Laporan Wartawan TribunTangerang.com, Ikhwana Mutuah Mico
TRIBUNTANGERANG.COM, SERPONG - Kasus pembunuhan tragis di Gang Masjid Darusalam akhirnya menemui titik terang. Polisi berhasil mengungkap pelaku, Firdaus (52), yang ternyata tega menghabisi nyawa kakaknya sendiri, Narun (65) karena diliputi rasa sakit hati yang mendalam.
Dari hasil pemeriksaan, Kapolres Tangsel AKBP Victor Inkiriwang mengatakan bahwa Firdaus nekat menghabisi nyawa korban akibat konflik berkepanjangan soal pembagian harta warisan orang tua mereka.
"Motif pembunuhan diduga dipicu oleh konflik berkepanjangan terkait pembagian harta warisan peninggalan orang tua mereka," kata Victor di Polres Tangerang Selatan, Serpong, dikutip Minggu (11/5/2025).
Victor mengungkapkan bahwa Firdaus merasa kecewa dan sakit hati karena rumah peninggalan orang tua diduga telah digadaikan oleh kakak-kakaknya, termasuk korban, tanpa sepengetahuannya.
Tak hanya itu, pelaku mengaku tidak mendapatkan bagian dari hasil gadai tersebut, yang memicu kemarahan.
"Pelaku merasa kesal karena rumah warisan dari orang tua diduga digadaikan oleh kakak-kakaknya, termasuk korban, tanpa memberikannya bagian dari hasil gadai," kata Victor.
Lanjut, Victor mengatakan bahwa Firdaus juga mengaku sering menerima ucapan-ucapan yang menurutnya merendahkan harga dirinya, terutama dari korban.
Kata-kata tersebut dianggap menyinggung dan mempermalukannya sebagai adik.
"Menurut pelaku merendahkan harga dirinya, yang diucapkan oleh korban yang merupakan kakaknya," ujar Victor.
Karena rasa sakit hati tersebut, akhirnya Firdaus merencanakan pembunuhan terhadap Narun.
Aksi tersebut, menurut pelaku, dimaksudkan sebagai bentuk pelampiasan serta peringatan bagi kakak-kakaknya yang lain.
"Kekesalan pelaku memuncak hingga merencanakan pembunuhan terhadap korban sebagai bentuk peringatan kepada kakak perempuan," kata Victor.
Atas perbuatannya, tersangka pembunuhan di Kedaung dijerat dengan Pasal 340 KUHP Subsider 338 KUHP dan Pasal 351 ayat (3) dan atau Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951.
“Dengan ancaman paling tinggi seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun,” tutup Victor.