Anggota DPR RI Ini Sentil Zulkifli Hasan Soal Harga Minyak Goreng yang Kembali Meroket

Harga minyak goreng kembali meroket meski pemerintah sudah mematok harga eceran tertinggi (HET) Minyakita Rp 14 000 per liter.

Editor: Jefri Susetio
TribunTangerang.com/Yulianto
Ilustrasi--Harga minyak goreng kembali meroket meski pemerintah sudah mematok harga eceran tertinggi (HET) Minyakita Rp 14 000 per liter. 

TRIBUNTANGERANG.COM - Harga minyak goreng kembali meroket meski pemerintah sudah mematok harga eceran tertinggi (HET) Minyakita Rp 14 000 per liter.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga minyakita rata-rata di atas HET yang ditetapkan pemerintah.

Bahkan, harga Minyakita di Provinsi Gorontalo mencapai Rp 22.600 per liter.

Baca juga: Terungkap Fakta Baru, 45 Menit Hasya Mahasiswa UI Terkapar di Pinggir Jalan Usai Terlindas Pajero

Anggota Komisi VI DPR Amin Ak menilai pemerintah hanya sibuk mengatur sisi hilir atau pemasaran akhir dalam menciptakan harga minyak goreng terjangkau.

Menurutnya, akar masalahnya klasik yakni berkurangnya pasokan bahan baku atau crude palm oil (CPO).

Kelangkaan pasokan CPO seharusnya tidak terjadi apabila pengusaha sawit mematuhi kewajiban penyediaan domestic market obligation (DMO).

"Masyarakat berhak curiga jika pengawasan oleh pemerintah terhadap kepatuhan pengusaha dalam memenuhi DMO 20 persen CPO tidak berjalan," kata Amin, Jumat (3/2/2023).

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 49/2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Rakyat mewajibkan pelaku usaha sawit untuk menyediakan DMO CPO sebesar 450 ribu ton per bulan.

Sementara kebutuhan CPO untuk minyak goreng di dalam negeri sekitar 300 ribu ton per bulan.

Permasalahannya, apakah pengusaha betul-betul mematuhi ketentuan DMO 20 persen CPO?

Kemudian apakah betul CPO tersebut dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri dalam artian minyak goreng yang diproduksi itu betul-betul didistribusikan untuk kebutuhan dalam negeri?

"Saya melihat ada kelalaian pemerintah dalam memonitor pasokan minyak sawit atau CPO," ujarnya.

Jika aturan Permendag tersebut dilaksanakan dengan baik, pasokan CPO seharusnya lebih dari cukup.

Bahkan tersedia cadangan yang bisa digunakan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kebutuhan.

Sedangkan alasan pasokan CPO tersedot untuk program biodiesel B35, menurut Amin, ini alasan yang tidak logis.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved