TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Sejumlah pengalaman pahit dialami Saka Tatal, salah seorang terpidana pembunuhan terhadap Vina dan pacarnya, Muhammad Rizky atau Eky.
Kasus pembunuhan itu terjadi di tahun 2016 silam.
Saka menjadi satu dari delapan orang yang ditangkap dalam kasus pembunuhan disertai pemerkosaan terhadap Vina.
Ketika peristiwa itu terjadi, Saka satu-satunya tersangka yang masih berusia di bawah umur.
Saat itu, Saka divonis delapan tahun penjara. Namun karena mendapatkan remisi dan keringanan lainnya, ia hanya menjalani setengah hukuman dari vonis.
Sedangkan tujuh terpidana lainnya tervonis hukuman penjara seumur hidup.
Mereka adalah Eko Ramdani bin kosim, Hadi Saputra Kasanah, Jaya bin Sabdul, Eka Sandy bin Muran, Supriyanto bin Sutadi, Sudirman, serta Rivaldy Aditiya Wardhana alias Ucil.
Saka sendiri telah bebas pada tahun 2020 lalu. Sabtu (18/5/2024), ia berkenan diwawancarai media.
Wawancara dilakukan di rumahnya di sekitar SMPN 11 Cirebon. Saka mengungkap sejumlah kisah terkait pembunuhan terhadap Vina dan Eky.
"(Untuk) Kronologi saya kurang paham (soal kasus Vina dan Eki karena saya tidak ada di tempat waktu itu. Saya ada di rumah, lagi sama kakak saya, paman dan teman-teman. Saya enggak kenal sama Eky dan Vina. Jadi ceritanya, waktu itu sebelum ditangkap saya disuruh sama paman untuk beli bensin bareng sama adiknya paman. Setelah isi bensin, saya niat nganterin (mengantar) motor paman itu. Pas baru nyampe (sampao), sudah ada polisi," ujar Saka.
Menurutnya, ia menjadi korban penangkapan tanpa alasan jelas.
"Saya sudah jelasin, saya waktu itu cuma nganterin motor (ke paman), eh ikut ketangkep juga, tanpa penyebab apapun, tanpa penjelasan apapun, langsung dibawa," katanya.
Harapan Saka
Di kantor polisi, Saka mengaku mengalami penyiksaan yang memaksanya untuk mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan.
"Nyampe kantor Polres, saya langsung dipukulin, suruh mengakui yang enggak saya lakuin. Saya dipukulin, diinjak, segala macam sampe saya disetrum. Yang mukulnya pokoknya anggota polisi, cuma enggak tahu namanya, karena enggak kuat dari siksaan, saya akhirnya mengaku juga, terpaksa, enggak kuat lagi," katanya.
Setelah bebas di tahun 2020, Saka mengetahui adanya tiga orang yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus ini.
Namun ia mengaku tidak mengenal ketiga DPO tersebut.
Saka menegaskan, ia bukan anggota geng motor dan tidak memiliki motor.
Ia berharap kemunculan saat ini bisa memulihkan nama baiknya.
"Dengan kejadian ini, saya pengin nama baik saya bagus lagi, seperti dulu lagi, karena saya sekarang susah nyari kerja, seharusnya saya bisa sekolah, kerja, jadi malah kayak begini," katanya.
Fakta baru
Sementara tim kuasa hukum delapan tersangka dalan kasus pembunuhan disertai pemerkosaan terhadap Vina membeberkan sejumlah fakta baru.
Mereka menilai banyak kejanggalan terutama tuntutan terhadap terdakwa dengan fakta dalam persidangan.
Dalam konferensi pers yang digelar di kantor advokat Jalan Raya Kalitanjung, Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (18/5/2024), mereka mengungkapkan sejumlah fakta mencengangkan.
Informasi yang diterima, delapan tersangka yang kini mendekam di penjara itu ditangani tiga kuasa hukum.
Mereka adalah Jogi Nainggolan yang memegang lima tersangka, masing-masing Eko, Hadi, Jaya, Eka Sandy dan Supriyanto.
Lalu, Titin menjadi kuasa hukum Saka Tatal dan Sudirman.
Kemudian, tersangka Rivaldy alias Ucil menunjuk Wiwit Widianingsih dan Shindy sebagai kuasa hukumnya.
Ketiga kuasa hukum tersebut mengawal para tersangka sejak bulan Januari 2017 hingga selesai persidangan.
"Ini para terdakwa yang selama ini berada di dalam sel bukan pelaku pembunuhan," ujar Titin.
Ia mengungkapkan, rasa kecewa terhadap vonis seumur hidup yang diberikan, mengingat fakta persidangan menunjukkan hal yang berbeda.
“Saya kecewa karena faktanya dalam tuntutan korban meninggal karena tusukan di dada dan perut. Tetapi, hasil visum atau autopsi tidak ada luka akibat tusukan benda tajam, itu fakta pertama,” ucapnya.
Titin lantas menjelaskan pakaian yang dikenakan korban, yang diperlihatkan di persidangan, dalam kondisi utuh.
"Semua kuasa hukum terdakwa melihatnya. Jadi kami semua melihat baju yang diperlihatkan di persidangan dan saat dilakukan autopsi baju itu kan dikubur dan diangkat kembali secara utuh, tidak ada bekas bolongan atau tusukan samurai yang disebut dalam tuntutan pendek dan samurai panjang. Itu baju atas nama Eky, karena tuntutan yang disabet pakai samurai itu Eky," jelas dia.
Menurut Titin, perbedaan antara tuntutan dan hasil visum sangat mencolok.
"Kami berbicara fakta persidangan, kalau rekayasa saya tidak tahu, karena saat BAP tidak didampingi oleh kami," katanya.
Titin pun menyoroti kematian korban digambarkan sama yaitu karena benturan di belakang kepala tanpa adanya sabetan.
"Sementara, kalau dari hasil pertama kali datang ditemukan sperma, cuma tidak juga dijelaskan sperma itu milik siapa, dokter juga tidak bisa menjelaskan itu," ujarnya.
Titin menambahkan, dalam persidangan juga tidak pernah dibahas soal pemerkosaan.
"Fakta lainnya, di dalam persidangan tidak pernah dibahas soal perkosaan," ucapnya.
Dengan banyaknya kejanggalan itu, konferensi pers para kuasa hukum tersangka ini menyoroti kejanggalan dalam proses hukum yang sedang berlangsung.
Mereka berharap ada peninjauan kembali terhadap kasus ini.
"Ya tentu, kami berharap ada penyelidikan ulang yang terhadap kasus ini, kasihan klien kami ini sebenarnya korban, karena tidak ada sangkut pautnya sama kasus Vina dan Eky," ujar dia.
Artikel ini telah tayang di TribunCirebon.com
Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News