Ujaran Kebencian

Muhammad Kece Meyakini Konten SARA Unggahannya Benar

Ramadhan menuturkan, pihaknya masih mendalami kemungkinan adanya motif lain terkait alasan mengunggah konten SARA tersebut.

Editor: Yaspen Martinus
istimewa
Tersangka kasus penistaan agama Muhammad Kece menilai, konten yang menyinggung SARA yang diunggahnya, benar. 

Hal itu, kata dia, merujuk Undang-undang PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Baca juga: Kabupaten Tangerang Masuk Zona Kuning Covid-19, Bupati: Harus Tetap Terapkan Prokes Ketat

Dalam beleid pasal 2 UU itu, pelanggar SARA disebut harus diingatkan oleh pemerintah.

"Pasal 2 PNPS itu harusnya ada dong yang mengingatkan."

"Menteri Agama sebagai pejabat negara mestinya melaksanakan pasal 2 itu tidak langsung mendorong polisi untuk menangkap Pak Kace."

Baca juga: Agung Mozin Keluar dari Partai Ummat, Sebut Ada Sekat dan Komunikasi Elitis Tak Akhlakul Karimah

"Artinya itu kewajiban negara," tuturnya.

Jika merujuk UU itu, kata Sandi, seharusnya Muhammad Kace juga mendapatkan surat peringatan dari Menteri Agama atau Jaksa Agung. Sebaliknya, tidak langsung diproses hukum.

"Di dalam pasal 2 itu disebutkan ada surat peringatan dari Menteri Agama atau Jaksa Agung kepada yang bersangkutan."

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 26 Agustus 2021: Dosis Pertama 59.426.934, Suntikan Kedua 33.357.249

"Ternyata dalam perkara ini kan langsung kepada pasal 4, pasal 4 itu yang kemudian diduplikasi kepada 156 KUHP."

"Sehingga di dalam pasal itu ada perbuatan yang bermusyawarah."

"Dalam Islam disebut tabayun."

Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 26 Agustus 2021: 30.099 Orang Sembuh, 16.899 Positif, 889 Meninggal

"Ayo kita bermusyawarah, kalau saya salah, ingatkan, saya kira kita begitu," sambungnya.

Atas dasar itu, Sandi meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Menteri Agama dapat menginisiasi agar kasus ini tidak diselesaikan secara hukum.

"Harapan kami Menteri Agama juga sebagai pihak yang mendesak Majelis Ulama, juga mau melakukan dialog."

Baca juga: Luhut: Tahun 1998 Pemerintah Menyelamatkan Bank, Sekarang Merescue Rakyat Kecil

"Kita tidak setuju penistaan agama dilakukan proses hukum."

"Tapi kita mengedepankan dialog, kita mengedepankan musyawarah yang bersifat holistik kebersamaan, sehingga ke depan tidak ada lagi namanya penistaan agama," paparnya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved