TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengajukan amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Megawati menyampaikan pendapatnya terkait perkara perselisihan hasil pemilihan presiden (pilpres) yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi (MK).
Langkah mengajukan amicus curiae atau sahabat pengadilan ini menuai polemik.
Pasalnya, amicus curiae tak dikenal dalam Peraturan MK maupun Undang-Undang Pemilu.
Hal ini dijelaskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak tergugat dalam kasus sengketa hasil Pilpres 2024 di MK.
Menurut KPU, UU Pemilu maupun Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023 tidak mengenal istilah amicus curiae.
"Dalam Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023, tidak ada istilah amicus curiae. Begitu juga dalam UU Pemilu," ungkap Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik pada Rabu (17/4/2024).
KPU menyampaikan kehakiman MK sebagai sosok independen perlu dihormati, khususnya saat para hakim menjalankan Rapat Permusyawaratam Hakim (RPH) untuk selanjutnya membacakan putusan pada Senin, 22 April 2024.
"Saya sangat yakin Majelis Hakim MK akan melaksanakan ketentuan yang terdapat UU MK dan UU Kekuasaan Kehakiman yang sangat eksplisit," ujarnya.
"Dalam kedua UU tersebut, tidak ada istilah tersebut (amicus curiae)," sambungnya.
Pendapat serupa juga muncul dari Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, yang menyebut bahwa amicus curiae hanya berlaku pada pihak ketiga atau yang tidak berkepentingan dalam sidang tersebut.
"Amicus curiae itu adalah pendapat hukum bagi yang berkepentingan. Namun tidak terkait dan tidak berkepentingan langsung (dengan putusan MK)," ucap Dasco.
Pakar hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Ni’matul Huda, menyebut posisi Megawati sebagai ketua partai yang mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak cocok untuk mengajukan amicus curiae.
Sebab, surat pendapat hukum tersebut hanya dapat diajukan oleh pihak ketiga.
"Memang dalam tulisan itu (amicus curiae) beliau (Megawati Soekarnoputri) menyebut sebagai warga negara Indonesia, tapi pemohon dalam sengketa pilpres salah satunya dari 03 yang didorong PDIP dan beliau ketuanya," papar Ni’matul.
Lebih dari itu, amicus curiae juga disebut tidak dapat dijadikan alat political pressure atau tekanan politik bagi para hakim MK dalam menentukan pandangannya. Hal ini karena hakim MK akan dipertanyakan independensi dan imparsialitasnya.
"Hakim MK secara normatif sesungguhnya tidak bisa diintervensi oleh apapun di luar dirinya" tambahnya.
Adapun amicus curiae adalah sebuah istilah Latin yang berarti 'friends of the court' atau 'sahabat pengadilan'.
Amicus curiae hanya berperan dalam menyampaikan pandangan hukumnya kepada pengadilan.
Keterlibatan mereka dalam kasus tersebut terbatas hanya pada pemberian opini, bukan sebagai pihak yang mengajukan perlawanan.
Ini seperti yang diungkapkan oleh kuasa hukum pasangan Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, ketika ditanya seputar tanggapannya terhadap pengajuan amicus curiae tersebut.
Posisi Megawati juga perlu dipertanyakan karena bukan pihak netral dan lebih tepat sebagai pihak yang berperkara.
"Kalau Ibu Mega, dia merupakan pihak dalam perkara ini, sehingga kalau itu yang terjadi, menurut saya tidak tepat," kata Otto pada Selasa (16/4/2024).
Otto menjelaskan bahwa amicus curiae dapat diajukan oleh perguruan tinggi yang tidak berpihak atau partisan. Ini menunjukkan bahwa entitas seperti perguruan tinggi diizinkan untuk mengajukan amicus curiae.
"Jadi, yang dimaksud amicus curiae adalah pihak-pihak tertentu yang ingin memberikan kontribusi kepada pengadilan dan ingin memberikan masukan dari sudut pandang mereka yang netral," kata Otto.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com