Covid 19

Kasus Covid-19 di Sejumlah Kota di China Meningkat, Warga Beijing Mulai Dilanda Panic Buying

Sejumlah kota besar di China mengalami peningkatan kasus Covid-19. Hal ini membuat sebagian besar warga Beijing menjadi panic buying.

Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
Photo by Peter PARKS/AFP
Seorang pekerja (kiri) mengisi kembali rak-rak kosong di sebuah supermarket di Hong Kong pada 1 Maret 2022, ketika pembelian panik kembali ke kota dengan banyak rak supermarket dilucuti menyusul pesan beragam dari pemerintah mengenai apakah mereka merencanakan penguncian kota akhir bulan ini ketika itu menguji semua penduduk. 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Meningkatnya kasus Covid-19 di sejumlah kota besar di China, membuat sebagian besar warga Beijing mengalami panic buying.

Situasi panic buying terjadi sejak Minggu (25/4/2022) dan membuat sejumlah pusat perbelanjaan mengalami kekosongan stok makanan.

Dilansir dari Reuters, panic buying ini mulai muncul setelah kota Shanghai kembali mengalami lockdown atau pengetatan wilayah imbas dari melonjaknya kasus harian positif covid -19.

Bahkan dalam sepekan jumlah kasus positif di Shanghai telah mencapai lebih dari 19.455 kasus, angka ini merupakan yang tertinggi dari kasus positif yang menyerang berbagai kota besar di China.

Baca juga: Data PT ASDP, Sudah 21.955 Pemudik yang Menyeberang dari Pelabuhan Merak ke Sumatera

Meningkatnya kasus tersebut lantas membuat pemerintah Beijing mengambil langkah lebih awal dengan memerintahkan 3,5 juta penduduk dan pekerja di distrik terbesar Chaoyang untuk menjalani tiga tes Covid-19.

Meski pemerintah Beijing belum memberlakukan aturan lockdown ketat, namun karena masyarakat Beijing khawatir wilayahnya memiliki nasib serupa dengan Shanghai, yang mengalami penguncian ketat karena kasus infeksi yang melonjak.

Baca juga: Inilah 10 Lokasi Kecurangan Seleksi CASN yang Diungkap Bareskrim Polri

Hal ini mendorong penduduk ibu kota China tersebut untuk melakukan panic buying dengan menimbun berbagai bahan pangan.

"Shanghai adalah pelajaran," ujar seorang warga Chaoyang yang ikut mengantre berbelanja.

Dalam upaya mencegah panic buying makin tak terkendali, jaringan supermarket termasuk Carrefour dan Wumart menjamin jika kebutuhan masyarat akan tetap bisa terpenuhi, bahkan mereka mengklaim memiliki lebih dari dua kali lipat stok persediaan.

Tak hanya itu platform e-commerce yang berfokus pada bahan makanan Meituan diketahui juga tengah meningkatkan stok dan jumlah stafnya demi mencukupi kebutuhan warga di wilayah Beijing.

Baca juga: Pemudik Jalur Merak-Bakauheni Lebih Memilih Perjalanan Malam Dengan Alasan Keamanan

Imbas dari adanya kepanikan ini telah membuat sejumlah saham anjlok drastis.

Kekhawatiran akan meningkatnya wabah Covid di Beijing juga telah menyeret turun harga pada minyak dan bijih besi. Dimana bijih besi berjangka merosot lebih dari 11 persen, sementara minyak turun sekitar 3 persen dengan harga perdagangan di bawah 100 dollar AS per barel.

Melonjaknya kasus postif covid yang telah memukul roda perekonomian China bahkan telah membuat mata uang Yuan jatuh ke level terlemah dalam setahun terakhir.

Baca juga: Ekonomi Mulai Pulih, Pemakaian Listrik di Jakarta Capai Puncak Selama Pandemi

Meski berbagai cara telah dilakukan Presiden Xi Jinping untuk mencegah terjadinya resesi imbas Covid, seperti memangkas suku bunga 50 basis poin. Namun cara tersebut ternyata belum mampu menurunkan angka inflasi yang ada dalam negara tirai bambu tersebut.

Ibu Kota China, Beijing memulai tes untuk mendeteksi virus Corona (Covid-19) yang melibatkan lebih dari 3 juta orang, Senin (25/4/2022).

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved