"Tetapi di dalam praktiknya, bukan menyebarkan maslahah (kebaikan). Anda lihat sendiri. Kalau saya tanya kepada Anda, apa kesan Anda tentang JI? Apa yang anda ketahui tentang JI? Kan Anda akan menjawab bom Bali I, Bom Bali II, Bom Marriot, mutilasi siswi SMK di Poso. Kan begitu. Semuanya tidak maslahah (baik). Malah membawa kerusakan," ujarnya.
Atas tindakan-tindakan tersebut, ia sebagai salah satu pendiri JI meminta maaf.
Permintaan maaf tersebut ditujukannya kepada negara dan masyarakat.
"Maka sekali lagi, saya sebagai pendiri Al Jamaah Islamiyah meminta maaf sebesar-besarnya kepada negara maupun kepada publik. Ini penting. Negara karena disibukkan dengan masalah ini, masalah kami, teror-teror yang kami lakukan," kata dia.
"Publik juga dilukai dengan banyak amaliyat atau operasi yang kami lakukan. Walaupun kerugian-kerugian yang ada di publik sebagian sudah dihandle atau ditangani pemerintah oleh negara," sambung Abu Rusydan.
Ia juga berterima kasih kepada negara karena telah memberikan restitusi kepada korban-korban aksi teror JI selama ini.
Meski demikian, ia tetap meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada masyarakat atas aksi-aksi teror yang pernah dilakukan organisasi yang didirikannya itu.
"Tetapi fungsi kehormatan publik kami minta maaf sebesar-besarnya kepada publik supaya memaafkan kami dalam tingkah laku yang selama ini kami lakukan. Ini persoalan mendasar dan sangat penting," kata dia.
"Oleh karena itu dengan alasan itu, dengan alasan bahwa kami tidak mampu untuk menyebarkan maslahah, maka pembubaran JI adalah sesuatu yang mesti, kewajiban, harus. Sesuatu yang masuk akal. Sesuatu yang tidak boleh tidak, harus dilakukan," sambung dia.
Ia menjelaskan sebenarnya kesadaran dalam bentuk pemikiran dan sikap untuk membubarkan JI sudah ada sejak awal dibentuknya organisasi tersebut.
Akan tetapi, pemikiran dan sikap tersebut baru diwujudkan 30 Juni 2024 lalu karena memanfaatkan momentum.
"Maka sekali lagi, kesadaran untuk pembubaran untuk Al Jamaah Islamiyah itu sudah ada sejak awal, bukan baru 30 Juni 2024 atau sebelum itu. Atau dua tahun, tiga tahun sebelum itu. 20 tahun atau 30 tahun sebelum itu mungkin. Pemikiran untuk itu ada. Pemikiran dan sikap. Tetapi tindakan belum kami lakukan," kata dia.
"Tindakan itu memanfaatkan momentum. Momentumnya memungkinkan kami untuk memberikan semacam pernyataan bahwa Al Jamaah Islamiyah resmi dibubarkan tanggal 30 Juni 2024 dan kami kembali ke pangkuan NKRI," sambung dia.
Ia mengakui JI pernah melawan NKRI dan menganggap NKRI adalah taghut.
Taghut, kata dia, adalah bersikap memusuhi Islam dan ingin melenyapkan Islam dari bumi Indonesia.