UMKM
Teten Masduki : Usaha Makanan di Masa Pandemi Berkembang Lewat E-commerece Naik 26 Persen
Kementerian Koperasi dan UKM menyalurkan program pinjaman, subsidi kredit dan bunga, serta penjaminan kredit kepada pelaku UMKM.
Penulis: Muhamad Fajar Riyandanu | Editor: Dian Anditya Mutiara
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menyikapi sejumlah pelaku UMKM yang mengalami cash flow atau turun omzet akibat Pandemi Covid-19.
Guna mengatasi hal tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM menyalurkan program pinjaman, subsidi kredit dan bunga, serta penjaminan kredit kepada pelaku UMKM.
Selain itu, pemerintah melakukan pendampingan bersama daerah dan asosiasi UMKM untuk melakukan adaptasi dan inovasi produk sesuai dengan ekosistem pasar saat dan pasca pandemi.
Teten Masduki juga mengajak para pelaku UMKM untuk masuk ke dalam ekosisitem pasar digital.
Menurutnya, digitalisasi adalah sebuah keniscayaan.
Kepada tim Warta Kota (TribunTangerang.com) , Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki bercerita soal upaya pemerintah untuk mengangkat peran UMKM sebagai produsen dalam memenuhi segala kebutuhan masyarakat.
Baca juga: ABK UMKM Ajarkan Anak Kebutuhan Khusus Lebih Mandiri dengan Tampung Karya untuk Dipasarkan
Berikut petikan wawancara ekslusif Warta Kota bersama Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang berlansung pada Selasa (5/10/2021) :
Bagaimana upaya pemerintah dalam memberikan kepastian barang yang di jual oleh UMKM merupakan barang yang diproduksi di Indonesia?
Ini juga yg sedang kami pastikan bahwa barang dan jasa yg dibeli Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah itu produk UMKM, bukan produk luar.
Termasuk juga yang di market online. Karena harus diakui masih 50 persen lebih barang yg di jual belikan e-commerce adalah produk import.
Pemerintah saat ini sudah ada perjanjian dengan beberapa e-commerce seperti Shopee, Lazada untuk tidak lagi menjual menjual 13 item produk yang intinya mereka tidak boleh lagi menjual produk impor, misalnya fashion muslim, produk kuliner, dan kriya.
Bagaimana supaya pelaku UMKM juga tidak sekadar pedagang, tapi juga melakukan produksi barang supaya dampak ekonomi bisa dirasakan oleh masyarakat luas?
Kita akan melindungi produk UMKM, kita tidak anti perdagangan bebas karna kita ada perjanjian perdagangan bebas dengan MEA, tapi kita perlu melindungi UMKM supaya bisa terus mengembangkan produk dan memperbaiki kualitas produknya, agar memiliki daya saing.
Ini penting, kita harus angkat konten lokal, ini harus menjadi kebijakan perdagangan/industri kita,
Kementerian Koperasi dan UKM bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) terus mengawal, kita membantu produk UMKM yang siap untuk menjadi vendor pemerintah.
Saya sudah melihat misalnya, kita banyak impor alat kesehatan, pertanian. Sebenernya kita sudah bisa mulai mengurangi, misalnya alat-alat kesehatan bisa diproduksi oleh UMKM, termasuk mesin dan alat pertanian yang bisa diproduksi di sini.
Ini penting, ada kebijakan afirmasi oleh pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada UMKM untuk mensubsitusi produk impor, dan saya kira bila didampingi dan diberikan akses biaya dan didukung oleh suplay bahan baku, kita bisa memproduksi dengan standar industry yang setara dengan produk import.
Berapa jumlah pertumbuhan UMKM pada saat Pandemi Covid-19?
Saat ini pertumbuhannya sudah sangat luar biasa, jumlah umkm yang sudah terhubung ke ekosistem digital sebelum pandemi hanya 8 juta atau 13 persen, sekarang sudah sekitar 15,9 juta atau naik 24,8 persen.
Seperti yang kita tahu, masyarakat pendapatan turun dan kemampuan daya beli turun.
Maka sekarang kita dorong UMKM banting setir kepada sektor makanan dan minuman, kesehatan, Sektor itu di e-commerce naik 26 persen, ini luar biasa.
Kemudian pelakuk UMKM harus melakukan adaptasi online, transformasi online dan adaptasi produk.
Jadi, selain banting setir dengan produk sesuai permintaan pasar, juga bisa melakukan inovasi produk makanan minuman dalam bentuk frozen food, makanan siap saji.
Bagaimana langkah Pemeritah untuk menyelamatkan UMKM dari dampak Pandemi Covid-19?
Pemerintah juga mencoba menyelamatkan para pelaku UMKM dari sisi permintaan pasar.
Pemerintah juga mengefektifkan belanja pemerintah, kebetulan UU Cipta Kerja sudah diatur 40 persen belanja kementerian dan lembaga harus menyerap produk koperasi dan UMKM.
Jadi tahun ini ada 446 triliunan diserap untuk menyerap produk UMKM dan per hari ini (5/10), sudah 27 persen penyerapan.
Kami juga kerja sama dengan Kementrian BUMN lewat pasar digital BUMN, juga menyerap produk UMKM.
Saya kira dengan daya beli masyarakat terbatas, lalu di subtitusi oleh pemerintah yang membeli produk UMKM, di kwartal kedua tahun ini, UMKM kita sudah mulai pulih.
Jadi 84 persen itu sudah terlihat kembali, kita belum tahu lagi data pasca PPKM.
Tapi kami tetap optimis ketika vaksinasi sudah semakin baik, kegiatan sosial dan usaha semakin dilonggarkan, saya kira UMKM akan segera menggeliat kembali.
Kita siapkan sebenarnya adalah ekosistemnya, termasuk misalnya akses kepada pembiayaan.
Di masa pandemi ini kami masih yakin bahwa keadaan ekonomi belum normal sehingga para pelaku usaha tetap masih membutuhkan dukungan program pemerintah.
Sehingga program relaksasi atau restrukturasi pinjaman sudah diputuskan dari OJK akan sampai 2023.
Saya kira ini akan memberikan kelonggaran, kenyamanan bagi dunia usaha untuk bisa bernapas supaya mereka tidak lagi harus membayar cicilan dan bunganya ketika omset mereka turun.
Bukan hanya relaksasi tapi mereka juga ketika membutuhkan produk atau modal kerja mereka bisa juga melakukan top-up pinjaman. Itu yang saya kira sangat disambut baik oleh pelaku usaha, dan tentu dengan bunga yang disubsidi, tahun ini saja itu 3 persen ya setahun.
Subsidinya lebih dari 10 persen tapi bunganya menjadi 3 persen setahun.
Baca juga: Dapatkan Bantuan UMKM Lewat Tangerang Emas, Begini Syarat yang Harus Dipenuhi
Bagaimana pemerintah bisa menjamin konten lokal seperti kuliner, pakaian dan kriya tersebut benar-benar produksi dari lokal?
Maka cut problem nya selama ini produk-produk UMKM, produk local itu daya saingnya rendah.
Menyangkut soal standarisasi, menyangkut juga bagaimana alat-alat produksi yang masih menggunakan alat-alat yang masih sederhana yang bukan standart produksi.
Tapi kami optimis kalau ini didampingi, dikurasi produknya dan standarisasinya juga diurus dengan baik, kami optimis bahwa UMKM kita bisa mensubstitusi produk-produk import.
Jadi kita bukan lagi bicara soal 60 persen tapi bisa 100 persen bisa beberapa produk dari dalam negeri.
Ini memang perlu kolaborasi, perlu koordinasi antar seluruh kementerian dan lembaga termasuk juga LKPP, karena sekarang pengadaan pemerintah itu kan sebagian besar lewat elektronik lewat, e-catalog.
Begitu juga misal pengadaan di sekolah sekarang ada Rp 54 Triliun lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, itu sekarang UMKM bisa langsung ikut pengadaan di sana, tidak harus lagi lewat broker atau angkutan lain dan sebagainya.
Sehingga memang kita sama-sama dengan daerah dengan asosiasi-asosiasi kita damping produknya sehingga punya daya saing, dan tentu memang harus ada pemihakan dari pemerintah supaya mau membeli produk-produk UMKM. Kalau marketnya ada, saya kira pembiayaan juga akan masuk ke UMKM. (m29)