TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Sidang vonis eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa akan digelar esok hari, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Selasa (9/5/2023).
Hal tersebut diketahui dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Barat yang menyebut bahwa sidang vonis itu akan digelar pada pukul 09.00 WIB di ruang sidang Mudjono.
"Selasa, 09 Mei 2023. 09:00:00 sampai selesai. Pembacaan Putusan," tulis keterangan dalam laman SIPP Jakarta Barat, dilansir pada Senin (8/5/2023).
Diketahui sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menjatuhkan tuntutan kepada Teddy Minahasa dengan hukuman mati.
Hal itu sebagaimana Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Jaksa menyebut, hukuman mati pantas diterima Teddy lantaran dia dianggap telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu.
Selain itu, terdakwa merupakan Anggota Kepolisan Republik Indonesia yang memangku jabatan sebagai Kapolda Provinsi Sumatera Barat.
Baca juga: INI Sederet Alasan Jaksa Penuntut Umum Tolak Pembelaan Teddy Minahasa
Baca juga: Hakim Diminta Tolak Nota Pembelaan Teddy Minahasa, JPU: Hukuman Mati Sudah Tepat
Sementara itu, jelang putusan vonis besok, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat, Iwan Ginting optimis jika pasal yang disangkakan untuk Teddy Minahasa adalah benar.
Meskipun, pasal tersebut sempat diperdebatkan dalam sidang di PN Jakarta Barat oleh penasihat hukum terdakwa, Hotman Paris Hutapea.
Sehingga, dirinya optimis Majelis Hakim akan mengabulkan tuntutannya.
"Dengan bukti yang kami miliki dan telah diajukan di persidangan, kami sangat yakin dakwaan kami terbukti yaitu pasal 114 ayat (2)," ujar Iwan saat dihubungi, Sabtu (6/5/2023).
"(Tuntutan dikabulkan) itu kewenangan yang mulia Majelis Hakim," imbuhnya.
Untuk informasi, Irjen Pol Teddy Minahasa terjerat kasus peredaran gelap narkoba bersama anak buahnya eks Kapolres Bukittinggi Dody Prawiranegara.
Namun selain Dody, turut terjerat dalam kasus tersebut, Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, dan Muhamad Nasir.
Batal Demi Hukum
Persoalan tuntutan batal demi hukum diperdebatkan Hotman Paris Hutapea setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli pidana, Eva Achjani Zulfa untuk memberikan keterangan dalam sidang perkara narkotika Teddy Minahasa Cs.
Eva diminta JPU untuk menjadi saksi ahli untuk terdakwa Irjen Pol Teddy Minahasa pada Senin (6/3/2023) lalu.
Kemudian, ia diminta kembali menjadi saksi ahli untuk terdakwa AKBP Dody Prawiranegara dan Linda Pujiastuti alias Anita Cepu hari ini, Rabu (8/2/2023).
Dalam delik formilnya tempo hari, Eva menyebut surat dakwaan Teddy Minahasa yang disangkakan dengan Pasal 112 oleh JPU adalah batal demi hukum.
Pernyataan tersebut sempat menjadi perdebatan hingga membuat Kuasa Hukum Irjen Pol Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea memastikannya berkali-kali.
"Pertanyaan saya, kalau seorang aparat polisi melakukan pelanggaran terhadap tata cara penyimpanan, tata cara penyisihan narkoba, apakah harusnya didakwa (Pasal) 114 atau (Pasal) 140 yang juga sama-sama pidana?" tanya Hotman kepada saksi Eva di muka sidang Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (6/3/2023) lalu.
"Iya karena spesifik ini delik propria. Di sana ada ketentuan penyidik Polri maupun PPNS 88, 89, ketika berkaitan dengan administrasi atau tata cara penyimpanan, maka kami akan tunduk pada ketentuan pasal 140 sebagai lex specialis," jawab Eva kepada Hotman.
Mendengar pernyataan Eva, Hotman pun kembali menegaskan terkait pasal apa yang akan disangkakan kepada penyidik Polri apabila melanggar tata cara penyimpanan dan penyisihan narkoba.
"Jadi seorang penyidik polisi yang melanggar tata cara penyimpanan, menyimpan di luar jangka waktu, menyisihkan kilogram di luar ketentuan, kena sanksi pidana 140?" tanya Hotman.
"Betul, dalam konteks barang bukti," balas Eva.
Sontak Hotman Paris membuka draft berkas perkara di hadapannya dan langsung mengeluarkan pertanyaan kepada majelis hakim. Ia menyebut bahwa surat dakwaan JPU kepada Teddy Minahasa salah.
"Wah ini surat dakwaan salah dong majelis, kok (Pasal) 112?" kata Hotman sembari tertawa kecil ke arah tim JPU.
Di akhir pertanyaannya, Hotman lalu meminta penegasan ahli pidana terkait makna surat dakwaan JPU untuk Teddy Minahasa.
Secara tegas, Eva menjawab bahwa surat dakwaan seperti itu seharusnya batal demi hukum.
"Jadi surat dakwaan seperti itu harusnya apa?" tanya Hotman.
"Batal demi hukum," jawab Eva.
"Sekali lagi, Bu?" pinta Hotman.
"Batal demi hukum," tandasnya.
Menyambung debat panas tersebut, Eva secara gamblang memberi penjelasan terkait makna 'batal demi hukum' yang dimaksudkannya tempo hari.
Menurut Eva, batalnya dakwaan seseorang itu mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sudah tersusun secara cermat dan lengkap sesuai syarat formil.
Namun, pada beberapa kasus, terdapat dakwaan yang dinyatakan batal demi hukum.
"Katakanlah ini yang sering terjadi adalah orang menggelapkan tetapi yang dipakai pasal tentang penipuan, maka jadilah dakwaan itu tidak cermat dalam konteks itu, dakwaan bisa jadi batal demi hukum atau dakwaan misalnya dilakukan tetapi daluwarsa penuntutannya sudah lewat. Pasal 78 KUHP, batal demi hukum," kata Eva di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu (8/3/2023).
Dalam kasus narkoba yang menjerat Irjen Pol Teddy Minahasa dan AKBP Dody Prawiranegara, terdakwa dikenakan pasal Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35.
Adapun pasal 114 ayat 2 itu berkaitan dengan perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan 1 yang beratnya melebihi satu kilogram.
Sementara pasal Pasal 112 ayat 2 menjelaskan menerangkan bahwa dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman.
"Katakanlah UU Kesehatan, seorang apoteker, tetapi ternyata yang didakwa adalah bukan seorang apoteker, batal, batal demi hukum," jelas dia.
"Contoh perbuatan orang yang membawa tas berisikan narkoba itu dianggap menguasai narkoba itu sendiri," lanjutnya.
Demikian penjelasan Eva terkait batalnya suatu dakwaan demi hukum.
Menanggapi hal itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Iwan Ginting usai sidang kasus narkoba terdakwa AKBP Dody Prawiranegara dan Linda Pujiastuti buka suara.
Menurut Iwan, tidak ada batal demi hukum. Pernyataan saksi ahli kemarin berkaitan dengan contoh kasus tertentu, yang tidak spesifik dengan perkara narkoba Teddy Minahasa Cs.
"Tidak ada batal demi hukum. Itu kemarin terkait dengan ada penggiringan ataupun pertanyaan yang menyangkut kalau misalnya ini pelakunya bukan sebagaimana yang termasuk di dalam (Pasal) 112 dan 114 gitu," ujar Iwan saat ditemui di PN Jakarta Barat, Rabu (8/3/2023).
"Jadi misalnya kami dakwakan tidak sesuai. Artinya faktanya begini, tapi dakwaannya seperti ini. Nah itu otomatis batal demi hukum," jelas dia.
Iwan menegaskan, bukan dakwaan Teddy Minahasa yang batal demi hukum.
Pasalnya menurut dia, pernyataan saksi ahli tempo hari dimaknainya sebagai andai-andai saja, bukan dalam perkara yang tengah bergulir di persidangan.
"Ya bukan penggiringan sbnrnya. Ada ditanya pendapat, contoh kasus yang sama. Judulnya kemarinn itu dakwaan Teddy Minahasa batal demi hukum kan? tidak begitu," tegas Iwan.
"Jadi pertanyaannya itu kan 'Kalau begini gimana, kalau begitu gimana?' barulah ahli menjawab, 'Kalau begitu, batal demi hukum'. Bukan dakwaannya TM batal demi hukum," lanjut dia.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat itu optimis, pihaknya sudah tepat menjatuhkan pasal dakwaan terhadap Teddy Minahasa, yakni Pasal 114 ayat 2 KUHP.
"Tepat dan sesuai. Jadi ini kan seperti dakwaan kami (Pasal) 114 kan. Jadi itu menawarkan untuk dijual, menjual, jadi perantara dalam jual beli, menukar," jelasnya.
"(Pasal) 112-nya memiliki, menyimpan, menyediakan, itu semua kan ada di dalam dakwaan," lanjutnya.
Menurut Iwan, perdebatan antara Hotman dan Eva tempo hari adalah salah paham.
Tak ada yang salah dalam dakwaannya. Justru, Iwan mengaku, pengungkapan kasusnya jadi lebih terang benderang.
"Yang kemarin salah paham itu. Makanya tadi saya pertanyakan juga kepada ahli. Jadi itu bukan pihak swasta, siapa saja yang memenuhi unsur pidana dalam (Pasal) 114, 112 itu bisa. Mau dia penyidik, mau jaksa, mau wartawan, semua bisa," ujarnya.
"Kalau 140 memang subjeknya itu adalah penyidik yang tidak melakukan ketentuan terkait penyisihan, penyimpanan barang bukti narkotika," tandasnya. (m40)