Akibatnya, dia jadi tidak bisa mendengar arahan panitia terkait ujian maupun posisi duduknya. "Tidak mendengar sama sekali, walaupun paham sedikit karena saya melihat pergerakan mulut panitianya," lanjut laki-laki berkacamata ini.
Tak hanya itu, Naufal juga tiba-tiba merasa hilang arah saat mengerjakan tes tanpa pakai ABD. Dia mendengar suara berdenging di telinga yang sangat berisik.
Karena hilang fokus, dia mengaku kesulitan menjawab beberapa soal yang seharusnya bisa dikerjakan. Ini karena Naufal merasa keseimbangan otaknya terganggu sehingga kebingungan dan pusing.
"Terutama ketika saya mengerjakan soal literasi dan matemarika, jadi tidak fokus sama sekali. Padahal, saya sudah berusaha fokus membaca soal agar saya mengerjakannya dengan teliti," tutur dia.
Terkait hasil SNBT-nya, Naufal merasa malu karena skornya kecil sehingga tidak lolos SNBT. Meski begitu, Naufal berharap dirinya diterima masuk UI atau Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui tes jalur mandiri.
Naufal melanjutkan, pihak pelaksana SNBT tidak menyediakan ruang tes khusus bagi orang-orang dengan tunarungu.
Meski begitu, ada ruangan khusus bagi mereka yang tidak bisa melihat atau tunanetra dan tunadaksa atau tidak memiliki anggota tubuh sempurna.
"Iya betul, opsi tunarungunya tidak ada," tegas dia. Karena itu, dia akhirnya mengerjakan tes di ruangan UTBK biasa bersama dengan peserta lain yang tidak mengalami kondisi khusus.
Padahal, Naufal tidak bisa mendengar lagi akibat koklea atau rumah siput di telinganya pernah terbakar saat dia demam tinggi.
Kedua telinganya kini tidak bisa mendengar dengan frekuensi atau gelombang pendengaran berbeda. Untuk bisa mendengar, Naufal harus periksa ke dokter spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan (THT) dan membeli alat bantu dengar yang harganya bisa mencapai Rp 12 juta.
Penjelasan dokter THT
Dokter spesialis THT dari RSIA Anugerah Semarang, Alberta Widya Kristanti membenarkan penderita tunarungu dapat mengalami gangguan saat ABD-nya dilepas.
"Mereka jadi tidak bisa mendengar (sehingga) kesulitan komunikasi," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa.
Menurut Berta, penderita tunarungu yang tidak memakai ABD juga akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi dengan orang lain.
Mereka hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat karena tidak bisa mendengar. Untuk mendapatkan ABD, lanjutnya, penderita harus melakukan tes pendengaran bersama dokter.