Tradisi habiskan makanan Arman berujar, setiap meja makan pasti mendapatkan satu termos nasi beserta sayur dan lauknya. Hanya saja, taruna tingkat satu harus mendahulukan kakak tingkatnya untuk mengambil nasi, lauk, dan sayur.
"Kakak tingkat sudah, kan sisa berempat. Nah, kalau nasi masih full, ya kami harus menghabiskan itu. Jadi, tingkat empat dan dua mau ambil setengah centong atau berapa, itu harus habis," kata Arman.
"Nah, yang paling menderita, kita itu makan juga ada waktunya, paling lama, 20 menit, harus habis," tambah Arman. Dalam satu momen, Arman bersama tiga temannya pernah mendapatkan nasi yang katanya seperti gunung, berikut dengan satu telur, satu gorengan, dan sayur capcai tanpa kuah.
"Kalau kedapatan yang terakhir, kan capcai kuahnya habis. Siasatnya kita saat lonceng sudah berbunyi, mencampurkan nasi dengan satu gelas air putih, biar ada kuahnya, biar cepat. Nah, selama satu hari, tiga kali makan, ya kayak gitu semua," ungkap Arman.
Keisengan kakak tingkat Perpeloncoan sewaktu Arman masih berstatus taruna STIP seolah tidak ada habisnya dan dia meyakini masih berlanjut hingga sekarang.
Terkadang, ada kondisi di mana taruna tingkat satu mendapatkan jam kosong karena pengajar berhalangan hadir. Kondisi ini dimanfaatkan oleh taruna tingkat dua untuk memelonco adik tingkatnya.
"Kalau kakak tingkat dua yang enak, ya enak, kita diajak ngobrol. Kalau enggak enak, ya ada kayak semacam gitu (perpeloncoan)," kata Arman.
Setiap kelas dan sudut ruangan STIP disebut terpasang kamera CCTV. Namun, para taruna tingkat dua ini memanfaatkan "blind spot" CCTV untuk memelonco adik tingkatnya.
"Jadi, liciknya, mereka pukul tingkat satu dengan mepepet ke pintu. Itu titik buat CCTV. Satu asrama itu ada CCTV, mereka sudah tahu blind spot CCTV," ucap Arman.
Kegiatan malam bikin mati rasa Selepas menunaikan shalat Isya atau sekira pukul 20.00 WIB, taruna tingkat satu wajib berbaris berhadap-hadapan di depan kamar masing-masing.
Lagi-lagi, ini untuk menghadapi perpeloncoan oleh senior mereka. "Ya kadang disuruh push up berantai dulu, jalan jongkok. Nah, itu bisa sampai jam 10.30 WIB atau 23.00 WIB. Itu setiap malam. Yang (perpeloncoan) itu tingkat empat yang satu dormi dengan kami," ujar Arman.
Terkadang, mereka juga disebut melakukan kekerasan fisik. Kata Arman, istilahnya adalah mengetes daya tahan tubuh para taruna tingkat satu.
"Dipukul perut, dipukul pipinya. Saya lupa satu lagi apa. Dan bagi mereka, itu hal yang biasa. Kayak, taruna itu harus siap dipukul perutnya, pipinya, kapan pun,” imbuh Arman.
Suatu ketika, saat tengah berbaris, Arman mengaku pernah mendapatkan sabetan dari benda yang dia tidak ingin disebutkan namanya.
Saat pertama kali mendapatkan sabetan itu, Arman mengaku kesakitan dan perih sekali. Namun, karena hampir setiap malam biasa menerima sabetan itu, Arman mengaku sempat mati rasa.