Setelah Dikritik Masyarakat, Kini KPI Minta Stasiun TV tidak Melakukan Glorifikasi Saipul Jamil

Namun, kebijakan KPI itu dilakukan setelah banyaknya masyarakat melakukan aksi protes atas tayangan perayaan kebebasan Saipul Jamil dari penjara.

Penulis: Mohamad Yusuf | Editor: Mohamad Yusuf
Tribun Tangerang/Arie Puji Waluyo
Penyanyi dangdut Saipul Jamil naik mobil Porsche setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (2/9/2021). Dia mendekam di penjara selama 5 tahun atas kasus pencabulan dan korupsi. 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akhirnya bertindak atas terjadinya glorifikasi atau membesar-besarkan dengan mengulang dan membuat kesan merayakan tentang pembebasan Saipul Jamil dari penjara dalam isi siaran televisi.

KPI meminta kepada pihak stasiun televisi agar tidak melakukan glorifikasi terhadap Saipul Jamil tersebut.

Namun, kebijakan KPI itu dilakukan setelah banyaknya masyarakat melakukan aksi protes atas tayangan perayaan kebebasan Saipul Jamil dari penjara.

Baca juga: Bagaimana Nasib Peserta Tes SKD CPNS 2021 di Jawa-Madura-Bali yang Belum Vaksin? Ini Solusinya

Baca juga: VIRAL, Ojol Antar Pesanan Obat Naik Sepeda Sejauh 15 Km karena Tak Punya Motor, Begini Kisahnya

Baca juga: Lokasi Tes PCR di Tangerang Selatan yang Sudah Sesuai Harga Keputusan Pemerintah

Di mana Saipul Jamil sebelumnya dipenjara karena kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur.

"Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh lembaga penyiaran televisi untuk tidak melakukan amplifikasi dan glorifikasi (membesar-besarkan dengan mengulang dan membuat kesan merayakan) tentang pembebasan Saipul Jamil dalam isi siaran," kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyikapi aduan dan respon negatif masyarakat terkait pembebasan Saipul Jamil, Senin (6/9/2021).

Permintaan ini, lanjutnya merespon sentimen negatif publik terkait pembebasan dan keterlibatan yang bersangkutan di beberapa program acara TV.

“Kami berharap seluruh lembaga penyiaran memahami sensitivitas dan etika kepatutan publik terhadap kasus yang telah menimpa yang bersangkutan dan sekaligus tidak membuka kembali trauma yang dialami korban,” tegasnya. 

KPI juga meminta lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati dalam menayangkan muatan-muatan perbuatan melawan hukum atau yang bertentangan dengan adab dan norma.

Seperti penyimpangan seksual, prostitusi, narkoba dan tindakan melanggar hukum lainnya) yang dilakukan artis atau publik figur. 

“Kami berharap lembaga penyiaran lebih mengedepankan atau mengorientasikan unsur edukasi dari informasi yang disampaikan agar hal serupa tidak terulang serta sanksi hukum yang telah dijalani yang bersangkutan tidak dipersepsikan masyarakat sebagai risiko biasa,” kata Mulyo. 

Mulyo menambahkan bahwa hak individu memang tidak boleh dibatasi tetapi hak publik dan rasa nyaman juga harus diperhatikan karena frekuensi milik publik dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan (termasuk kenyamanan) masyarakat.

“Mengedepankan hak individu tapi melukai hak masyarakat tentu tidak patut dilakukan,” ujarnya.

Mencermati beberapa peristiwa yang sering berulang dalam beberapa kasus serupa, Mulyo mengatakan momentum revisi P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) tahun 2012 yang sedang dilakukan KPI akan menjadi bahan pertimbangan dan masukan tentang pengaturan secara eksplisit tentang hal ini dalam revisi P3SPS. 

“Saat ini, kami tengah melakukan revisi terhadap P3SPS dan sudah pada tahap mendengarkan masukan dari publik dan stakeholder,” tandasnya. 

Dikritik Ernest Prakasa

Halaman
1234
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved