Pendemi Covid19

Epidemiolog UI: Varian Omicron Mempengaruhi Psikologis Masyarakat

Kata Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia Pandu Riono Omicron sangat berpengaruh terhadap psikologis masyarakat

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Lilis Setyaningsih
istimewa
Ilustrasi- adanya varian Covid19 jenis Omicron, Pemerintah Indonesia melarang WNA dari 11 negara masuk 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Lonjakan kasus Covid-19 khususnya varian Omicron mempengaruhi psikologis masyarakat.

Sejumlah masyarakat berasumsi  dan khawatir bahwa varian Omicron yang berasal dari pelaku perjalanan luar negeri akan memicu gelombang ketiga pandemi, seperti yang terjadi pada Juni-Juli 2021 lalu.

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia Pandu Riono mengamini, Omicron sangat berpengaruh terhadap psikologis masyarakat.

Dia juga tidak menampik, ada masyarakat yang takut dengan Omicron karena maraknya pemberitaan soal varian tersebut.

Baca juga: 5 Cara untuk Tetap Sehat Secara Mental dan Fisik Ditengah Pandemi Covid19

Baca juga: Gangguan Mental Mengintai Penyintas Covid-19, Pola Tidur Terganggu

“Omicron lebih banyak berpengaruh pada ketakutan psikologis masyarakat. Selama ini kalau ada varian baru keluar, lonjakan kasusnya luar biasa, seperti bulan Juli kemarin (2021) kita semua baru sadar hebatnya pandemi,” kata Pandu pada Selasa (11/1/2022).

“Hampir semua orang punya keluarga atau kenalannya dirawat di rumah sakit, sehingga mendorong orang vaksinasi cepat, tapi ada yang jadi korban karena vaksinasi terlambat,” lanjutnya.

Sekarang, kata dia, pemerintah harus memasifkan pelaksanaan vaksinasi bagi masyarakat.

Bahkan kelompok yang rentan terpapar, hingga berdampak pada kematian harus diprioritaskan.

Baca juga: Ini Persiapan Pemkot Tangerang akan Beri Vaksinasi Covid19 Dosis Ketiga untuk Masyarakat

“Sekarang ini ada vaksinasi booster, nggak boleh terlambat. Tapi juga harus kejar orang yang belum vaksinasi, kan mereka yang berpotensi jadi korban saat ada lonjakan kasus,” jelasnya.

Pandu mengatakan, sebetulnya peningkatan kasus Omicron sudah terjadi sejak beberapa pekan lalu, tapi tidak separah varian Delta seperti pada Juli 2021 lalu.

Meski terjadi peningkatan kasus Omicron, namun sebagian besar tidak bergejala hingga masuk ke rumah sakit.

Dia menyebut, kadar kedaruratan kasus tidak hanya diukur dari tingkat penyebaran saja, tapi dilihat dari okupansi tempat tidur di rumah sakit.

Baca juga: 10 Petugas Bandara Soetta yang Kena Covid19 Tidak Terlihat Interaksi dengan Warga Setempat

Sampai sekarang tren keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) ruang isolasi dan ICU cenderung masih stabil.

“Jadi yang lebih penting adalah kita monitor dulu, apakah akan terjadi peningkatan orang masuk rumah sakit karena terinfeksi atau tidak. Kalau orang bergejala ringan bisa isoman atau isolasi terpusat, tapi tidak masuk rumah sakit,” katanya.

“Rumah sakit harus disiapkan dan butuh pelayanan, jadi kalau (pandangan) saya jangan lihat kasus tapi lihatlah tren dari kemungkinan pada kenaikan (keterisian) rumah sakit,” tambahnya.

Baca juga: Pos Pelayanan Nataru di Pamulang Juga Melayani Vaksin Covid19 untuk Anak dan Dewasa

Dia menambahkan, kondisi penyebaran Covid-19 sekarang juga tidak sebesar Juli 2021 lalu. Sebab, sudah semakin banyak orang yang divaksin dari dosis satu sampai booster, sehingga kekebalan komunalnya lebih maksimal.

“Dan juga karakteristik virusnya beda dengan varian sebelumnya. Virus masih sama, cara mencegahnya juga masih sama (pakai masker dan vaksin),” ungkapnya. (faf) 

 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved