Konflik Rempang

Polemik Pulau Rempang, Warga Berbagai Daerah Datang ke Batam Menolak Pengusuran Berakhir Ricuh

Editor: Joko Supriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DEMO SOAL REMPANG - Massa melempar kantor BP Batam dengan batu saat demo soal nasib warga Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Senin (11/9/2023).

TRIBUNTANGERANG.COM - Buntut bentrokan yang terjadi di Pulau Rempang, Batam beberapa waktu lalu menuai protes semua pihak.

Bahkan kini beberapa warga dari berbagai daerah menggelar aksi ujuk rasa depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, pada Senin (11/9/2023).

Unjuk rasa ini sebagai bentuk solidaritas kepada warga Rempang yang dipaksa meninggalkan kampungnya

Warga yang datang membela warga Rempang ini memandati area jalan depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Dalam aksinya, para pengunjuk rasa menyampaikan 5 tuntutan. Yakni menolak penggusuran 16 kampung tua yang ada di Pulau Rempang, Galang.

Baca juga: Kronologi Bentrok di Rempang Batam yang Jadi Sorotan Kapolri Usai Gas Air Mata Buat Pelajar Pingsan

Bahkan setelah kepala BP Batam menemui pendemo, justru aksi demo ricuh hingga massa pendemi melemparkan botol dan batu ke petugas pengamanan.

Dikutip TribunBatam.com, kekesalan warga memuncak karena tidak ada jawaban pasti yang bisa diterima.

Sebelum kericuhan terjadi, Kapolresta Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto mengatakan, nasib delapan warga Rempang Kecamatan Galang yang ditahan polisi karena bentrok di Rempang beberapa hari lalu sudah ditangguhkan.

Meski begitu, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Salah satunya, wajib lapor.

Emosi massa mulai tersulut. Kala itu seorang perempuan yang ikut demo naik ke mobil komando.

Ia membandingkan nasib warga Rempang yang ditangkap polisi karena melawan petugas, dengan petugas yang menembakkan gas air mata ke warga hingga mengakibatkan anak sekolah pingsan.

Perempuan itu meminta agar petugas tersebut diproses secara hukum.

"Warga kami ditangkap karena melanggar hukum, bagaimana dengan petugas yang menembakkan gas air mata, yang membuat anak-anak kami sampai saat ini trauma," katanya.

Delapan orang ditangkap

Sebanyak delapan orang ditangkap imbas bentrokan yang terjadi antara polisi dan warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023).

Bentrokan terjadi karena ada sekelompok warga yang menolak rencana pengembangan Kawasan Rempang Eco City dan ingin tetap menguasai lahan itu.

"Terkait beberapa orang yang diamankan oleh pihak aparat keamanan, kami sampaikan ada 8 orang," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, kepada wartawan, Jumat (8/9/2023).

Meski begitu, Ramadhan tidak mengungkap secara rinci identitas mereka yang ditangkap itu.

Ia hanya mengatakan alasan delapan orang diamankan lantaran membawa sejumlah jenis senjata dalam bentrokan tersebut.

Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno Sebut Pulau Rempang Batam Akan Dijadikan Pusat Ekonomi Industri Hijau

Atas hal itu, polisi memproses perbuatan delapan orang tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.

"Ada yang membawa ketapel, ada yang membawa batu, dan membawa barang-barang atau benda-benda yang berbahaya," ucap dia.

"Sekali lagi aparat keamanan, kepolisian beserta aparat keamanan lainnya berusaha mengedepankan dialog, menjembatani, menengahi antara warga masyarakat dan pihak BP Batam. Tentu semua ini kepentingannya adalah untuk kepentingan masyarakat," lanjutnya. 

Guru SMPN 22 Batam Selamatkan Siswa ke Hutan

Sementara itu, diberitakan Tribun Batam, suasana belajar mengajar di dalam ruang kelas gedung SMP N 22 Tanjung Kertang Cate, Batam, Kamis (7/9/2023) pagi mendadak gempar.

Uap gas air mata terbawa angin menuju lokasi SMPN 22 Batam.

Kondisi ini terjadi saat ricuh antara tim terpadu dengan warga Rempang.

Lokasi SMPN 22 hanya berjarak 100 meter dari ruas jalan trans Barelang.

Uap gas air mata yang ditembak ke udara seketika terbawak angin ke kawasan sekolah, lantas itu pun membuat para siswa dan guru dilokasi nyaris pingsan.

Alhasil, dengan sigap sang guru yang saat itu mengajar langsung mengajak para siswa keluar dari dalam kelas.

Siswa yang tak mampu bertahan atas udara gas air mata, mereka pingsan di dalam kelas.

“Kami sangat kaget pak, gak tau awalnya gimana pass saat saya mengajar tiba-tiba udara tak sedap memekik pernapasan,” ujar seorang guru SMP N 22, Delia kepada Tribun.

Delia tak tahu tentang gas air mata. 

Sebab, saat itu Delia tengah mengajarkan mata pelajaran bahasa indonesia.

Namun seketika, suasana mendadak berubah. Udara yang menyelimuti ruang kelas membuat pernapasan sesak, mata pedih.

“Kayak mau mati rasanya. Langsung lah kami sama anak anak berhamburan keluar. Diluar ruangan kelas pun hal yang sama terjadi. Terpaksa kami bawak anak-anak masuk ke hutan,” ujar Delia menceritakan kejadian saat itu.

Delia menyaksikan betul kondisi beberapa siswa yang terjatu pingsan. Namun ia bersama guru lainnya berusaha menyelamatkan ratusan siswa agar tidak terjebak dalam udara gas air mata.

“Tadi gak terbayangkan pak. Banyak juga anak anak siswa yang sampai lompat pagar, masuk hutan bersembunyi,” tuturnya

Warga tumbangkan pohon besar

Sementara itu, dikutip dari Tribun Batam, sejumlah pohon yang berada di pinggir jalan sengaja ditumbangkan oleh warga Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepri.

Tujuannya agar petugas dari tim gabungan kesulitan untuk menuju lokasi pemasangan patok di Pulau Rempang.

Setidaknya ada sekitar lima pohon sengaja dipotong dengan posisi menutup badan jalan.

Akibat adanya pohon tumbang tersebut, ruas jalan menuju jembatan lima Galang macet.

Tidak hanya petugas saja, warga sekitar yang hendak menuju jembatan lima juga harus antre.

Tim gabungan harus membuang pohon dengan alat seadanya.

Pantauan di lapangan, sejauh ini sejumlah warga masih melakukan protes.

Namun polisi juga terus maju membubarkan masa yang sedang beraksi.

Pos penjagaan diperketat saat memasuki wilayah kelurahan Cate dipeiksa terlebih dahulu.

Saat memasuki lokasi kejadian banyak kendaraan aparat kemanan terparkir di pinggir jalan.

Jalan dipenuhi kaleng dan tanah bekas lemparan saat kericuhan terjadi.

Banyak warga turun kejalan meluapkan kekecewaannya atas aksi unjuk rasa yang terjadi hari ini.

Warga masih terus berjejer di pinggir jalan, sementara untuk anak anak dievakuasi untuk diamankan.

Untuk kondisi saat ini aksi unjuk rasa di kelurahan Cate sudah mulai kondusif.

Mahfud MD Tegaskan Bukan Penggusuran

Menko Polhukam Mahfud MD menekankan bahwa insiden bentrokan antara aparat gabungan TNI-Polri dan warga Pulau Rempang, Batam, pada Kamis (7/9/2023) bukanlah hasil dari upaya penggusuran, tetapi merupakan proses pengosongan lahan oleh pemegang hak.

"Harapannya agar kasus ini dipahami sebagai pengosongan lahan dan bukan penggusuran, karena lahan tersebut memang akan digunakan oleh pemegang haknya," kata Mahfud saat diwawancarai di Hotel Royal Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Jumat (8/9/2023).

Mahfud menjelaskan bahwa pada tahun 2001-2002, pemerintah memberikan hak atas Pulau Rempang kepada sebuah perusahaan dengan bentuk hak guna usaha.

Sebelum investasi dimulai, tanah tersebut tidak digarap dan tidak pernah dikunjungi. Kemudian, pada tahun 2004 dan seterusnya, keputusan diambil untuk memberikan hak baru kepada pihak lain untuk menghuni lahan tersebut.

Namun, Mahfud menekankan bahwa Surat Keterangan (SK) haknya telah dikeluarkan pada tahun 2001-2002 secara sah.

Mahfud juga mengomentari kesalahan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Pada tahun 2022, ketika investor hendak memulai proyeknya, pemegang hak datang ke lokasi dan menemukan bahwa tanahnya telah dihuni," ungkap Mahfud MD. 

"Issue yang saat ini menjadi penyebab konflik adalah proses pengosongan lahan, bukan hak atas tanah atau hak guna usaha," tambahnya.

Menurut Mahfud MD, kesalahan yang dilakukan oleh KLHK adalah mengeluarkan izin penggunaan tanah kepada pihak yang tidak berhak.

"Jika saya tidak salah, ada sekitar lima atau enam keputusan yang dinyatakan batal karena terbukti melanggar dasar hukum," jelas Mahfud.

Mahfud MD mengusulkan agar pemegang hak dan warga setempat berdiskusi bersama untuk menyelesaikan masalah ini.

"Sekarang, yang diperlukan adalah diskusi mengenai solusi, mungkin bantuan sosial, bukan kompensasi karena mereka sebenarnya tidak memiliki hak. Ini adalah tindakan belas kasihan, dan bagaimana cara memindahkan mereka, dan ke mana mereka akan dipindahkan," ungkap Mahfud MD.

"Menurut saya, ini adalah solusi terbaik," tegasnya.

Kapolri Sebut akan Prioritaskan Musyawarah

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya akan memprioritaskan musyawarah dalam upaya penyelesaian masalah yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Diketahui, di lokasi tersebut terjadi bentrokan antara aparat gabungan TNI-Polri dan warga yang menolak soal pemasangan patok, Kamis (7/9/2023).

"Upaya sosialisasi penyelesaian dengan musyawarah mufakat menjadi prioritas hingga kemudian masalah di Batam, Pulau Rempang bisa diselesaikan," ujar Listyo Sigit, kepada wartawan, Kamis.

Pihak BP Batam, kata dia, telah melakukan musyawarah dengan masyarakat di sana.

Uang ganti rugi bagi warga yang terdampak bahkan telah disiapkan.

"Namun, ada beberapa aksi, karena ada beberapa aksi yang kemudian hari ini dilakukan upaya penertiban," ucap jenderal bintang satu itu. 

 

(Wartakotalive.com/TribunBatam.com/Pertanian Sitanggang)