Berita Jakarta Raya
Wisata Jakarta, Menengok Kampung Starling yang Warganya Banyak Pedagang Kopi Keliling
Kampung Starling berada di Jalan Prapatan Baru RT 001/RW 05, Kelurahan Senen, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat tak jauh dari Hotel Aryaduta
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Lilis Setyaningsih
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Minum kopi sudah jadi kebiasaan banyak orang. Terlebih kini bertebaran kedai kopi.
Namun, bila tetap menginginkan segelas kopi panas atau dingin, para pedagang kopi keliling atau juga disebut Starling bertebaran di pojok-pojok ibukota.
Para pedagang ini dengan harganya yang murah bisa memberikan kenikmatan para pejalan kaki atau driver ojek online (ojol) istirahat sambil minum kopi atau teh.
Tak disangka para pedagang kopi ini berasal dari sebuah kampung sederhana di jantung ibukota Jakarta.
Asap mengepul dari kompor pedagang air panas di Kampung Starling Jalan Prapatan Baru RT 001/RW 05, Kelurahan Senen, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
Saat itu, botol-botol maupun termos air milik pedagang kopi keliling atau "Starling" nampak "antre" di depan salah satu rumah untuk diisikan air.
Starling adalah sebutan untuk pedagang kopi keliling yang menggunakan sepeda.
Starling sendiri kepanjangan dari Starbucks kelilling. Starbucks merupakan kedai kopi internasional.
Para pedagang kopi starling tengah sibuk menyiapkan barang dagangan mereka.
Baca juga: Press Kopi Tempat Tongkrongan kerap Disinggahi Cewek Cantik sambil Diskusi Beragam Tema
Mulai dari mencucuk es batu di atas sepeda dengan tusukan besi hingga menata beberapa mi instan kemasan cup, kacang, dan teh celup di sepeda.
"Kring... kring... kring..." demikian bunyi bel sepeda mendekati salah satu agen di lokasi tersebut.
Rupanya, pedagang starling lainnya yang datang untuk turut bersiap-siap dagang.
Ditemui TribunTangerang.com, Rabu (14/9/2022) Sonia (22) merupakan salah satu pemilik agen yang menjual kebutuhan para pedagang Starling mengaku memiliki 30 pelanggan setiap harinya.
"Awalnya 2007 ayah saya yang buka agen ini untuk para pedagang Starling. Terus tidak lama ayah saya meninggal saya yang meneruskan. Saat ini, yang memang langganan ada sekiranya 30 pedagang. Agak lumayan menurun karenakan sekarang banyak saingan agen yang lainnya," ucap dia di lokasi.
Sonia menuturkan, adapun kebutuhan pedagang Starling yang ia jual seperti kopi, rokok, makanan ringan, mi instan, sedotan dan gelas.
"Belinya itu biasanya kopi sachet, sedotan, gelas, dan minuman sachet yang ada rasanya. Satu renceng semua sama Rp 12.000, dan untuk 50 cup gelas es Rp10.000, kalau gelas kopi Rp 7.000," ucap perempuan asal Sampang, Madura.

Kawasan tersebut bukan hanya Sonia saja, bahkan memasuki kawasan Kampung Starling langsung disambut dengan gapura merah yang bertuliskan "selamat datang di kawasan pedagang kopi keliling".
Gang ini berada tak jauh dari kawasan Tugu Tani dan diapit oleh Markas Marinir serta Hotel Aryaduta.
Tak perlu berjalan jauh, hanya sekitar 50 meter melewati gapura, sudah terlihat sepeda para pedagang kopi keliling yang diletakkan secara berjejeran.
Nampak, renceng kopi dan berbagai minuman masih tergantung rapi di masing-masing sepeda.
Pukul 13.00 WIB, gang tersebut tampak masih sepi hanya satu atau dua orang mulai beraktifitas.
"Kalau jam segini, ada yang sudah keluar berjualan ada juga yang keluarnya sore," ucap Sonia.
Gang ini hanya berukuran satu badan mobil. Sisi kanan berdiri permukiman warga dan sebelah kiri terdapat aliran kali Ciliwung.
Sementara itu, Imah (40) salah satu pedagang Starling mengatakan dirinya sudah berjualan selama 4 tahun.
"Saya jualan sudah 4 tahun, suami saya juga sama jualan kopi keliling juga," ucapnya.
Baca juga: Kopi Bogor Diakui Dunia, Sumbang 40 persen dari Total Produksi Kopi Robusta di Jawa Barat
Matahari tepat di atas kepala, namun tak menyurutkan semangat Imah untuk berjualan di kawasan Monumen Nasional (Monas).
"Saya kelilingnya mulai dari sini (Senen) terus menuju ke arah Monas," imbuhnya.
Berangkat siang hari pulang malam hari begitulah semangat ibu dua anak tersebut yang tak lekang oleh waktu dalam mengais rezeki.
Senyuman yang lebar serta sapaan yang ramah dan hangat selalu di lemparkan Imah sembari menjajakan dagangannya.
Bahkan lelah hingga rasa pegal yang teramat sangat tak lagi dirasa semuanya rela dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari–hari.
"Saya dagang mulainya siang sampai nanti pukul 22.00 WIB. Meski lelah namun demi anak dan orangtua saya di Madura saya tetap semangat," ungkapnya.
Baca juga: Ahmad Riza Patria Minta Pengelola TransJakarta Evaluasi Kedai Kopi di Halte Harmoni
Berbagai jenis minuman kopi instan sachet menjadi produk andalan Imah dengan harga yang relatif murah.
Murah harga untungpun tak banyak namun cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya kedua putrinya yang masih bersekolah.
Perempuan yang mengenakan hijab hitam ini menuturkan dalam sehari pendapatannya tak menentu.
"Tak menentu, kalau lagi ramai bisa dapat Rp 200.000 per hari itu kotor tapi ya. Kalau hari biasa Rp 100.000 per hari sudah bersyukur. Itu buat kebutuhan sehari-hari seperti belanja dan kirim untuk yang di kampung," jelas dia.
"Di sini saya menjual kopi panas dan es, teh, kacang, dan mi. Kalau kopi Rp3.000, kalau yang es Rp4.000 - Rp5.000," imbuhnya.
Baca juga: Bang Ben dan Penggiat Kopi Tangsel Nyanyi Bareng di Kafe Omblek
Imah mengatakan, saat pandemi Covid-19 penghasilan yang dihasilkannya sangat menurun drastis. Bahkan, untuk bisa makan saja ia dan suaminya sangat bersyukur.
"Sepi sekali, bisa makan saja sudah bersyukur saya, buat titip ke kampung untuk anak saya saja tidak bisa," ucapnya dengan nada lirih.
Saat ditanya harapannya, Imah berharap, meski hanya menjadi pedagang kopi keliling dirinya ingin membiayai pendidikan kedua anaknya hingga perguruan tinggi. (m27)