Edukasi
Bayi Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah Tingkatkan Risiko Stunting
Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita dipicu salah satunya adalah kurangnya kecukupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Di Indonesia, stunting masih menjadi perhatian karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia.
Stunting selain menyebabkan fisik yang pendek, terutama juga mempengaruhi kecerdasan otak.
Indonesia menargetkan penurunan angka prevalensi stunting menjadi 14 persen di tahun 2024 .
Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita dipicu oleh banyak hal, salah satunya adalah kurangnya kecukupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Intervensi gizi terhadap anak yang memiliki risiko stunting, seperti bayi prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) menjadi penting dilakukan.
Umumnya stunting terjadi di 1000 HPK yaitu, 20 persen stunting terjadi sejak saat kelahiran, 20 persen terjadi pada 6 bulan pertama, 50 persen terjadi pada 6-24 bulan, dan 10 persen terjadi pada tahun ketiga.
Sebanyak 20 persen stunting yang terjadi sejak saat kelahiran dialami oleh bayi prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Pemberian gizi pada ibu hamil dan perawatan khusus pada bayi baru lahir dengan gejala stunting sangat krusial karena kekurangan gizi pada periode tersebut berdampak permanen dan sulit diperbaiki.
Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, dr. Erna Mulati, M.Sc, CMFM mengatakan, tahun 2021, berdasarkan Survey Status Gizi Balita Indonesia angka prevalensi stunting turun menjadi 24,4 persen artinya hampir 1 dari 4 balita Indonesia mengalami stunting.
Meskipun terjadi penurunan tapi angka tersebut masih jauh dari target pemerintah yaitu 14 persen ditahun 2024 sehingga perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan stunting.
“Penurunan stunting merupakan 1 dari 9 program kesehatan prioritas nasional. Upaya mencegah stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik utamanya pada 1000 Hari Pertama Kehidupan bahkan jauh sebelum ibu hamil," kata Erna, di acara webinar edukasi kesehatan menyambut Hari Anak Nasional, Senin (25/7/2022).
"Intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan yang mendukung penurunan stunting dan dikoordinasikan oleh BKKBN," imbuhnya.
Baca juga: Anemia Banyak Dialami Anak dan Remaja, Tidak Sarapan Salah Satu Penyebabnya
Baca juga: Sama-sama Gangguan Tumbuh Kembang Anak, Simak Perbedaan Stunting dan Wasting
Terdapat beberapa intervensi spesifik untuk mencegah stunting,antara lain:
(1) Tablet tambah darah bagi remaja putri (rematri) 12-17 tahun.
(2) Pemeriksaan Hb bagi rematri kelas 7 dan 10.
(3) Pemeriksaan kehamilan sesuai standar menjadi 6x.
(4) Tablet tambah darah bagi ibu hamil minimal 90 tablet selama kehamilan.
(5) Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dengan kurang energi kronis.
(6) ASI eksklusif.
(7) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita.
(8) Pemberian makanan tambahan bagi balita gizi kurang. (
9) Tatalaksana balita gizi buruk. (10) Imunisasi dasar lengkap bagi seluruh balita.
Bayi Prematur
Dokter Anak Konsultan Neonatologi, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) menjelaskan, bayi dengan kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masuk ke dalam bayi yang berisiko tinggi mengalami stunting.
Indonesia menempati peringkat ke–5 tertinggi angka kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Dari 100 bayi yang lahir, terdapat 10 bayi lahir secara prematur dan 7 bayi dengan kondisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) .
Berdasarkan penelitian di 137 negara berkembang, 35 persen kasus stunting disebabkan oleh kelahiran prematur dan 20 persen kasus stunting di Indonesia disebabkan oleh Bayi Berat Lahir Rendah.
Baca juga: Menurunkan Angka Stunting Lewat Layanan PAUD yang Holistik
Baca juga: Program Calon Pengantin Kondisi Sehat Prima Cegah Stunting di Kabupaten Tangerang
Bayi lahir prematur berisiko untuk mengalami developmental delay, gangguan kognitif, kesulitan belajar dan gangguan perilaku.
"Penting untuk melakukan skrining perkembangan pada usia 9,18, dan 30 bulan terutama pada bayi prematur," kata Prof Rina.
Ia mengatakan, cara mencegah kelahiran prematur dan BBLR bisa dengan mempersiapkan kehamilan yang sehat dengan melakukan pemeriksaan antenatal rutin dan persiapan pra-nikah.
Nutrisi dan kesehatan ibu selama hamil penting untuk mencegah kelahiran prematur.
Baca juga: Cegah Stunting, Protein Terutama Hewani Harus ada dalam Menu Sehari-hari
Namun, jika bayi sudah terlahir prematur tenaga medis maupun fasilitas kesehatan harus dapat memberikan pertolongan awal dan selanjutnya melakukan perawatan bayi prematur secara baik.
"Pemberian ASI eksklusif juga sangat penting. Jika bayi sudah stunting maka perlu dilakukan tata laksana gizi di rumah sakit dengan pemberian PKMK (Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus) makanan khusus atau dengan pemberian nutrisi parenteral," jelasnya.
Direktur PT Fresenius Kabi Indonesia, Herlina Harjono menyatakan, melalui kegiatan edukasi ini, berharap berharap masyarakat Indonesia dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi pada bayi di 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) dan dapat melakukan pencegahan dan penanganan stunting dengan baik.