Kasus Impor Emas Batangan Rp 189 Triliun di Bea Cukai, Johan Budi Minta Datanya Diserahkan ke KPK
Anggota DPR Johan Budi mengusulkan agar kasus impor emas batangan senilai Rp 189 triliun di Bea Cukai diserahkan ke KPK
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Kasus impor emas batangan senilai Rp 189 triliun di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai, Kementerian Keuangan, telah diungkap ke permukaan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD.
Mahfud MD yang juga Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) berencana membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengusut transaksi janggal tersebut.
Namun anggota Komisi III DPR Johan Budi (Fraksi PDIP) mengusulkan agar kasus impor emas batangan senilai Rp 189 triliun di Bea Cukai, diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kalau bisa yang Rp 189 triliun ini, kalau ada data, mungkin perlu diserahkan ke KPK," kata Johan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Johan meragukan satgas yang dibentuk Mahfud MD untuk mengusut transaksi janggal. "Kalau dibentuk satgas dan orang-orangnya itu-itu saja, nanti niat Pak Mahfud membongkar kasus ini secara menyeluruh, mungkin malah nggak berhasil," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi III DPR Benny K Harman (Fraksi Demokrat) juga khawatir independensi anggota satgas bentukan Mahfud.
"Sumber masalah ini kan ada di kepabeanan, ada di perpajakan, ada di penegak hukum juga, kok mereka lagi jadi anggotanya? Enggak masuk di akal saya," kata Benny.
Benny meminta Mahfud membentuk satgas yang independen apabila sungguh-sungguh hendak mengusut transaksi janggal tersebut.
"Kalau bisa satgas independen, tim fact finding kalau mau. Saya alergi dengan satgas, banyak satgas yang ujung-ujungnya masuk laut semua," ujarnya.
RDP pada Selasa siang membahas transaksi mencurigakan di Kemenkeu senilau Rp 349 triliun. Rapat juga membahas kasus impor emas batangan senilai Rp 189 triliun di Bea Cukai.
Dalam rapat tersebut, Mahfud MD berjanji akan membentuk satuan tugas (satgas) untuk menyelidiki kasus-kasus tersebut.
"Komite TPPU akan segera membentuk tim gabungan atau satgas yang melakukan supervisi untuk menindaklanjuti keseluruhan LHA/LHP dengan nilai agregat sebesar Rp349 triliun lebih," ujar Mahfud.
Mahfud juga menyatakan satgas nantinya akan menyusun konstruksi kasus dari awal. Satgas juga akan memprioritaskan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terbesar yakni senilai Rp189 triliun.
Satgas itu, menurut Mahfud, akan melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidsus Kejagung, Bidang Pengawasan OJK, BIN hingga Kemenkopolhukam.
"Komite TPPU dan tim gabungan satgas akan bekerja secara profesional, transparan dan akuntabel," katanya.
Kronologi Kasus Impor Emas Batangan
Sekitar dua pekan lalu, Mahfud MD mengungkap adanya dugaan pencucian uang di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai dengan 15 entitas senilai Rp 189 triliun atas impor emas batangan.
"Ekspor yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q," ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, Selasa (4/4/2023).
Prastowo menjelaskan, pada Januari 2016, Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Soekarno-Hatta, Tangerang, melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yang dilakukan oleh PT Q, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan.
Saat itu, PT Q memasukkan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan penyebutan sebagai perhiasan bekas.
Namun petugas Bea Cukai Soekarno-Hatta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan X-ray sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah barang masuk ke pesawat.
Saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB.
Untuk barang jenis tersebut, seharusnya ada persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan.
Prastowo menjelaskan, ditemukan bahwa dalam setiap kemasan disisipkan emas berbentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui mesin X-ray, seolah yang akan diekspor merupakan perhiasan. Nyatanya, dalam setiap kemasan ada emas batangan.
Sebelumnya, pada tahun 2015, PT Q pernah mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor (Dasar Pengenaan Pajak/DPP senilai Rp 7 triliun). Namun ditolak oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak dapat memberikan data yang menunjukkan impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor.
"Hal tersebut memang modus PT Q mengaku sebagai produsen gold jewellry tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 Impor emas batangan yang seharusnya 2,5 persen dari nilai impor," kata Prastowo.
Kasus tersebut diproses dan setelah dinyatakan P-21, dilakukan persidangan dengan hasil putusan terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.
Jaksa kemudian mengajukan kasasi yang menyatakan PT Q terbukti bersalah melakukan tindak pidana.
Namun, PT Q mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang menyatakan PT Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.
Sejalan dengan penanganan perkara PT Q tersebut, Kemenkeu dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersinergi dengan pemeriksaan proaktif atas entitas PT Q oleh PPATK, penelitian administrasi kepabeanan oleh Ditjen Bea Cukai, penelitian administrasi perpajakan oleh Ditjen Pajak, serta penyelidikan dugaan TPPU.
Berdasarkan kasus PT Q serta penemuan kesamaan modus, PPATK menyampaikan surat rekomendasi kepada Bea Cukai berisi Informasi Hasil Pemeriksaan (IHP) atas grup perusahaan yang bergerak di bidang emas meliputi sembilan wajib pajak badan dan lima wajib pajak orang pribadi, dengan total nilai transaksi keuangan (keluar-masuk) sebesar Rp 189,7 triliun.
Ditjen Bea Cukai kemudian menindaklanjuti surat rekomendasi tersebut, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan disimpulkan belum ditemukan indikasi pelanggaran pidana di bidang kepabeanan.
Mempertimbangkan tidak adanya unsur pidana kepabeanan dan telah dilakukan penyidikan serta divonis, namun kalah di tingkat PK, maka dilakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat rekomendasi PPATK disampaikan ke Ditjen Pajak.
Data di surat rekomendasi tersebut dimanfaatkan Ditjen Pajak untuk pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT Q, sehingga wajib pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran dan diperoleh pembayaran sebesar Rp 1,25 miliar.
Serta berhasil mencegah restitusi lebih bayar Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT Q sebesar Rp 1,58 miliar.
Oleh karenanya, Prastowo menegaskan, Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Menteri Keuangan. "Kemenkeu akan terus berkoordinasi dengan PPATK dan aparat penegak hukum lain, tentu dalam arahan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal," kata Prastowo dikutip dari Kompas.com.
Data di website Mahkamah Agung, perusahaan yang dimaksud adalah sebuah PT yang beralamat di Pontianak dan memiliki perwakilan di Pluit, Jakarta Utara. Sedangkan emas yang diimpor perusahaan ini, dikirimkan ke sebuah perusahaan di Hongkong.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Respons Mahfud MD Soal Wamen Immanuel Ebenezer Kena OTT: KPK Mulai Tunjukan Taringnya |
![]() |
---|
Mahfud MD Sebut Wamen Rangkap Komisaris Langgar Putusan MK: Picu Konflik Kepentingan |
![]() |
---|
Jelang Vonis, Mahfud MD Berharap Nasib Hasto Tidak Seperti Tom Lembong: Berharap Keadilan akan Turun |
![]() |
---|
Mahfud MD Curigai Budi Arie Diduga Terlibat Skandal Judol, Singgung Titipan dan Indikasi Suap |
![]() |
---|
Mahfud MD Prediksi Ada Prabowo di Balik TNI yang Jaga Kejaksaan demi Lepaskan dari Belitan Oligarki |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.