Larangan Ekspor CPO

Indonesia Larang Ekspor CPO, Tiga Negara Ini Bakal Terdampak dan Bisa Timbulkan Retaliasi

Pemerintah melarang ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng. Keputusan ini dibuat Preiden sesuai rapat bersama para menteri Jumat (22/4/2022

Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
Tribunnews/Jeprima
Pekerja mengangkut kelapa sawit ke dalam kendaraan di perkebunan sawit di kawasan Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). 

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG -- Pemerintah melarang ekspor minyak goreng, termasuk bahan bakunya yakni crude palm oil (CPO) mulai Kamis 28 April 2022.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan keputusan dibuat sesuai menggelar rapat bersama para menteri pada Jumat (22/4/2022).

"Dalam rapat saya putuskan, melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang ditentukan," kata Jokowi dalam keterangan videonya yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden.

Kepala Negara mengatakan keputusan itu dibuat agar pasokan minyak goreng di dalam negeri melimpah kembali dan harganya murah.

Baca juga: Andika Hazrumy Nongkrong di Banten Creative Festival Dukung Kebangkitan Ekonimi Kreatif Lokal

"Saya akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan ketersediaan terjangkau," kata Jokowi.

Apakah Kebijakan yang Diputuskan Pemerintah Sudah Tepat?

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, kalau hanya untuk memenuhi pasar dalam negeri, Pemerintah tidak perlu melarang ekspor minyak goreng dan CPO.

Baca juga: Warga Mudik Lebaran Diimbau Laporkan Rumah Kosong ke Kantor Polisi Setempat

Karena hal ini akan mengulang kesalahan stop ekspor mendadak pada komoditas batubara, Januari 2022 lalu.

“Apakah masalah (pemenuhan CPO di dalam negeri) akan selesai? Kan tidak, justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri,” ucap Bhima saat dihubungi Tribunnews, Minggu (24/4/2022).

“India, China, Pakistan yang akan memberikan respons, karena mereka importir CPO terbesar dan merasa dirugikan dengan kebijakan ini,” sambungnya.

Dengan adanya kebijakan larangan ekspor, lanjut Bhima, biaya produksi manufaktur maupun harga barang konsumsi di tiga negara tersebut akan naik signifikan dan Indonesia yang disalahkan.

Baca juga: Digitalisasi Pasar Tradisional akan Berperan Dalam Transaksi dan Pembayaran

Dalam kondisi terburuk bisa menimbulkan retaliasi atau pembalasan yakni negara yang merasa dirugikan akan menyetop mengirim bahan baku yang dibutuhkan Indonesia. Sehingga akibatnya bisa fatal.

“Yang harusnya dilakukan cukup kembalikan kebijakan DMO CPO 20 persen. Kemarin saat ada DMO kan isunya soal kepatuhan produsen yang berakibat pada skandal gratifikasi,” ucap Bhima.

“Pasokan 20 persen dari total ekspor CPO untuk kebutuhan minyak goreng lebih dari cukup. Estimasi produksi CPO setahun 50 juta ton, sementara penggunaan untuk minyak goreng hanya 5-6 juta ton alias 10 persennya. Sisanya mau disalurkan kemana kalau stop ekspor?” katanya.

Baca juga: Suara Ledakan Berkali-kali saat Pemukiman Padat Warga Kebakaran di Gambir Jakarta Pusat

Harga minyak goreng yang belum stabil hingga saat ini menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi pun membuat kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng alias sawit dan minyak goreng.

Kebijakan tersebut mulai diberlakukan pada 28 April 2022.

"Hari ini saya telah memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok rakyat utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan," kata Jokowi.

Baca juga: Dirlantas Polda Metro Jaya Sambodo Purnomo Yogo Akui Pembalap Mobil Jalanan Kuasai Trek Lintasan

Presiden mengingatkan akan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan tersebut. Tujuannya agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri terjaga.

"Saya akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau," ujarnya.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan masalah minyak goreng masih terjadi sekarang ini. Meskipun masyarakat sudah mendapatkan BLT minyak goreng, namun harga minyak goreng belum sesuai dengan yang diharapkan.

Baca juga: Volume Arus Mendekati Macet, Menhub Imbau Pemudik Berangkat Lebih Awal

"Ya masalah minyak goreng kan masih menjadi masalah kita sampai sekarang meskipun masyarakat kita diberi subsidi BLT minyak goreng tetapi kan kita ingin harganya yang lebih mendekati normal," kata Jokowi di Pasar Bangkal Baru, Sumenep, Jawa Timur, Rabu, (20/4/2022).

Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng di pasaran masih tinggi, karena harga internasional Crued Palm Oil (CPO) atau sawit sangat tinggi. Produsen minyak goreng kata Presiden cenderung ingin ekspor ke luar negeri ketimbang memasarkan di dalam negeri.

Baca juga: Uji Coba Ganjil Genap Rutenya Akan Diperpanjang Sampai Cipali

Langkah pemerintah menerapkan HET minyak goreng dan pemberian BLT untuk menghadapi permasalahan tersebut hingga kini belum efektif.

"Kebijakan-kebijakan kita misalnya penetapan HET untuk minyak curah kemudian subsidi ke produsen ini kita lihat sudah berjalan beberapa minggu ini belum efektif," katanya.

Presiden mengatakan meskipun HET minyak goreng telah ditetapkan namun harga dipasaran masih tinggi. Oleh karenanya ia menduga ada permainan dibalik sengkarut minyak goreng tersebut.

Baca juga: Billy Syahputra Curiga Soal Uang Pembelian Mobil Pendiri DNA Pro Stefanus Richard

"Di pasar saya lihat minyak curah banyak yang belum sesuai dengan HET yang kita tetapkan, artinya memang ada permainan," katanya. (*)

 

Sumber: Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved