PPDB

Pindah Alamat Biar Lolos PPDB, Dukcapil Yogya Pernah Temukan Warga yang Tiap 3 Tahun Ganti KK

Editor: Ign Prayoga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pengumuman PPDB jalur zonasi

TRIBUNTANGERANG.COM, YOGYAKARTA - Penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi diduga memunculkan aksi tipu-tipu.

Sejumlah siswa diperkirakan menempuh cara legal yakni pindah alamat ke dekat sekolah favorit.

Hal ini membuat siswa tersebut punya peluang besar diterima di SMA negeri yang dia inginkan.

Jalur zonasi merupakan sistem PPDB menggunakan pendekatan jarak rumah ke sekolah.

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menemukan modus-modus kecurangan yang dilakukan orangtua agar sang anak lolos PPDB jalur zonasi pada sekolah yang diinginkan.

Salah satu modus yang digunakan adalah orangtua yang tiba-tiba berdomisili di dekat sekolah. Hal ini dikuatkan oleh dokumen kependudukan berupa kartu keluarga (KK).

Baca juga: Satu Desa Tak Ada yang Lolos Jalur Zonasi PPDB Jabar, SMA Negeri Terdekat Berjarak 7 Km

"Memang KK-nya terverifikasi. Namun dinas tidak melakukan verifikasi lapangan apakah orangtua dan keluarga tersebut tinggal di situ atau hanya KK-nya saja. Kami dapatkan informasi seperti itu masih terjadi," ujar Kepala Ombudsman DIY Budhi Masturi, Jumat (7/7/2023).

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Yogyakarta mengakui adanya fenomena tersebut.

Bahkan, Disdukcapil menemukan ada warga yang pindah Kartu Keluarga (KK) tiap tiga tahun.

Kepala Disdukcapil Kota Yogyakarta Septi Sri Rejeki mengungkapkan, pihaknya pernah menemukan kasus seorang warga yang pindah KK setiap gelaran PPDB.

"Ada yang sekolah di SMAN 1 tetapi ditolak di universitas negeri manapun, karena dulunya seperti itu. Misalnya mau daftar ke SMAN 1 pinjam alamat saudaranya di Kuncen. Saat SMP pinjam alamat saudara di Terban (dekat SMPN 8)," kata Septi Sri Rejeki, Selasa (11/7/2023).

Menurut Septi, diperlukan edukasi kepada masyarakat bahwa kualitas sekolah di Yogyakarta sama dan merata, dan jangan sampai ego orangtua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah unggulan.

"Butuh komitmen, dan integritas masyarakat itu perlu dibangun terutama mindset ‘anaku kudu sekolah unggulan, kudu ning sekolah bergengsi," kata dia.

"Paradigma masyarakat harus disadarkan bahwa sekolah itu sama,” imbuh Septi.

"Jika paradigma dan mindset masyarakat tidak diubah dan tidak diberi oleh edukasi maka masyarakat selalu memiliki celah dalam mengakali peraturan.

Bahkan dia juga mencontohkan pada kasus lain yaitu, undang-undang agraria terbaru seseorang yang membeli tanah dengan status sawah maksimal rumahnya berjarak 100 meter dari sawah.

Banyak dari masyarakat yang pindah KK sementara, ke alamat dekat sawah yang dibeli. "Masyarakat tetap punya strategi," imbuh dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com