Edukasi

Cegah Stunting dengan Konsumsi Protein Hewani Sejak Dini

Berdasarkan data Food and Agriculture tahun 2017, total konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia tergolong sangat rendah yakni hanya 8 persen

Penulis: Lilis Setyaningsih | Editor: Lilis Setyaningsih
Tribun Tangerang/Lilis Setyaningsih
Sebagai bagian dari kegiatan pencegahan stunting, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA) mengadakan kegiatan Japfa for Kids dan Posyandu Berdaya. 

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG -- Dengan alasan ekonomi atau kebiasaan, secara umum, konsumsi protein hewani  masyarakat Indonesia masih kurang.

Berdasarkan data Food and Agriculture (FAO) pada tahun 2017, total konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia tergolong sangat rendah yakni hanya 8 persen. 

Angka tersebut berbeda secara signifikan dibandingkan negara Asia lainnya, seperti Malaysia dan Thailand yang tingkat konsumsi protein hewaninya masing-masing mencapai 30 persen dan 24 persen. 


Penelitian terbaru lainnya, menyebutkan bahwa jumlah konsumsi protein hewani di Indonesia mulai meningkat.

Berselang 5 tahun, tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia mencapai 30 persen.

Namun  ternyata jumlah tersebut lagi-lagi masih kalah jauh dibandingkan tingkat konsumsi protein hewani di Malaysia yang mencapai angka 50 persen  (Khusun dkk, 2022). 

Rendahnya konsumsi protein hewani berhubungan erat dengan kejadian stunting.

Baca juga: Kenali Sejak Dini Stunting pada Si Kecil untuk Cegah Resiko Jangka Panjang Bagi Kesehatannya

Dikutip dari Kementerian Kesehatan RI,  stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang  disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Stunting tidak hanya berhubungan dengan fisiknya yang pendek tapi juga pertumbuhan otak yang juga kurang.

Otak yang pertumbuhannya kurang tentunya akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang kurang dapat berkompetisi.

Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH, ahli gizi dan guru besar di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia mengatakan protein merupakan salah satu zat gizi makro, selain karbohidrat dan lemak. 

Rutin ke Posyandu jadi salah satu pencegahan stunting, JAPFA melakukan kegiatan Japfa for Kids dan Posyandu Berdaya.
Rutin ke Posyandu jadi salah satu pencegahan stunting, JAPFA melakukan kegiatan Japfa for Kids dan Posyandu Berdaya. (Tribun Tangerang/Lilis Setyaningsih)


Jika karbohidrat dan lemak berfungsi sebagai sumber energi maka protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh.

Tidak ada zat gizi lain yang dapat menggantikan peran protein dalam membantu pertumbuhan serta proses regenerasi sel tubuh manusia. 

Sayangnya, tidak banyak masyarakat yang memahami bahwa pemilihan jenis protein dalam konsumsi harian sangat penting.

 Tubuh manusia membutuhkan sebanyak 20 jenis asam amino dan 9 diantaranya adalah asam amino esensial yang harus didapatkan dari makanan.  

Makanan yang mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan lebih banyak adalah protein hewani.

Kekurangan protein hewani dapat menyebabkan permasalahan gizi yang serius, salah satunya stunting.

Konsumsi protein hewani kini tengah menjadi perhatian di Indonesia.

Bahkan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia belum lama ini menyerukan kampanye untuk meningkatkan konsumsi protein hewani dalam rangka mencegah stunting.

Di sinilah peranan media diperlukan agar pesan ini dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat.

Daya Tahan

Prof Fika mengatakan, protein merupakan zat gizi makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, penyembuhan, hingga meningkatkan daya tahan tubuh. 

Karenanya, konsumsi protein menjadi salah satu nutrisi penting yang mesti harus  ada dalam menu sehari-hari. 

“Penting untuk diketahui, fungsi protein hewani sangat signifikan terutama dalam tumbuh kembang anak karena sebagai zat penyusun dan pembangun sel-sel yang menyusun organ tubuh. Sumber utama protein hewani yang baik bisa didapat antara lain dari daging, susu, telur, ikan, dan lainnya ,” ujar  pakar yang karib disapa Prof Fika pada  pertemuan dengan wartawan dengan tema Penuhi Asupan Protein Hewani Sambut Generasi Bebas Stunting belum lama ini. 

Protein ada yang berasal dari hewani dan nabati (tumbuhan), namun asam esensial yang dimiliki protein hewani lebih lengkap yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh kembang. 

Baca juga: FKG UI Sasar Masyarakat di Kepulauan Seribu untuk Cegah Stunting dan Kelainan Rongga Mulut


"Tubuh memerlukan 20 jenis asam amino, sembilan di antaranya asam amino  esessial, yang didapat dari makanan yang mengandung protein hewani. Sisanya bisa dapat dari tubuh sendiri. Cara kerja asam amino esensial itu mendukung hormonal, termasuk hormon pertumbuhan,” ungkapnya kemudian. 

Sesuai rekomendasi WHO maupun IDAI, usia 6 bulan pertama anak hanya harus mendapatkan ASI tanpa makanan tambahan lainnya. 

Memasuki Setelah usia 6 bulan, ini adalah waktu yang tepat untuk kemudian mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MPASI) seperti memperkenalkan protein hewani maupun nabati.

Namun harus diingat bahwa prinsip pemberian MPASI adalah makanan dengan gizi lengkap dan seimbang.

Jadi harus mengandung semua jenis zat gizi dari juga karbohidrat, lemak dan vitamin serta mineral.

Baca juga: Pentingnya Peran Keluarga dan Komunitas dalam Mencegah Stunting

Prof Fika menjelaskan ada sejumlah efek buruk ketika tubuh kekurangan asupan protein hewani, di antaranya tubuh akan kekurangan hormon pertumbuhan, gangguan regenerasi sel, sel tidak tumbuh dengan baik, belum lagi sistem kekebalan tubuh terganggu, jadi sering sakit, massa otot tidak bertambah.

"Itulah sebabnya susah berkembang atau bertumbuh kalau kekurangan protein hewani. Pada akhirnya berujung stunting dan terburuknya adalah gangguan kognitif," ujarnya.

Ia menegaskan dampak yang paling jelas dari stunting ini selain secara fisik anak jadi pendek, kerusakan akibat stunting pun sudah sampai ke otaknya. Jadi sulit dipulihkan lagi. Akan lebih sulit dikejar daripada gangguan pertumbuhan atau gangguan status gizi yang lain. 

 Peran 'se kampung'

Hillary Rodham Clinton menulis buku berjudul It Takes a Village, inti dari buku tersebut bahwa agar anak tumbuh dan berkembang dengan baik dibutuhkan sebuah desa. Bukan hanya keluarga inti saja.

Termasuk dalam pemenuhan protein bagi anak. Diperlukan kampanye dan sosialisasi besar-besaran.

Seperti dikutip dari website Kemenkes, seringkali kondisi anak yang pendek dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orangtuanya. Sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.

Padahal seperti diketahui genetik merupakan faktor determinan kesehatan  yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. 

Baca juga: Bayi Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah Tingkatkan Risiko Stunting

Sehingga stunting bisa dicegah. Salah satu caranya dengan memperbanyak informasi dan kampanye agar mengonsumsi makanan yang mengandung protein hewani lebih banyak dalam menu harian. 

Salah satu peran besar dimiliki media yang dapat secara langsung mengampanyekan pentingnya protein hewani dalam tumbuh kembang anak.

"Media sangat berperan dalam penyebaran informasi dan edukasi ke masyarakat mengenai pentingnya protein hewani untuk dikonsumsi setiap harinya. Sebagai ujung tombak komunikasi ke masyarakat secara luas, penting bagi rekan-rekan media mengutamakan kualitas pemberitaan dengan pemahaman dan riset yang mendalam,” ungkap Akhmad Munir, Direktur Pemberitaan LKBN Antara, juri AKJJ 2022. 

Prof. Dr. drg. Sandra  juga mengatakan bahwa isu stunting tidak hanya menjadi tugas pemerintah semata.

Keberadaan sektor swasta termasuk Japfa diharapkan dapat turut aktif mempromosikan konsumsi gizi seimbang melalui peningkatan konsumsi protein hewani demi mencegah terjadinya stunting.

Baca juga: Sama-sama Gangguan Tumbuh Kembang Anak, Simak Perbedaan Stunting dan Wasting

Ia mengatakan, dibandingkan sebelumnya, belakangan ini konsumsi protein hewani tengah menjadi perhatian di Indonesia.

Bahkan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia belum lama ini menyerukan kampanye untuk meningkatkan konsumsi protein hewani dalam rangka mencegah stunting.

Di sinilah peranan media diperlukan agar pesan ini dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat.

“Media sangat berperan dalam penyebaran informasi dan edukasi ke masyarakat mengenai pentingnya protein hewani untuk dikonsumsi setiap harinya. Sebagai ujung tombak komunikasi ke masyarakat secara luas, penting bagi rekan-rekan media mengutamakan kualitas pemberitaan dengan pemahaman dan riset yang mendalam,” ungkap Akhmad Munir, Direktur Pemberitaan LKBN Antara, juri AKJJ 2022. 

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA)  mengadakan diskusi dengan media dengan tema “Penuhi Asupan Protein Hewani, Sambut Generasi Bebas Stunting”.
PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA) mengadakan diskusi dengan media dengan tema “Penuhi Asupan Protein Hewani, Sambut Generasi Bebas Stunting”. (istimewa)

Direktur Corporate Affairs PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA)  Rachmat Indrajaya menyampaikan, selama lebih dari 50 tahun Japfa berdiri, media telah menjadi salah satu mitra dalam perjalanan. 

“Dalam menjalankan perusahaan, kami berkomitmen untuk tidak hanya fokus pada aspek ekonomi saja (Profit), melainkan juga pada aspek sosial (People) dan lingkungan (Planet) yang membuat perusahaan dapat berjalan dengan seimbang. Salah satunya melalui kegiatan sosial perusahaan dalam upaya pencegahan stunting," kata Rachmat.

"Kami mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan angka stunting diantaranya melalui kegiatan Japfa for Kids dan Posyandu Berdaya,” imbuhnya. (Lis)

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved