahaan itu milik keluarga cendana yakni PT Hutomo Mandala Putra, PT Graha Jati Indah, PT Adiyesta Cipta Tama, dan PT Sentra Bumilokatama.
Tapi, pada 1998 saat Orde Baru tumbang, pengelolaan perumahan mengalami permasalahaan terutama terkait pembayaran pajak sehingga pada 2015 hak guna bangunan dan hak guna usahanya tidak diperpanjang pemerintah
Lokasi Perum Karawang Baru itu akhirnya ditinggalkan developer dan penghuninya. Dan kini dikenal sebagai 'Kota Mati'. (MAZ)