Kecelakaan Lalulintas

Perjanjian Pengendara Moge Maut dan Keluarga Korban, Dua Poin Terakhir Terkesan Arogan

Dokumen perjanjian antara keluarga korban tewas dan pengendara moge dibuat sepihak. Pihak keluarga disodori dokumen dan diminta menandatanganinya.

Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
Istimewa
Iwa Kartiwa, pewakilan keluarga korban tewas tertabrak moge, diapit dua pengendara moge sesuai penandatanganan perjanjian di markas Polsek Kalipucang, Polres Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (12/3/2022). 

Iwa kemudia disodori dokumen perjanjian berisi empat poin tersebut di antaranya soal uang Rp 50 juta dan pernyataan keluarga korban tidak boleh menuntut.

"Mereka yang memberi santunan segitu (Rp 50 juta)," kata dia.

Iwa menegaskan dirinya sama sekali tidak meminta uang dari para pelaku. "Saya enggak minta karena enggak etis ini masalah nyawa, enggak mungkin saya meminta atau menjual (adik-adik yang meninggal)," ujarnya.

Iwa tidak menuntut apapun. Namun, dia menyerahkan kepada polisi untuk memproses pelaku.

"Mungkin ini sudah musibah, mereka juga termasuk musibah, saya tidak menuntut karena sudah islah, tinggal ketentuan proses hukumnya seperti apa," ucapnya.

Praktisi hukum di Pangandaran, Didik Puguh Indarto, mengatakan surat perjanjian itu banyak kesalahan secara formil maupun secara materiil.

Secara formil, ada kesalahan penulisan sehingga bisa batal demi hukum. Seperti misalnya, kecelakaan tertulis pada Kamis 13 Maret 2022.

"Kecelakaan tertulis pada tanggal 13 Maret, tanggal 13 kan hari Minggu, terus kecelakaan kan tertulis hari Kamis padahal kan kejadiannya hari Sabtu. Pada surat kesepakatan, dapat disimpulkan, harinya salah, tanggal nya juga salah," kata lawyer dari dari Kantor Hukum Puguh dan Partners

"Kalau kejadiannya hari Kamis, terus siapa yang tertabrak kemarin (Sabtu 12 Maret 2022)? Kenapa bisa seperti itu, hanya mereka yang membuat dan menyaksikan kesepakatan bersama damai itu yang mengetahuinya," lanjut Didik.

Kelemahan lain dari dokumen tersebut, Iwa Kartiwa tidak menyertakan surat kuasa. Menurut Puguh, orangtua korban masih ada dan mereka yang lebih berhak menandatangani perjanjian apapun terkait Hasan dan Husen.

"Itu kan yang tanda tangan hanya kakak ipar korban. Pertanyaan saya itu ada surat kuasanya nggak? Kan nggak ada. Kalau nggak ada berarti bukan mewakili ibu atau bapaknya korban," ucap Didik.

Secara materiil, kata Puguh, perjanjian itu menekankan bahwa pelaku tidak ingin kena tuntutan hukum dari keluarga korban. (*)

 

Sumber: TribunJabar.id

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved