Wakil Ketua KPK Bilang Ada Pegawai Minta Tolong Dicarikan Kerja, Novel Baswedan Tak Percaya

Novel yang juga tidak memenuhi syarat akibat tak lulus TWK, menilai Nurul Ghufron salah kaprah dengan maksud permintaan tolong dari pegawai nonaktif.

Editor: Yaspen Martinus
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Novel Baswedan tak percaya soal kabar pegawai tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK), meminta pekerjaan lain kepada pimpinan KPK. 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Penyidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tak percaya soal kabar pegawai tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK), meminta pekerjaan lain kepada pimpinan KPK.

"Soal apa yang disampaikan oleh Pak Nurul Ghufron bahwa ada pegawai yang minta tolong ke yang bersangkutan, maaf, saya tidak percaya," kata Novel saat dihubungi, Selasa (14/9/2021).

Novel yang juga tidak memenuhi syarat (TMS) akibat tak lulus TWK, menilai Nurul Ghufron salah kaprah dengan maksud permintaan tolong dari pegawai nonaktif.

Baca juga: 70 Persen Pejabat Tambah Kaya Selama Pandemi Dinilai Problem Etik Serius

Permintaan tolong yang disampaikan pegawai bukan permohonan permintaan pekerjaan lain, namun permohonan agar pimpinan KPK tak sewenang-wenang dengan para pegawai.

"Kalau pun ada pegawai yang minta tolong, barangkali pegawai tersebut meminta agar pimpinan tidak melanggar hukum dan bertindak sewenang-wenang, yang itu merusak kaidah dasar integritas dan merugikan KPK," papar Novel.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah menawarkan 57 pegawai tidak memenuhi syarat (TMS) dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK), bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Baca juga: Pemerintah Waspadai Tiga Varian Baru Covid-19, Pintu Masuk Internasional dan Perbatasan Dijaga Ketat

Malah, kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, pimpinan tidak ada yang menyuruh pegawai gagal jadi aparatur sipil negara (ASN) tersebut mengundurkan diri.

"Yang jelas dari kita enggak ada meminta pengunduran diri dan lain-lain," kata Ghufron saat dihubungi, Selasa (14/9/2021).

Ghufron mengaku tidak mengetahui perihal surat permohonan penyaluran pegawai nonaktif ke perusahaan pelat merah.

Baca juga: LaporCovid-19 Terima Aduan Non Nakes Banyak Disuntik Vaksin Booster

"Yang jelas form-nya (surat permohonan) saya enggak tahu."

"Kalau ditawari, itu bukan ditawari, mereka itu katanya sih, ya, mereka tanya masa sih pimpinan enggak memikirkan mereka? Begitu," jelasnya.

Ghufron mengatakan, tidak semua 57 pegawai nonaktif mengindahkan penawaran bekerja di BUMN.

Baca juga: Dianggap Layak Jadi Menkopolhukam, Sufmi Dasco Ahmad: Tidak Terlintas Sedikitpun di Pikiran Saya

Dia mengklaim ada sebagian dari mereka yang meminta bantuan kepada pimpinan.

"Artinya, mereka yang TMS kan ada macam-macam levelnya, ada yang melawan, kemudian ada yang meminta tolong."

"Mungkin ada yang minta tolong begitu, mereka mungkin inisiasi di antara mereka sendiri, itu mungkin," ucapnya.

Baca juga: Ada Potensi Korupsi, Asal Uang Santunan Keluarga Korban Kebakaran Lapas Tangerang Dipertanyakan

Sebelumnya, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengungkapkan, para pegawai tak lulus asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK), mulai ditawari kerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Penyidik nonaktif itu menyebut beberapa rekannya telah disodorkan surat pengunduran diri, sekaligus penawaran bekerja di perusahaan pelat merah.

"Iya, beberapa kawan-kawan dihubungi oleh insan KPK, yang diyakini dengan pengetahuan pimpinan KPK, diminta untuk menandatangani dua lembar surat."

Baca juga: Terdeteksi di Aplikasi PeduliLindungi, 3.830 Orang Positif Covid-19 Masih Berkeliaran di Area Publik

"Yaitu permohonan pengunduran diri dan permohonan agar disalurkan ke BUMN," kata Novel saat dihubungi, Senin (13/9/2021).

Novel menyatakan, pengunduran diri serta penawaran melanjutkan karier di BUMN bagi para pegawai tak lulus TWK, merupakan bentuk penghinaan.

Sebab, Novel dan 57 pegawai yang tidak berhasil jadi aparatur sipil negara (ASN), merasa bekerja di KPK untuk berjuang melawan korupsi, bukan mencari gaji saja.

Baca juga: Ini Dua Skenario Pemerintah Tangani Pandemi Covid-19 di Tahun 2022

Menurut dia, hal ini semakin jelas upaya sistematis untuk membunuh pemberantasan korupsi.

"Bagi kami itu adalah suatu penghinaan."

"Hal ini semakin menggambarkan adanya kekuatan besar yang ingin menguasai KPK untuk suatu kepentingan yang bukan kepentingan memberantas korupsi," tutur Novel.

Baca juga: Agar Pandemi Covid-19 Bisa Segera Jadi Endemi, Pakai Masker Tak Perlu Disuruh-suruh Lagi

Hal senada juga disampaikan pegawai KPK nonaktif Benedycitus Siumlala. Ia menegaskan dirinya akan menolak surat tersebut.

Dia menyebut hal itu bukan jalan keluar untuk menyelesaikan polemik TWK.

"Kalau saya pribadi jelas menolak."

Baca juga: Ketua MPR: Presiden Menjabat 3 Periode Lebih Banyak Mudaratnya

"Bukan itu jalan keluarnya, dan enggak ada opsi itu di rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM."

"Saya pribadi enggak mau menghambat pimpinan. Surat itu isinya feodal sekali," beber Benedyctus.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, belum semua pegawai yang tak memenuhi syarat (TMS), ditawari surat yang dikabarkan akan disalurkan bekerja di BUMN.

Baca juga: Bamsoet Tegaskan MPR Tak Pernah Bahas Ubah Pasal Masa Jabatan Presiden

Tetapi, atas penawaran yang juga dilakukan Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa dan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, sebanyak 49 orang dikabarkan menolak dengan tegas.

Sementara, 8 orang masih mempertimbangkan untuk menerima atau menolaknya.

Sebagian pegawai KPK nonaktif yang ditawari akan bekerja di BUMN, mengaku tak ada kepastian akan ditempatkan di BUMN mana, posisi apa, lokasi penempatan, hingga status kepegawaiannya.

Atas dasar itu, pegawai tersebut pun masih mempertimbangkan untuk menerima atau menolak tawaran tersebut. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved